tag:blogger.com,1999:blog-83819536390746855422024-03-12T21:17:11.594-07:00Cerita seksThis blog will help you to information about seksInaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.comBlogger15125tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-50862363678559852942010-08-13T10:14:00.000-07:002010-08-13T10:18:33.271-07:00cerita pesta seks bertiga<p><span style="font-size:100%;">Cerita ini bermula ketika aku ada janji dengan temanku bernama Irfan (samaran) untuk membicarakan suatu organisasi. Disepakati sebuah tempat yang mudah didapat yaitu café S yang terletak di sebuah plaza di kota S. Rencana pertemuan ditentukan jam 2 siang, artinya setelah kami sama-sama selesai kuliah.</span><span id="more-5"></span></p> <p>Sebelumnya perlu pembaca ketahui, namaku Sakti, sesuai dengan namanya, entah mengapa dalam setiap jenjang pendidikan, aku selalu aktif berorganisasi dan selalu menempati posisi puncak dalam organisasi yang kuikuti, mulai dari OSIS SMP, OSIS SMA, Organisasi Pemuda dan kemasyarakatan (tidak perlu kusebutkan namanya), hingga organisasi intra dan ekstra kampus, yaitu ketua Himpunan, Senat dan lain-lain. Kegiatanku bertambah dengan semaraknya demonstrasi di masa reformasi, hingga pernah suatu ketika aku menjadi target intai para intel militer dan polisi. Padahal aku bukanlah termasuk sosok yang spesial, wajahku biasa saja, kulit tidak putih mulus (cenderung coklat gelap), badan sedang-sedang saja (170 cm), sehingga aku mengambil kesimpulan mungkin karena otakku yang encer, pandai berorasi/pidato, supel (walaupun tidak gaul).</p> <p>Kembali ke cerita tadi, maka siang itu aku segera berangkat ke plaza, berhubung masih pukul 1 lewat 15 menit, kumanfaatkan waktu yang tersisa dengan jalan-jalan sambil melihat-lihat barang yang dipajang di etalase. Sesekali aku melirik setiap ada wanita cantik yang menarik perhatianku. Hingga pukul 2 kurang 5 menit, segera aku mengambil tempat di café S yang sengaja meja untuk dua kursi karena hanya aku dan temanku yang akan bertemu. Namanya mahasiswa, maka aku memesan yang ringan-ringan saja, secangkir java cofee, begitu yang tertulis di menu hot cofee, walaupun rasanya masih lebih sedap kopi buatan sendiri di tempat kost.</p> <p>Oke, lima menit aku menunggu dan kopi belum datang, pager-ku berbunyi (maklum baru mampu bawa pager, dan itu penting bagi seorang aktivis seperti saya). Sebenarnya aku malas untuk membaca pesan tersebut, tetapi karena tidak ada yang kulakukan selain menunggu, maka kubaca saja pesan yang baru masuk tadi, dan ternyata menambah kekecewaanku hari ini. Hari sial batinku, Irfan minta maaf kalau pertemuan dibatalkan karena ia harus menemui seorang dosen, dan aku mengerti untuk urusan yang satu itu, tentu tidak dapat dibatalkan.</p> <p>Tanpa kusadari, dari tadi gerak-gerikku diperhatikan oleh dua orang wanita yang duduk terpaut dua meja dari tempatku, dan mereka dapat melihatku dengan bebas, sementara aku sibuk dengan pager-ku dan kopi yang baru saja datang dan terlambat untuk dibatalkan, maka kuputuskan untuk menghabiskan dulu dan segera pulang ke kost-ku.</p> <p>Kejadian ini baru kuketahui ketika tiba-tiba salah satu dari wanita tersebut sudah ada di hadapanku dan bertanya, “Sedang menunggu teman ya Mas?”<br />Kata-kata klise untuk memulai pembicaraan (batinku), “Ya, dan Mbak sendiri?”<br />“Oh saya sedang istirahat saja, habis belanja, maaf jam berapa ya Mas.. soalnya jam saya mati, lupa belum ganti baterai, di mana ya di plaza ini ada service jam..”<br />“Wah pasti Mbak bukan orang dari kota ini ya.. karena plaza ini sudah tentu paling lengkap di kota S, apa saja ada di sini, termasuk mmhh..(tadinya aku mau bicara wanita, biasa gaya orang yang ceplas-ceplos, tapi buru-buru kupotong karena dia bertanya dengan jujur)”<br />“Oh ya.. maaf nama saya Anggi, dan itu teman saya Rina”, kata wanita tersebut sambil megulurkan tangan.<br />“Betul saya baru datang dari B pagi tadi dan rencananya tinggal di kota S ini untuk 3 hari, sambil menunggu acara nanti malam, saya sempatkan belanja di plaza ini, karena hotel saya dekat, cukup jalan kaki saja.”<br />“Sakti, dan saat ini sudah pukul 2.30.”</p> <p>Rupanya percakapan yang singkat ini berlangsung 15 menit, bukan main, sebuah perkenalan terlama bagiku, mungkin karena aku tidak terlalu bersemangat atau ada sesuatu yang lain. Mmmhh.. ya, sesuatu yang lain itu mungkin terlalu bermain di pikiranku. Maklum, otakku terkenal encer, sehingga mudah menangkap sesuatu dengan cepat dan aku baru sadar bahwa selama beraktivitas aku melupakan satu hal penting dalam hidup, wanita. Dan dia kini hadir di hadapanku dengan penuh pesona. Hasil perhitungan (seperti matematika), dengan cepat aku dapat membuat kesimpulan yang kuyakini kebenarannya. Cantik, manis, umur 25-30 tahun, bentuk badan yang seimbang, kira-kira 160-165 cm, dan.. wah aku belum pengalaman untuk mengukur lebih jauh dari itu, aku bermain dengan lamunanku, pinggang dan payudaranya bukan main.</p> <p>Cukup waktu satu jam saja untuk memperlancar diskusi dengan Anggi (sementara Rina hanya sesekali menimpali) sambil kami mengambil jadi satu meja saja, dan aku yang rela bergeser ke meja mereka. Satu jam yang berarti (aku jadi lupa urusanku dan juga Irfan). Anggi adalah seorang sekretaris sebuah perusahaan swasta di kota B dan Rina adalah asisten Anggi. Aku tidak peduli siapa mereka, yang jelas kedua-duanya sangat mempesona.</p> <p>“Mari saya bawakan barang belanjaan Mbak Anggi.”<br />“Oh terima kasih.. tidak perlu serepot itu”, (sepintas aku maklum, karena sedikit terlihat apa saja yang dibelanjakan, kebutuhan wanita).<br />“Begini saja, bagaimana kalau kamu ikut kita, karena saya ada voucher di café D hotel tempat saya menginap, jadi kita bisa manfaatkan voucher tersebut, dan melanjutkan diskusi kita, mungkin kamu bisa cerita banyak tentang kota S ini, bagaimana?”<br />“Tetapi saya tidak bawa mobil, maklum mahasiswa Mbak..”<br />“Lho hotel kita dekat kok, cukup jalan kaki saja, gimana mau nggak.”<br />Aku belum menjawab, tetapi kaki ini sudah terburu melangkah menyetujui usulannya. Kami pun berjalan menuju hotel tempat mereka menginap. Sesampainya di hotel.</p> <p>“Kamu tunggu dulu, aku mau ganti baju dulu, Rin.. tolong tuh Sakti diberi coklat yang tadi kita beli.”<br />Sekejab saja Anggi melepaskan pakaian di hadapan kita berdua (aku dan Rina).<br />“Mbak.. ih kan ada Mas Sakti, kok nyelonong gitu aja sih..”<br />“Mmmhh, sebaiknya aku tunggu di luar saja Mbak, betul kata Rina..” aku membalikkan badan, dan memang kamar itu tidak ada sekat kecuali kamar mandi.<br />“Lho emangnya umurmu berapa?”<br />“25 tahun Mbak..”<br />“Sudah cukup dewasa bagi kamu, apakah kamu belum pernah lihat sebelumnya?”<br />“Kamu beruntung, kupikir inilah saat pertama bagi kamu.”<br />“OK, saya beri waktu satu menit untuk memutuskan apa kamu mau melihatku atau tunggu di luar.”</p> <p>Satu menit, setengah menit saja aku sudah membalikkan badan dan melihat Mbak Anggi dengan bra dan celana dalam saja.<br />“My God.. seseorang wanita cantik telah berdiri di hadapanku..”<br />“Terima kasih Tuhan, telah memperlihatkanku tubuh wanita cantik di hadapanku, ini merupakan hal yang pertama dalam diriku.”<br />“Mari kita memulai permainan.”<br />“OK Sakti, kita punya suatu permainan yang mengasyikkan.”<br />Kemudian aku tidak bisa menolak karena sekali lagi melihat bodi itu. Rina hanya bengong aja. Maka dimulailah les private yang pertama dalam hidup saya.<br />“Coba sentuh susuku..” dan aku menurut, dituntunnya tanganku meraba payudaranya yang kenyal, saat itu aku belum tahu berapa ukuran payudara Anggi, belakangan (setelah mahir) baru tahu kalau 34B.</p> <p>Kukumpulkan keberanian untuk mulai menikmati kedua payudara Anggi dengan kedua tanganku. Perlahan tetapi pasti kujelajahi kedua bukit kembar yang untuk pertama kalinya, kudapati tanpa sebuah perjuangan yang berarti. Semakin lama aku permainkan dengan sekali dua kali kucubit putingnya yang menonjol menantang, mengalunlah suara yang terengah-engah, “Oohh.. Saakk.. ohhkh.. nakal kamu..” dan suara itu, ya.. suara itu membangkitkan kemaluanku dengan cepat tegak berdiri dan sialan! Anggi menyadari itu dan tanpa permisi melorotkan celana Jeans-ku dan dibukanya sebagian CD-ku. “Wow.. Sak, punya kamu sudah minta segera di treatment tuh.. kasihan 25 tahun dianggurin aja, woowww.. kepala burungmu besar betul.. bisa masuk nggak ya? Ohhkh.. ya, terus Saktii..” Jujur saja sebenarnya burungku tidaklah istimewa, panjang sekitar 14 cm saja, hanya kepalanya besar dan diameternya lumayan. Aku sempat ragu juga apa bisa memuaskan, maklum ini pengalaman pertamaku dan ukuran burungku yang tidak spesial menambah kurang percaya diri.</p> <p>Tetapi dengan sigap Anggi melumat habis kemaluanku, aku kaget setengah mati ternyata bukan main nikmatnya, terus dan terus hingga mencapai kekerasan dan tegak maksimum. Aku sudah tidak kuat untuk memuncratkan spermaku dan benar, untuk pertama kalinya spermaku muncrat di mulut seorang wanita, dan habis diminumnya seperti segelas anggur. Aku baru sadar jika Rina dari tadi memperhatikan permainan kami berdua.</p> <p>Tidak sampai 5 menit kemudian kemaluanku sudah berdiri lagi dan kini dituntunnya burungku memasuki liang kemaluan Anggi yang sudah semakin basah, ini memudahkan tugasku untuk menelusuri lubang kenikmatan tersebut. Sungguh dalam permainan ini aku benar-benar diajari oleh Anggi, sehingga dengan cepat aku sudah terbiasa dan memulai inisiatif untuk mengimbangi permainan Anggi. Syukurlah walaupun pertama kali, ternyata aku sanggup bertahan setengah jam menggosok-gosokan kemaluanku di lubang kemaluan Anggi tanpa henti dengan segala posisi dan variasi yang Anggi ajarkan.</p> <p>Entah sudah berapa kali kusaksikan Anggi mengejang (aku belum tahu kalau itu orgasme), tetapi tampak Anggi semakin semangat dan tanpa kusadari permainan sudah berlangsung 1,5 jam sehingga Anggi berkomentar, “Sakti, puluhan kali aku bersetubuh dengan berbagai lelaki.. tetapi baru kali ini aku bisa orgasme lebih dari lima kali dan kamu kuat sekali bertahan. Oke deh aku nyerah, tolong segera keluarkan spermamu, aku bisa mati kelemasan karena orgasme berulang kali.” Maka di setengah jam berikutnya aku semakin menghayati permainanku dan bukan semakin mempercepat kocokanku tetapi semakin intent dengan menekan batang kemaluanku ke lubang Anggi, dan dia sangat menikmatinya. Akhirnya saat yang kutunggu tiba, muncratlah spermaku untuk yang kedua kalinya di lubang kemaluan Anggi.</p> <p>Total permainan kami 3 jam dan itu adalah waktu yang cukup buat Rina untuk memahami permainan kami. Maka dituntunlah Rina oleh Anggi untuk menikmati diriku, sekali lagi tidak sampai 5 menit batang kemaluanku sudah gagah perkasa lagi, dan tidak sulit memulai permainan dengan Rina, karena dia sudah terpengaruh dengan permainan kami. Ini terbukti dengan liang kemaluannya yang becek. Satu yang membedakan Rina dengan Anggi, ketika batang kemaluanku mencoba masuk lubang kemaluan Rina, sulitnya bukan main dan belakangan kusadari kalau ternyata Rina masih perawan. Aku merasa bersalah telah merusak keperawanan Rina, tetapi kenapa dia tidak menolak sejak awal? “Aku sudah terangsang hebat dan aku juga ingin merasakan kenikmatan ini”, begitu jawabnya singkat dengan peluh bercucuran, permainan ini tidak berlangsung lama seperi saat bercinta dengan Anggi, cukup 2 jam. Jadi total permainan kami 5 jam. Aku hendak pamit pulang, ternyata mereka melarang, jadilah kami bertiga tidur di hotel seranjang dalam keadaan telanjang bulat.</p> <p>Sebelum perpisahan di pagi hari, kami sempat bercinta lagi, tetapi kali ini aku dikeroyok oleh mereka berdua, dan aku sudah semakin terbiasa dengan seni percintaan ini, sehingga tidak langsung memasukkan batang kemaluanku ke liang kemaluan mereka, tetapi dengan saling merangsang melalui jilatan dan ciuman di liang kemaluan mereka. Akibatnya bisa dibayangkan, jika semalam permainan kami berlangsung 5 jam, kali ini berlangsung 7 jam non stop entah berapa kali mereka orgasme, yang jelas aku selalu bergantian dari satu lubang ke lubang lainnya dan aku cukup mengeluarkan 4 kali sperma, masing-masing sekali di mulut Anggi dan Rina, sekali di lubang kewanitaan Anggi dan Rina.</p> <p>Demikianlah pembaca, sejak peristiwa itu, setiap kali Anggi atau Rina ke kotaku, selalu kami bercinta, dan dari mereka pula aku dikenalkan dengan wanita lain yang juga butuh kepuasan seks, dari eksekutif muda hingga ibu-ibu ataupun wanita karir yang enggan berkeluarga. Mereka yang pernah aku layani berkisar 23 tahun hingga 42 tahun.</p> <p>Saat ini aku sudah pindah ke ibu kota dengan jabatan pekerjaan yang lumayan sebagai seorang general manager tetapi hobiku yang satu itu tidak dapat kulupakan dan ingin melakukannya lagi, tetapi bagaimana? Cari saja pelacur? No way! Kalau di kota S saja aku bisa dapatkan tanpa harus mencari, pasti di ibu kota ini akan lebih banyak.</p> <p>Kepada pembaca (terutama wanita) yang ingin berkenalan silakan kirim ke alamat e-mail saya, sengaja aku memakai alamat dengan nama seorang wanita, karena aku ingin mengenang nama itu, dia adalah wanita yang paling spesial dalam melayaniku. Suatu saat akan kuceritakan, bagaimana permainanku dengan Dwilina. Sekarang aku ingin bermain dengan wanita dari ibu kota ini.</p>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-8055155885182809642010-07-30T04:38:00.000-07:002010-07-30T04:40:12.789-07:00cerita seks dengan yuni costumer menggairahkanSetelah aku tahu dia telah terangsang hebat, kutindih dia dan kulumat lagi bibirnya. Kupegang kedua tangannya dan aku berusaha menusukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya. Yuni meronta sambil merapatkan kedua pahanya sehingga batang kemaluanku tidak berhasil menembusnya. "Kita main seperti dahulu saja Mas", bisiknya. Dengan terpaksa kulepaskan kedua tangannya dan aku mengambil gaya seperti dahulu yaitu gaya 69, tetapi kali ini aku meminta dia berada di atasku.<br /><br />Saat dia berada di atasku, kulihat daerah liang kewanitaannya merekah dengan bibir berwarna merah hati dan lubang kemaluannya berwarna merah muda. Tanpa pikir panjang kusapukan lidahku ke arah klitorisnya sambil kuhisap dengan pelan. Aku merasakan dia mulai mengulum batang kemaluanku dengan lembut, saat batang kemaluanku masuk ke dalam mulutnya, terasa sangat hangat dan nikmat sekali. Aku terus menghisap klitorisnya dan kemudian sapuan lidahku kugeser ke liang kewanitaannya, kuhisap cairan bening yang keluar dari liang kewanitaannya. Kusapukan lidahku dari liang senggamanya menuju ke duburnya, terus kusapukan lidahku maju mundur.<br /><br />Selanjutnya kumasukkan ujung lidahku pada lubang kemaluannya sambil kupermainkan ujung lidahku. Yuni menggeliat dan dia menggoyangkan pinggulnya maju mundur dengan sedikit tekanan ke bawah. Dia mempercepat kulumannya pada batang kemaluanku, sepertinya Yuni akan mencapai orgasme. Aku semakin mempercepat gerakan ujung lidahku untuk menari di dalam liang kewanitaannya. Beberapa saat kemudian kedua kakinya menegang dan dia menghisap batang kemaluanku dengan cukup keras, kemudian aku merasakan cairan gurih telah menetes menuju lidahku, aku terus melanjutkan gerakan lidahku sampai kedua pahanya berhenti menegang. Yuni melepaskan hisapan batang kemaluanku dan dia terkulai di paha kiriku, sementara lidahku terus menyapu bagian dalam liang kewanitaannya hingga cairan yang keluar dari liang kewanitaannya habis.<br /><br />Beberapa saat kemudian aku bangun dan duduk bersandar pada papan tempat tidur. Saat itu kulihat Yuni kelelahan dengan posisi tidur tengkurap dan titik-titik air yang tadinya ada pada tubuh Yuni kini berganti dengan titik-titik keringat sehingga terlihat pada pantatnya yang putih dan kencang. Kemudian Yuni duduk di sampingku sambil tersenyum dan tangan kirinya mengusap batang kemaluanku yang telah berdiri tegak. Selanjutnya dia mencium bibirku dan dilanjutkan dengan mencium leherku sambil tangan kirinya terus mempermainkan batang kemaluanku.<br /><br />Setelah selesai mencium leherku, kemudian mulutnya mulai mendekati batang kemaluanku dan dia memulai sapuan lidahnya pada prostat-ku, kemudian secara sangat perlahan dia naikkan menuju ujung batang kemaluanku, agak geli tetapi sungguh sangat nikmat sekali. Gerakan itu dia lakukan berulang-ulang hingga sekitar lima menit.<br /><br />Selanjutnya dia mulai dengan mengulum ujung batang kemaluanku dan melepaskannya untuk menyapukan lidahnya di sekitar kulit batang kemaluanku. Gerakan itu juga dia lakukan berulang-ulang hingga beberapa menit kemudian kutekan kepalanya agar batang kemaluanku dapat masuk lebih dalam lagi ke dalam mulutnya, kemudian kuangkat dan kubenamkan lagi sampai pada akhirnya ujung batang kemaluanku mengeluarkan cairan kental berwarna putih. Tanpa kusuruh, dia masih terus mengulum batang kemaluanku dan menggerakkan mulutnya ke atas dan ke bawah, hingga kulihat spermaku menetes menuju prostat-ku, mungkin dengan gerakan seperti itu Yuni tidak dapat menghisap spermaku. Setelah sperma yang keluar telah banyak, dia melepaskan kulumannya dan dia sapukan lidahnya untuk membersihkan spermaku yang tercecer di sekitar prostat-ku dan ada juga yang mengalir ke anus. Yuni terus mencari-cari ceceran spermaku dengan lidahnya dan kemudian dia telan.<br /><br />Setelah selesai dia membersihkan spermaku yang tercecer, dia melanjutkan dengan mengulum batang kemaluanku yang masih setengah tegang. Aku biarkan dia terus mengulum batang kemaluanku meskipun batang kemaluanku telah lunglai. Kulihat kepalanya disandarkan pada perutku sambil mulutnya terus mengulum batang kemaluankku, aku tetap mendiamkannya sampai akhirnya aku tahu dia telah tertidur dengan mulutnya masih mengulum batang kemaluanku. Karena aku capek duduk, perlahan kulepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, dia menggeliat tetapi matanya masih tertutup, sepertinya dia sangat capek sekali. Aku pindah tidurnya ke tengah tempat tidur, kurubah posisi tidurnya dari tengkurap menjadi telentang. Karena aku juga sangat capek, akhirnya aku juga tertidur di sisinya sambil memeluknya.<br /><br />Beberapa jam kemudian aku merasakan kerongkonganku sangat kering, aku terbangun dan langsung menuju ke dispenser yang berada di sudut ruangan. Setelah aku meminum beberapa teguk air dingin, aku kembali menuju tempat tidur. Saat aku akan kembali ke tempat tidur, aku melihat tubuh Yuni yang telanjang tidur dengan telentang. Dengan rambut yang sedikit acak-acakan, wajahnya yang sangat manis masih terlelap tidur. Aku terus memandangi tubuhnya yang indah, payudaranya yang tidak terlalu besar tetapi terlihat sangat kencang dengan puting susu yang berwarna coklat muda sangat enak dipandang. Perut dan pinggulnya yang terlihat sangat serasi dibalut kulit putih mulus sangat indah. Kaki kanannya lurus sedangkan kaki kirinya ditekuk sehingga liang kewanitaannya yang ditutupi bulu-bulu halus terlihat dengan jelas. Sungguh suatu pemandangan yang menakjubkan, begitu sempurna tubuhnya. Aku tak bosan-bosan memandang tubuhnya, hampir 15 menit aku terpana memandang tubuhnya. Tanpa terasa adik kecilku mulai bergerak, dia mulai bangun dan ingin dibelai.<br /><br />Kudekati Yuni yang masih terlelap, kusapukan lidahku pada bibirnya yang mungil dengan sangat perlahan. Yuni membuka matanya yang masih memerah, "Ah.. kenapa Mas, aku capek sekali, besok pagi aja Mas", kata Yuni pelan. "Maaf Yun kalo aku ganggu kamu, kamu tidur lagi aja, aku bisa sendiri kok tapi boleh kan aku sentuh kamu?" kataku. Kulihat Yuni mengangguk sambil tersenyum kecil, dia membuka lebar kedua pahanya hingga liang kewanitaannya tampak lebih jelas terlihat. Begitu melihat liang kewanitaannya yang merekah, aku langsung menyapukan ujung lidahku pada klitorisnya dan kulanjutkan pada liang kewanitaannya. Yuni sama sekali tidak bereaksi, tampaknya dia sangat capek hingga tertidur lagi. Aku terus mempermainkan liang kewanitaannya dengan lidahku.<br /><br />Sepuluh menit kemudian aku bangun dan kucium bibirnya, Yuni menarik nafas panjang. Kupegang kedua tangannya dengan kedua tanganku dengan posisi tangan di atas kepala, selanjutnya aku langsung menindih tubuh Yuni dan karena kedua pahanya masih terbuka lebar, aku merhasil menyelipkan pinggulku di antara kedua pahanya. Saat itu kulihat Yuni terkejut dan membuka kedua matanya. "Mas.. Mas mau apa..?" katanya sedikit keras namun tertahan. Aku tidak memperdulikannya, aku berusaha mencium bibirnya tetapi dia meronta, sehingga ciumanku kutujukan ke lehernya yang putih. Dia semakin meronta, dan tanganku semakin erat memegang kedua tangannya. Yuni terus meronta dengan mengerak-gerakkan pingulnya ke kanan dan ke kiri, tetapi percuma, aku jauh lebih kuat darinya. Tapi dia terus meronta sampai akhirnya dia pasrah, begitu gerakannya melemah aku berusaha memasukkan batang kemaluanku pada liang kewanitaannya, cukup sulit aku memasukkan batang kemaluanku pada liang kewanitaannya, sampai sekitar 5 menit kemudian aku berhasil menemukan lubang kenikmatannya.<br /><br />Kumasukkan batang kemaluanku secara perlahan, saat aku memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya dia meronta lagi dengan menggerakkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri, tetapi ujung batang kemaluanku telah masuk cukup dalam ke dalam liang kewanitaannya hingga aku merasakan batang kemaluanku telah menembus sesuatu yang sangat kecil. Aku terus memasukkan batang kemaluanku lebih dalam lagi sampai semua batang kemaluanku tenggelam. Saat itu aku melihat Yuni memejamkan mata dan dia menggigit bibirnya yang bawah dengan giginya yang tampak putih berjajar rapi. Aku terus menggerakkan batang kemaluanku maju mundur keluar masuk liang kewanitaannya, sedangkan mulutku menghisap payudaranya bergantian. Aku merasakan seluruh batang kemaluanku seperti ditekan-tekan tetapi rasanya sangat hangat.<br /><br />Sekitar 10 menit aku memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya, sampai akhirnya kukeluarkan sperma yang sejak dari tadi kutahan. Kulihat spermaku keluar dari liang kewanitaannya tetapi warnanya telah bercampur dengan bercak-bercak darah, tidak terlalu banyak memang darah yang keluar, lain dengan Novi (pacarku red) yang saat itu sangat banyak darahnya.<br /><br />Setelah itu aku lunglai di atas tubuh Yuni yang telah diam tidak bergerak dengan kepalaku berada di sisi kepalanya. Beberapa menit kemudian aku merasakan setitik air membasahi telingaku, aku terbangun dan kulihat setitik air keluar dari sisi kedua matanya yang masih terpejam. Saat itu baru aku sadar jika Yuni telah menangis, ya Tuhan.. Yuni menangis dengan menggigit bibirnya. Saat itu aku langsung merengkuh dan merangkul tubuhnya dengan erat, beberapa kali aku ucapkan kata maaf. "Kenapa.. kenapa kamu melakukan ini..?" Yuni berkata sambil menangis. Aku terus merangkul tubuhnya yang masih telanjang dengan erat sambil aku terus memohon maaf, tapi Yuni tidak memperdulikannya dia terus menagis dan berusaha melepaskan pelukanku.<br /><br />Setelah aku melepaskan pelukanku, dia langsung tidur dengan tengkurap tetapi masih sesekali kudengar isakan tangisnya. Kudekati dia dan kubelai rambutnya, "Maaf Yun, aku lepas kontrol, sungguh aku tidak menduga kamu begitu terpukul dengan apa yang sudah aku lakukan. Kamu boleh memaki aku, kamu boleh memukul aku, tapi aku mohon kamu jangan menagis, aku sayang kamu, aku akan bertanggung jawab jika kamu menginginkannya, apa saja yang kamu inginkan aku akan penuhi, tapi tolong kamu mau maafin aku" Tak terasa air mataku juga telah mengalir saat aku mengucapkan kalimat itu. Aku merasa sangat menyesal telah melakukan hal itu kepada Yuni.<br /><br />Beberapa saat setelah aku mengucapkan kalimat itu, kepala Yuni menoleh ke arahku. "Baik Mas, aku akan meminta satu permintaan untuk kamu, tapi tolong untuk saat ini kamu jangan ganggu aku, aku ingin tidur, aku akan katakan permintaanku besok jika kita udah pulang", dia berkata dengan suara serak dan sedikit berat. Aku hanya mengangguk dan aku tidak mendengar lagi isakan tangisnya.<br /><br />Malam itu aku sama sekali tidak dapat tidur, kupandangi tubuh Yuni yang tengkurap dan terlihat sedang tidur. Aku tidak berani menyentuhnya, saat kuperhatikan pada pantatnya terlihat bercak darah bercampur dengan spermaku. Aku beranikan diri untuk membersihkannya dengan sapu tanganku yang telah terlebih dahulu kubasahi dengan air hangat yang kuambil dari dispenser. Dengan sangat perlahan aku membersihkan pantat dan pahanya dari spermaku, kulihat Yuni masih tertidur. Tetapi tiba-tiba dia menggerakkan tubuhnya dan dia berganti posisi untuk telentang, untung dia masih tertidur. Selanjutnya aku kembali membersihkan spermaku yang membasahi rambut dan liang kewanitaannya juga dengan sangat hati-hati agar Yuni tidak terbangun, tetapi tanpa kusadari Yuni telah membuka matanya dan dia memandangiku dan memperhatikan apa yang sedang kuperbuat. Aku langsung menghentikan tanganku yang masih membersihkan rambut di liang kewanitaannya.<br /><br />"Kamu nggak perlu melakukan itu Mas, udahlah aku juga salah kok, aku maafin kamu" Yuni berkata sambil menatap wajahku yang sejak tadi menunduk. Saat aku mendengar kalimat itu rasanya telah hilang semua perasaanku yang sejak tadi kutahan.<br />"Terima kasih Yun, terima kasih kamu udah mau maafin aku", kataku terpatah-patah.<br />"Sudahlah, sekarang Mas tidur saja, besok Mas harus setir mobil, pinggangku sakit sekali", Yuni berkata sambil menarik lenganku.<br /><br />Beberapa jam kemudian aku terbangun, kulihat Yuni masih tertidur. Dengan hati-hati aku bangun dan kukecup keningnya dan aku berjalan menuju kamar mandi untuk mandi. Selesai mandi kuambil pakaianku yang kulepas di sisi tempat tidur. Saat aku akan mengambil pakaianku, kulihat Yuni terbangun dan dengan susah payah dia bangkit. Aku langsung menghampirinya dan kubantu dia untuk berdiri.<br /><br />"Kamu mau mandi Yun, ayo aku antar", kataku.<br />"Iya.. tapi aduh.. pinggangku sakit sekali Mas.." katanya.<br />"Kalau begitu aku mandiin ya.. aku janji nggak akan ngapa-ngapain kamu lagi", kataku.<br />Dia mengangguk, kemudian kubopong dia menuju kamar mandi dan kududukkan di atas kloset duduk lalu kubersihkan seluruh tubuhnya. Karena saat itu aku belum berpakaian, maka aku juga ikut mandi lagi.<br /><br />Setelah kami pulang, dalam perjalanan aku bertanya tentang permintaannya yang dikatakannya tadi malam. Seperti disambar petir rasanya saat dia berkata "Aku punya satu permintaan yang sebenarnya untukku juga sangat berat, tetapi itu harus kamu lakukan karena itu janjimu kemarin. Aku minta Mas tidak lagi menghubungi aku lagi, aku nggak bisa ngasih alasan dan tolong jangan tanya mengapa, itulah permintaanku". Aku hanya bengong tidak dapat berkata apa-apa.<br /><br />Kuantarkan dia sampai ujung gang, karena itu permintaannya dan setelah Vitara putih itu masuk ke dalam gang, aku kembali menuju jalan besar dan pulang naik taksi. Empat hari kemudian kuberanikan diri untuk menghubunginya, siapa tahu dia berubah pikiran. Saat aku hubungi melalui HP-nya, tidak pernah aktif dan kucoba menghubungi rumahnya ternyata yang menerima kakaknya dan mengatakan kalau Yuni pulang ke Surabaya dan katanya tidak mau diganggu oleh siapapun.<br /><br />Sepuluh hari kemudian aku mendapat email dan mengatakan kalau saat itu ia berada di Melbourne dan akan kuliah di sana. Selain itu dia juga menceritakan panjang lebar tentang alasannya tidak mau bertemu aku lagi. Akhirnya kusadari dan kumaklumi alasannya. Dalam hati aku sering berpikir, seandainya aku tidak memperkosanya, aku pasti masih sering bercumbu dengannya. Sampai jumpa Yuni.<br /><br />TAMAT<br /><br />Sumber: <a href="http://rumahseks.blogspot.com/">rumah seks</a>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-42175507974396543382010-07-23T07:39:00.000-07:002010-07-30T04:36:50.510-07:00Cerita Memerawani anak kost<p style="text-align: justify;"><a href="http://www.hasratseks.org/">Cerita Seks</a> kali ini akan mencoba menghadirkan sebuah kisah seksku <a href="http://www.hasratseks.org/cerita-seks-memerawani-anak-kos/">memerawani anak kos</a> . Simak aja <span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>cerita seks </strong></span>berikut ini. Mungkin bisa jadi inspirasi anda. Dinding rumah mulai agak kusam,tandanya rumah harus segera ada perhatian.Ya plafon juga sudah ada sedikit ada sedikit kerusakan,ya lumyan lama rumah ini berdiri sekitar 5 tahun yang lalu.Suasanya halaman yang dulunya asri oleh bunga warna-warni kini seakan tiada lagi,hanya tertinggal berbagi saja,bunga tulip,melati satu batang,bunga anggrek pemberian tante.Semua itu prediksi ku harus segera di percepat mengingat rumah ku sebagai tempat kost,Penghuninya biar nyaman yang “punya rumah kudu”perhatian juga.Mengingat service itu dimana saja harus baik.Aku Punya tempat kos-kosan,dengan menjadikan rumah sebagai tempat beristirihat sejenak bagi yang membutuhkan,Tapi dalam yang ku alami aku tidak pernah menduga ada kejadian mengesankan,ini ceritanya,Pertama kali aku mengenalnya adalah saat pulang dari Jakarta, dia adalah siswa sekolah keguruan yang ada di kotaku pada saat itu,dia cantik,manis dan bertubuh mungil dengan kulit putih. Dasar nasibku lagi mujur tak lama berselang dia pindah kost kerumahku jadi mudah bagiku tuk lebih jauh mengenalnya.</p> <p style="text-align: justify;">Ternyata orangnya supel dan pandai bergaul, sehingga aku tambah berani tuk menyatakan perasaan hatiku, lagi-lagi aku beruntung dia menerima pernyataanku ,ukh bahagianya aku.</p> <p style="text-align: justify;"><span id="more-63"> </span></p> <p style="text-align: justify;">Suatu hari aku ada acara keluar kota ,iseng aku mengajaknya pergi,ternyata dia menyambut ajakanku. Sepanjang jalan menuju luar kota kami ngobrol sambil bercanda mesra,kadang tanganku iseng pura –pura tak disengaja menyentuh pahanya mulanya dia menepis tanganku tapi lama kelamaan membiarkan tanganku yang iseng mengelus pahanya yang putih dan gempal,aku memberanikan diri mengelus- elus pahanya sampai kepangkal pahanya . Dia tetap diam bahkan seperti menikmati elusan tanganku.</p> <p><span id="more-146"></span></p> <p style="text-align: justify;">Aku tarik tanganku dari rok hitamya lalu bertanya padanya boleh nggak aku menyentuh payudaranya yang membukit dibalik baju berwarna pink.mulanya dia menolak ,aku coba merayunya bahwa aku ingin mengelus walau hanya sebentar.</p> <p style="text-align: justify;">Akhirnya dia mengangguk pelan,langsung aja tanganku menyusup kebalik bajunya dan mengusap,mengelus bahkan saat kuremas susunya yang mungil dan kenyal dia hanya mendesah dan menyandarkan kepalanya pada sandaran jok mobil yang kami kendarai.Kupermainkan putting susunya dengan dua jari dia semakin mendesah ,sambil tetap menyetir aku tarik reslting celanaku dan aku keluarkan penisku yang telah menegang sejak tadi bak laras tank baja ,aku pegang tangannya dan kutarik kearah penisku, saat tangannya menyentuh penisku yang besar dan panjang dia tarik kembali tangannya mungkin kaget karena baru pertama kali.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan sedikit basa basi kembali kutarik tangannya tuk memegang penisku akhinya dia menyerah kemudian mulai mengelus penisku perlahan.</p> <p style="text-align: justify;">“ Ang,punyamu besar sekali hampir sebesar pergelangan tanganku “ katanya<br />“ Hmm,susumu juga kenyal sekali “ kataku sambil menikmati elusan tangannya pada penisku</p> <p style="text-align: justify;">Tak lama kami sampai di kota tujuan,langsung aku cari tempat untuk menginap setelah itu pergi lagi tuk belanja keperluan selama di kota itu.</p> <p style="text-align: justify;">Malam kami ngobrol diberanda depan kamar tempat kami menginap sambil nonton tv ,kami duduk berdampingan sekali kali tanganku bergerilnya ditubuhnya ternyata dia dibalik baju tidurnya dia hanya memakai cd sehingga tanganku bisa bebas meremas remas susunya dan mempermainkan putingnya .<br />“ Akh,Ang jangan terlalu keras “ katanya kala kuremas dengan rasa gemas.<br />“ Maaf,habis susumu kenyal sekali “ kataku<br />“ Iya ,tapi sakit “ katanya<br />“ Iya pelan deh,kita pindah kedalam yuk “ kataku berbisik padanya dan mengangguk perlahan.</p> <p style="text-align: justify;">Sesampainya didalam aku peluk dia dari belakang,kuciumi tengkuknya yang putih dengan penuh nafsu dia bergelinjang kegelian sedangkan kedua tanganku bergerilya pada tubuhnya.<br />“ Akh,Ang ………..shhhhhhhh “ kata mendesah</p> <p style="text-align: justify;">Tanganku mulai membuka kancing bajunya satu persatu dan kulepas bajunya hanya tinggal cd nya yang berwarna hitam.Kukulum bibirnya ,dia membalas kulumanku dengan penuh gairah.Tangannya mengusap-usap penisku sesekali meremasnya sehingga aku merasakan nikmat yang tak terhingga.</p> <p style="text-align: justify;">“Ukh,…teruskan yang “ kataku<br />“ Ikh besar sekali,panjang lagi “ katanya.<br />“ Ssssst ,”kataku sambil mengulum putting susunya yang makin menegang,tanganku kupergunakan untuk menurunkan cdnya .Kuusap perlahan gundukan daging empuk yang ditumbuhi bulu – bulu hitam halus ,dia menggelinjang kegelian dan kulanjutkan dengan menggelitik belahan memeknya hangat terasa.</p> <p style="text-align: justify;">“Akh,….teruskan pelan pelan “katanya sambil meremas penisku.Kemudian aku menurunka kulumanku pada susunya ke pusarnya ,dia mengangkat pinggangnya keenakan kuteruskan ciumanku pada memeknya dan menegang saat lidahku yang kasar menjilati memeknya yang merah merekah. Dia mengimbangi permainan lidahku dengan menggoyangkan pinggulnya bibirnya tak henti-henti mendesah .</p> <p style="text-align: justify;">“Sekarang giliranmu sayang “kataku padanya sambil menyodorkan penisku kemulutnya .Perlahan tapi pasti dia mulai menciumi batang kemaluanku yang sejak tadi menegang ,saat dia mulai mengulum penisku terbang rasanya menahan rasa nikmat .</p> <p style="text-align: justify;">Setelah itu kutelentangkan kekasihku yang putih,susunya yang mungil menggunung dengan memeknya yang merah merekah dibalik bulu- bulu hitam halus .Perlahan – lahan aku menaikinya ,kugosok-gosokkan penisku pada belahan memeknya dia meregang sambil mendesah tak karuan merasakan nikmatnya gosokkan penisku.Kemudian kutekan sedikit demi sedikit penisku pada memeknya ,pinggulnya naik seakan menyuruh agar penisku segera dimasukkan pada memeknya.</p> <p style="text-align: justify;">“Ayo,akh aaaaaaaakh teruskan sayangku” katanya sambil menarik pinggangku<br />“Baiklah ,sayang aku masukkan ya “ kataku sambil menekan penisku agar masuk lebih dalam lagi pada lubang memeknya perlahan karena takut dia kesakitan,sempit sekali.</p> <p style="text-align: justify;">“Aduh..,sakit Ang akh……..” katanya<br />“Sebentar juga hilang “ kataku,penisku keluar masuk memeknya yang terasa basah dan hangat.Rupanya ini pengalaman pertama baginya karena ada noda darah pada pangkal pahanya.</p> <p style="text-align: justify;">“Terus ….lebih cepat akh………ukh nikmat sekali kontolmu yang” katanya berani mungkin karena pengaruh rasa nikmat dari keluar masuknya penisku yang panjangnya 28 cm,penisku pun mulai merasakan nikmat dari gesekan dengan dinding dalam memeknya.</p> <p style="text-align: justify;">“Akh…….terus goyang pinggulmu “ kataku padanya,dan dia menuruti kataku menggoyangkan pinggulnya Tak lama dia mengerang sambil memelukku erat rupanya dia telah mencapai orgasme,dia berbaring lemas dibawaku sedangkan penisku masih menancap pada memeknya yang terasa basah .Terlihat ada air mata pada ujung kelopak matanya ,melihat itu aku segera berbisik padanya bahwa aku akan bertanggung jawab atas semua ini.Barulah dia berubah riang kembali dan aku mulai aktifitas kembali menaik turunkan penisku dan dia merespon gerakanku dengan bersemangat .Malam itu melakukannya sebanyak 6 kali sampai akhirnya tertidur pulas sampai pagi.</p><p style="text-align: justify;">Sumber:<a href="http://www.hasratseks.org/cerita-seks-memerawani-anak-kos/#more-146">xxxx</a><br /></p>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-43501865176305289402010-07-23T07:37:00.000-07:002010-07-28T08:55:16.669-07:00cerita seks sama Berondong<p style="text-align: justify;">Cerita kali ini akan coba membahas tentang <a href="http://www.hasratseks.org/">cerita seks</a> yang seru dan heboh. Pemerintah sendiri juga menyarankan untuk banyak membaca, nah untuk itu mari kita baca sama-sama bagaimana serunya <a href="http://www.hasratseks.org/category/cerita-seks-abg/">cerita seks abg</a> berikut ini. Ah.Om-om sudah pernah aku coba,kadang tu aku sampai-sampai kwalahan abis Dedek nya om kuat banget,aku jadi merem melek.Ada juga yang sudah klenger sebelum aku mencapai orgasme.Saatnya berburu lagi om-om asyik juga,kadang kantongnya tebel lumyan buat isi perur dan shoping di mall habisin waktu libur bersama teman.Bulan ini setelah sempat berkumpul-kumpul di cafe aku dan teman-temen sepakat untuk berlibur di suatu tempat.Aku dan temen2ku, Lina dan Sintia, weekend akhirnya di setujui untuk meluncur ke Anyer. Sintia nyewa cottage disana ya untuk bisa happy tentunya’. Kali ini mereka berdua gak bawa pasangannya masing2 itu ada maksudnya, karena memang kita ber3 mo berburu om om. Sebenarnya mereka mo bawa pasangannya, tapi karena aku gak punya pasangan tetap, gak jadi deh. “Kamu sih Nes, gak punya pasangan tetap”, protes mereka. “Ngapain punya pasangan tetap, banyak kok lelaki yang mo bikin Ines klepek2 sampe lemes”, aku membela diri. Akhirnya mereka mengalah. Kita nyampe di Anyer Jumat sore, banyak juga lelaki yang lalu lalang di pantai didepan cottage yang disewa Sintia. Ada yang bawa pasangan, tapi banyak juga yang sendirian. Segera kami ber3 memakai seragam wajib buat mejeng, bikini yang minim dan seksi. Kami bermain2 di pantai sambil melirik lelaki ganteng yang mondar mandir disana. Segera saja Lina dan Sintia dapat pasangan, mereka langsung cabut dengan pasangannya masing2 meninggalkan aku sendirian. Memang kalo pergi ber3, aku selalu yang paling akhir dapet pasangan. Aku berbaring saja di kursi yang banyak tersedia dipantai, sampe akhirnya ketiduran.</p> <p style="text-align: justify;">Aku terkejut ketika ada yang menyenggol2 kakiku. Aku membuka mataku. Ada seorang lelaki ganteng, badan tegap, pokoknya tipeku bangets deh, bertelanjang dada hanya mengenakan celana pendek gombrong. “Halo, aku Edo. Sori ya membangunkan kamu. Kok sendirian sech”, tanyanya. “Saya Ines. Tadi sih datengnya ber3, teetapi temen2 Ines pergi gak tau kemana sama pasangannya masing2. Jadi Ines sendirian deh, sampe ketiduran. Om juga sendiri, eh boleh kan manggil om”, jawabku. “Boleh aja, mau gak kamu nemenin om”. “Emangnya om juga sendirian ya kemarinya, itu mah diniatin karena disini pasti om juga nyari pasangan, nyarinya yang abg kan om?”. “Ah bisa aja kamu. Om kemari sama pasangan kok, sama istri. Gini Nes, om mau terus terang. Istri om pengen banget ngeliat om ngentot ama prempuan lain”. Dia terdiam sejenak memandangiku, melihat apa responsku terhadap keterus-terangannya. “aku hanya tersenyum2 saja. “Kok cuma senyam senyum Nes, kamu mau gak ama saya dan istri, threesome gitu Nes”. Aku senang aja dapet tawaran seperti itu, biasanya kalo aku ber threesome, lelakinya 2 sampe aku termehek-mehek (kaya acara tv aja yach) ngeladeninya. Aku sih gak yakin itu istrinya, paling juga TTM nya, tapi siapa perduli. “Ok om, Ines mau deh”. “ener ya Nes, terima kasih deh”. “Kok om milih Ines sih, tuh disana ada beberapa cewek yang sepertinya abg juga”. “Om dah survei mereka, om sreknya sama kamu Nes, om napsu banget liat kamu. Bikini kamu minim banget, toket kamu besar lagi. Jembut kamu lebat ya Nes”. “Kok om tau sech”. “La iyalah, bulutangan ama bulukaki kamu panjang2, terus kamu ada kumisnya. Pasti jembut kamu lebat banget, dan juga napsu kamu juga besar kan. Kamu pasti gak puas cuma maen 1 ronde. Iya apa iya?” “Om dah pengalaman rupanya ya”. “Yuk deh ke cottage om, istri om dah nunggu disana”. “Istri apa istri sih om”, godaku. Dia hanya senyum2 saja mendengar godaanku. Aku digandengnya ke cottagenya, melalui cewek2 abg yang lagi bercanda2, mereka semua juga berbikini. “Om, gak jadi nih ngajak kita?’, mereka mengganggu om Edo.</p> <p><span id="more-130"></span></p> <p style="text-align: justify;">Sesampainya di cottagenya, ada seorang wanita, belum tua tapi yang pasti bukan abg dan jauh lebih tua dari aku, juga berbikini. “Ini Lina, istri om”. “Saya Ines tante”. “Jangan panggil aku tante, belum tua kok dipanggil tante, panggil nama aja biar lebih akrab”, protesnya. Lina tubuhnya tinggi semampai, lebih tinggi dari rata rata wanita Indonesia. Kulitnya mulus, berwarna kuning langsat (kenapa harus kuning ? apa tidak ada warna lain? He.. he.. heee), wajahnya bernuansa oriental. Tapi herannya kenapa toketnya besar ya ? Biasanya tipe tipe seperti itu kan toketnya cenderung kecil. Ukuran bra nya 34C (sama dong seperti aku). Toketnya yang besar terlihat bergelayutan seakan akan mau meloncat dari dalam bra bikini nya. Pentilnya kelihatan jelas tercetak karena branya tipis. Perutnya rata bener, mungkin belum punya anak, apalagi dengan berlian yang ditindikkan di pusarnya sebentar sebentar berkilauan bila dia menggerakkan tubuhnya. Sedangkan pahanya, alamak, betul betul paha peragawati, mulus sekali. Belum lagi matanya yang redup sayu membuat laki laki yang ditatapnya merasa seperti dipanggil untuk mendekat.</p> <p style="text-align: justify;">Kamipun pergi ke belakang cottage. Rupanya om Edo menyewa cottage yang ada fasilitas kolam renang pribadi yang tertutup dari pandangan orang lain. Ditepi kolam renang ternyata sudah dipersiapkan semacam kasur angin ( seperti yang diiklankan di TV itu lho ).Disampingnya ada meja taman yang diatasnya terletak buah buahan, sebotol wine dan beberapa botol soft drink. Tentu saja ada juga tiga buah gelas kristal yang cantik. Tapi aku tidak tertarik dengan semua itu, karena setiba ditepi kolam renang, buru buru aku menceburkan diri ke air. Rupanya inisiatifku diikuti oleh mereka berdua. Kuperhatikan kontol om Edo ternyata sudah ngaceng dibalik celana gombrongnya, walaupun belum seratus persen. Tidak begitu lama kami berada diair. Kemudian kami bertiga duduk di kasur angin tersebut. Kini aku yang mengambil inisiatif. Kudorong tubuh om Edo supaya telentang dan kutarik tangan Lina untuk memegang kontol om Edo. Sedang aku sendiri cepat cepat memperamainkan toket Lina dari belakang sambil menciumi belakang telinga dan kuduknya. Diperlakukan demikian, apalagi sambil memegangi kontol om Edo yang sudah tambah mengeras, nafsu Lina rupanya cepat naik. Nafasnya agak memburu sedang mukanya sudah mulai memerah. Melihat itu om Edo mulai beraksi mengambil alih permainan. Sambil merebahkan tubuh Lina dikasur, aku disuruh menghisap menciumi toket Lina dari luar branya, sedang dia mulai menciumi paha sebelah dalam Lina, terus keatas, sampai ke daerah nonoknya. Sedang tangannya yang kiri mulai menggerayangi nonokku yang juga sudah mulai gatal. Permainan tidak berlangsung lama, om Edo segera melepas bikini Lina sehingga Lina sekarang bertelanjang bulat. Toketnya yang besar dan kencang dihiasi dengan sepasang pentil yang juga sudah mengeras. Jembutnya juga lebat, walaupun tidak selebat jembutku. Kemudian dia melepaskan bikiniku, paling akhir dia melepas celana gombrongnya. Kontolnya yang sudah ngaceng dengan kerasnya, berdiri mengangguk2, panjang dan besar sekali. Sampai dibelahan nonok Lina, tanpa basa basi mulut om Edo langsung menyerbu dan menjilat jilat sambil menghisap hisap itil Lina. Lina langsung menggelinjang hebat. Mulutnya mulai mendesis “Ouccggghhh…….” om Edo sadar bahwa dia harus memuaskan dua orang cewek secara bergantian dan berkali kali, maka tanpa membuang waktu lebih lama dia sodorkan kontolnya yang sudah ngaceng penuh itu ke belahan nonok Lina.</p> <p style="text-align: justify;">Dia menggosok gosokkan ujung kontolnya ke itil dan bibir nonok Lina. Tentu saja hal tersebut membuat Lina bergelinjang tidak keruan. Lina langsung memegang kontol om Edo yang luar biasa besar itu untuk dimasukkan kedalam nonoknya. Tidak mudah, mungkin karena nonok Lina masih sempit. Aku jadi semakin yakin bahwa Lina bukan istri om Edo. Kalo dia istrinya, harusnyaom Edo tidak sulit untuk membenamkan kontol gedenya di nonok Lina. Maka, sambil menghisap hisap toket Lina, jari jari nya menolong membuka bibir nonok Lina supaya bisa dilalui kontolnya. “Uuuccchhh…..mmmhhhh “ rintih Lina menahan rasa nikmat. Tak berapa lama kontol om Edo berhasil juga menyeruak kedalam nonok Lina, walaupun baru sebatas kepala dan separo batangnya saja. Itupun sudah membuat Lina menjerit tertahan merasakan nikmat . “ Oouugghhhh…maas, tteerruuussss ….. oouughhh … eennnaakkkk… “ celotehnya. Mukanya jadi merah membara, matanya membeliak beliak keatas, pahanya makin dilebarkan dan pinggulnya diangkat angkat keatas. Walaupun mulutnya masih terus menghisap hisap toket Lina, terdengar bisikannya padanya “ Goyang Lin, goyang pantatmu supaya kontol ku cepat bisa masuk seluruhnya “ Diapun menggoyang goyangkan pantatnya diringi dengan hunjaman keras kontol om Edo, maka blesss… amblaslah semua batang kontol om Edo. “Aaarrggccchhhh……” pekik Lina “Maas…… kkontttoll mu ……mmmhhhhh…eennaakkk sseekkalliii….” Setelah itu om Edo makin giat menghunjam hunjamkan kontol besarnya ke dalam nonok Lina yang makin menggelinjang gelinjang dengan hebatnya. Tubuhnya yang sudah basah dengan air itu makin basah lagi bercampur dengan keringat, sedang selangkangan dan jembutnya makin basah dengan cairan yang mulai keluar dari lubang nonoknya. Matanya makin membeliak beliak sambil mulutnya yang mungil itu ternganga nganga.</p> <p style="text-align: justify;">Akupun mulai berinisiatif lagi, lidahku mulai menjilati muka Lina, bibirnya, turun ke leher, dan akhirnya ke toketnya yang besar itu lagi. Tentu saja hal tersebut membuat tubuh Lina yang telanjang itu makin menggelinjang. Kurang dari setengah jam Lina kami perlakukan demikian ketika tiba tiba tangan Lina yang kanan mencengkeram erat erat tanganku, sedang tangannya yang kiri memeluk erat erat pinggang om Edo. Sambil mengangkat pinggulnya tinggi tinggi orgasmenya meledak diriringi teriakannya “Aaaarrrggghhh… Maaas ….oooccchhhhhhh……” Linapun terkapar sambil tangannya memegangi kontol om Edo yang tentu saja belum orgasme. Lina rupanya tidak ingin cepat cepat kehilangan kontol itu dari nonoknya.</p> <p style="text-align: justify;">Aku terpana sekali menyaksikan adegan itu. Tangankupun tanpa sadar telah mengelus elus nonok dan itilku sendiri. Tetapi sadar akan tugasnya untuk memuaskan diriku juga, maka dengan halus om Edo melepaskan kontolnya dari nonok Lina dan mengacungkannya padaku. Tentu saja hal itu kusambut dengan bahagia, kupegang kontol itu kuusap usap, kucium kemudian ku hisap hisap sambil kutelan sisa cairan dari nonok Lina yang menempel hingga bersih. Akupun ingin memamerkan kepiawaianku ngentot kepada Lina, maka setelah menghisap hisap kontol om Edo, kusuruh dia tidur telentang sehingga kontolnya mencuat keatas. Akupun segera menungganginya sambil berusaha memasukkan kontol om Edo kedalam nonokku, dan bleessss… masuklah kontol om Edo seluruhnya. Aku tergelinjang ketika ujung kontol om Edo menyentuh bagian paling sensitive didalam nonokku, tapi kuusahakan bagian itu tidak tersentuh dulu, supaya perngentotan ini berjalan agak lama. Beberapa saat menaik turunkan pantatku diatas tubuh om Edo. Ternyata Lina memperhatikan adegan ini, dan dengan mata terbelalak sambil mulutnya terbuka, dia bangkit duduk untuk menyaksikannya lebih dekat. “Hisap pentil toket om Edo, Lin.. “ suruhku pada Lina. Tentu saja Lina menurut, dan sambil menungging dihisap hisapnya pentil toket om Edo. Kesempatan ini rupanya dimanfaatkan oleh om Edo. Sambil merem melek keenakan, dia mulai mempermainkan itil Lina, dipencet pencetnya, digosok gosoknya, sehingga Lina menggelinjang gelinjang keenakan. Melihat muka Lina makin memerah, om Edo meminta persetujuanku untuk menuntaskan hasrat birahi Lina lagi. “Percayalah, aku tidak akan sampai ngecret ….” bisiknya. Akupun mengangguk setuju.</p> <p style="text-align: justify;">Kemudian dengan lembut toket Lina didorong sehingga dia rebah telentang. Om Edopun memulai lagi aksinya. Disedot sedotnya itil Lina sambil dijilat jilatnya dengan rakus. Aku makin terpana melihat wajah Lina yang mengeluarkan ekspresi yang sulit untuk kuceritakan. Pokoknya ekspresi untuk meminta segera dientot lagi. Mungkin om Edo sadar bahwa masih ada tugas selanjutnya yaitu mengentotiku, maka tanpa buang buang waktu segera diacungkannya kontolnya ke mulut Lina. Agak kikuk Lina menerima pemberian itu, tetapi karena tadi dia melihatku, mengelus elus, menjilat jilat dan menyedot nyedot kontol om Edo, maka diapun berusaha berbuat demikian. Hampir tidak masuk kontol om Edo kedalam mulut Lina yang mungil itu. Setelah beberapa saat dihisap hisap, kemudian om Edopun mencabut kontolnya dari mulut Lina dan langsung mengarahkannya ke tengah lobang nonok Lina dan …bleeesss………karena nonok Lina sudah banjir, hanya dengan sedikit kesulitan kontol om Edo sudah amblas seluruhnya kedalam lubang nonok Lina dan…..”Ooouuuggghhhhh…….” Pekik Lina lirih “ Teerruuuusssss……maaas….. ggennjjot llaggiiii ……..” pinta Lina sambil merem melek dan wajahnya memerah padam. Tanpa membuang buang waktu om Edopun langsung memompakan kontol besarnya secara cepat dan bertubi tubi didalam lubang nonok Lina. “Ughhhh….. ughhhhh….” Terdengar rintihan nikmat Lina dipadu dengan bunyi kontol om Edo keluar masuk nonok Lina yang makin banjir itu. Rupanya om Edo ingin perngentotan ini cepat selesai maka makin kencanglah kontolnya menyodok nyodok lubang nonok Lina. Rupanya karena termasuk golongan pemula dalam blantika perselingkuhan maupun tehnologi persetubuhan, Lina masih bersumbu pendek dan cepat mencapai puncak birahi karena belum setengah jam, tiba tiba tubuh Lina mengejang, pinggulnya diangkat tinggi tinggi sembari tangannya memeluk erat pinggang om Edo maka …… “Maaas… akkuuu ……. nyampeeee….. “ dan seiring dengan itu tangannya memeluk makin erat tubuh om Edo seolah tidak mau lepas lagi. Beberapa saat kemudian barulah dia tergeletak dengan lemas dibawah tubuh telanjang om Edo. Om Edopun tersenyum sambil melirik kearahku dan tangan nya mengelus elus rambut Lina. Rupanya Linapun keenakan diperlakukan demikian.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan lembut ditinggalkannya Lina yang telentang manja dan langsung menghampiriku. Akupun tahu diri, segera kutelentangkan diriku, kubuka pahaku lebar lebar sambil kutekuk lututku keatas. Tanpa basa basi om Edo langsung menyerbu diriku dan memasukkan kontolnya ke lubang nonokku. Jago benar dia, tusukan kontolnya bisa persis ditengah tengah lubang nonokku. Tentu saja aku tergelinjang menerima tusukan yang tiba tiba itu. Dan dengan nafsu yang membara karena sempat tertunda tadi, maka kulayani om Edo dengan sepenuh keahlianku. Kuempot empot kontol om Edo dengan nonokku, dan kugoyang goyang dengan hebat, sehingga walaupun memakan waktu agak lama dan mengeluarkan suara crot … crot … crot sekitar setengah jam lebih, maka om Edo dan akupun secara bersamaan melayang ke langit biru yang diselimuti kenikmatan dan …..” Ugghhhhh..ughhh….. om, Ines….. mmmau….. nyampee….. ogcchhhhh……..” “Aakkuuu….. jjuggaa…..mo ngecret, Nes……. aayyoo….bbaarrreeennggggggg…..” “ukkhhh… acchhhhh….. mmhhhhh…..” dan ……..sshhyyuuuurrrrrrrr…… seperti semburan Lumpur hangat lapindo di Sidoarjo sana nonokku dan kontol om Edo secara bersama sama menyemburkan cairan kenikmatan banyak sekali. Kontol om Edo tetap aku jepit erat erat dengan nonokku sehingga seluruh pejunya habis tertelan kedalam lubang nonokku. Tubuhku dan tubuh om Edo berpelukan erat sekali sambil bibir kami berpagutan.</p> <p style="text-align: justify;">Tentu saja hal semacam ini belum pernah dialami dan dilihat oleh Lina. Dengan keadaan terengah engah aku lirik Lina duduk bersimpuh dekat sekali disamping kami sambil mulutnya ternganga, wajahnya merona merah sambil tanpa sadar tangannya memijit mijit itilnya sendiri. Rupanya dia amat terangsang dan ikut terhanyut dengan pemandangan didepan matanya itu. Maka acara selanjutnya kamipun menceburkan diri ke kolam renang, bercanda sebentar dan kemudian mandi bertiga di kamar mandi. “Nes ….” Kata Lina tiba tiba sambil merangkul bahuku dari belakang. Kurasakan kedua pentil Lina menempel di punggungku. “Hmmh …” sahutku. “Terus terang aku tidak tahu harus berterima kasih bagaimana kepadamu. Perngentotan seperti tadi sama sekali tidak pernah kubayangkan. Bermimpipun tidak pernah. Aku tidak pernah membayangkan kok perngentotan bisa mendatangkan kenikmatan yang begitu hebat dalam diriku”. Rupanya Lina itu wanita yang kesepian, suaminya janrang sekali memberikan nafkah batin karena sibuk dengan pekerjaannya saja. Bertemu dengan om Edo gak tau dimana, Linapun membuat fantasi seksnya selama ini menjadi kenyataan. Malah dia menginginkan ber threesome, itulah sebabnya om Edo mengajakku untuk join dalam kegilaan ini. Terima kasih Lina.</p> <p style="text-align: justify;">Sepertinya semuanya belum puas dengan ngentot yang cuma seronde. Om Edo berbaring telanjang di kasur angin. Lina segera mengocok-ngocok kontolnya perlahan. Aku berjongkok di depannya. Lina mulai memasukkan kontol om Edo ke dalam mulutnya. Kepalanya mulai bergerak naik turun. Pipinya yang sedikit menonjol disesaki kontol om Edo. Sementara aku menciumi dan menjilati pahanya menunggu giliran. Sesaat kemudian, Lina mengeluarkan kontol om Edo dari mulutnya, dan aku langsung meraihnya dengan bernafsu. Kujilati terlebih dahulu mulai dari kepala sampai ke pangkal batangnya, dan perlahan aku mulai menghisap kontol om Edo. Om Edo menarik Lina dan menciuminya. Linapun membalas pagutan om Edo. Ciuman dan jilatannya kemudian beralih ke pentil om Edo, sementara kontolnya masih menjejali mulutku. Segera om Edo menarik Lina kedalam pelukannya. Om Edo menjilati pentilnya. “Ahh…ssstt…” erangan nikmat keluar dari mulut Lina. Erangan ini semakin keras terdengar saat jari om Edo mengusap-usap nonoknya.</p> <p style="text-align: justify;">“Sebentar ya Nes..”kata om Edo sambil mencabut kontolnya dari mulutku. Lina ditariknya sampai berbaring dan om Edo mengarahkan kontolnya ke nonok Lina. “Pelan-pelan ya mas.” desah Lina perlahan. Kontol om Edo mulai menerobos nonok Lina. Erangan Lina semakin menjadi. Tangannya tampak meremas sprei ranjang. Mulutnya setengah terbuka, dan matanya terpenjam. “Ahhhh…ahhhh” desah Lina saat om Edo mulai menggenjot kontolnya keluar masuk. Lina mulai menggelinjang merasakan kontol om Edo menghunjam ke nonoknya sementara aku menonton adegan itu dengan penuh napsu. Om Edo menghentikan enjotannya dan mengganti posisi, sekarang Lina yang diatas. Kembali kontol om Edo menerobos nonok Lina. “Ahhhh….” erangnya. Lina kemudian menggoyang-goyangkan tubuhnya turun naik mengocok kontol om Edo didalam nonoknya. Om Edo meraih aku kedalam pelukannya dan mencium bibirku. Toketku diremasnya dengan gemas, pentilku mendapat giliran selanjutnya. “Sstttthhhh….sstttt” erangku saat om Edo menjilati dan dengan gemas mengisap toketku. Sementara Lina masih menggoyang-goyangkan tubuhnya. Matanya terpejam. Om Edo memilin-milin pentil Lina sementara aku menjilati pentil om Edo. “Ahhhhh……” erang Lina panjang saat dia nyampe. Tubuhnya mengejang beberapa saat, kemudian lunglai di atas tubuh om Edo. Om Edo menciumi pundak Lina beberapa saat, sebelum digulingkan kesebelahnya.</p> <p style="text-align: justify;">“Giliranmu Nes..” katanya. Aku langsung menghentikan hisapanku pada pentilnya, dan dengan bergairah menggantikan posisi Lina. Aku menaiki tubuhnya dan kuarahkan kontol om Edo ke nonokku. “Ihhh..gede banget…iihhhh” desahku saat kontolnya menerobos nonokku. Dengan bernapsu aku menggoyang-goyangkan tubuhku. Toketku berguncang-guncang saat aku mengenjotkan pantatku turun naik. Terkadang om Edo menarik tubuhku agar dia bisa menghisapi pentilku. Bosan dengan posisi ini, om Edo minta aku menungging sambil memegang tepian bagian kepala ranjang. Disodokkannya kontolnya kembali ke dalam nonokku. Aku kembali mengerang. “Ihh..ihh..” desahku saat dienjot dari belakang. Lina tak berkedip melihat aku dientot secara “doggy-style”. “Sini Lin” om Edo memanggilnya. Saat dia menghampiri, langsung om Edo kembali menciumi Lina, sementara itu tangannya memegang pinggangku sambil sesekali menepuk-nepuk pantatku. “Ihh..ihh.. Ines nyampe om.” erangku saat aku nyampe. Dia melepaskan kontolnya dari nonokku. Aku ditelentangkannya dan segera kontolnya ambles lagi dinonokku. Om Edo dengan penuh napsu mengenjotkan kontolnya dengan cepat dan keras, keluar masuk menggesek nonokku, sampai akhirnya dia menjerit keenakan. Terasa ada semburan peju hangat didalam nonokku. Diapun terkulai. “Om mainnya hebat banget …” kata Lina sambil tersenyum. “Iya..kita berdua aja dibuat kewalahan…”sahutku sambil mengusap-usap dadanya. “Habis kalian cantik-cantik sih. Jadi nafsu nih” jawabnya. “Kita sih puas banget deh dientot mas, lemes tapi nikmaat banget, ya Nes” kata Lina. “Yang gemesin ini lho..gede banget ukurannya” kataku sambil mulai mengusap-usap kontolnya. “Iya.Rahasianya apa sih om?” TKurasakan kontolnya mulai mengeras lagi, luar biasa.</p> <p style="text-align: justify;">“Mas, buat kenang-kenangan Lina video ya..” ujar Lina tiba-tiba, sambil bangkit mengambil HPnya. “Jangan ah. Udah nggak usah” om Edo menolak. “Ah..nggak apa mas. Habis kontolnya gemesin banget deh..Lina nggak ambil mukanya kok..” sahutnya. “Awas, bener ya. Jangan kelihatan mukanya lho” kata om Edo lagi. “Mas berdiri di sini aja biar lebih jelas. Terus kamu isepin Nes.. Ntar gantian” kata Lina. Om Edo bangkit dan berdiri di samping ranjang. Aku kemudian berjongkok di depannya, dan mulai menjilati kontolnya. “Rambut kamu Nes..jangan nutupin” kata Lina sambil mulai merekam adegan itu. Om Edo membantu aku menyibakkan rambutku dan aku mulai mengulum kontolnya sambil mengelus-elus biji pelernya. Lina merekam adegan itu dengan antusias. Om Edo mengerang nikmat, sambil membantu menyibakkan rambutku. Cukup lama aku mengemut kontolnya. Sementara tampak Lina sangat terangsang melihat aku menikmati kontol om Edo. “Nes..gantian dong..” katanya beberapa saat kemudian. Hpnya diserahkan ke aku, dan gantian Lina sekarang yang berjongkok di depan om Edo. Disibakkannya rambutnya kesamping agar aku dapat merekam adegan dengan jelas. Dijilatinya perlahan seluruh kontol om Edo. Lubang kencingnya digelitik dengan lidahnya, kemudian mulutnya mulai mengulum perlahan kontol om Edo. “Jangan pakai tangan Lin..” kataku yang sedang merekam adegan itu. Lina kemudian melepas tangannya yang memegang kontol om Edo, dan ia memaju mundurkan kepalanya. Sesaat kemudian dia mengeluarkan kontol dari mulutnya dan, tetap dengan tanpa memegang kontol, Lina menjilatinya sambil bergumam gemas. Kemudian dihisapnya kembali kontol om Edo dengan bernafsu. Diperlakukan seperti itu, om Edo gak tahan lagi. “Arrghh.. hampir ngecret nih..” erangnya.”Om yang ambil ya..” kataku sambil menyerahkan hp padanya. Aku kemudian berjongkok bersama dengan Lina. Kontol itu kukocok-kocoknya. Om Edo tidak tahan lagi. Sambil merekam adegan, dia ngecret membasahi muka kami. Setelah beristirahat sejenak, om Edo meminta hp Lina. Dia ingin memastikan wajahnya tidak terlihat di rekaman video yang tadi diambil. Kemudian mereka berdua masuk kedalam, aku masih berbaring di kasur, tak lama kemudian aku ketiduran. Hari sudah gelap.</p> <p style="text-align: justify;">Aku terbangun karena ada mencium bibirku. Om Edo duduk dikasur, aku ditariknya duduk disebelahnya. Napsuku bangkit dengan sendirinya. Segera tanpa membuang-buang waktu lagi om Edo menyambar tubuhku. Dilumatnya bibirku dan tangannya beraksi meremas toketku. “Hhhmm..gimana Nes? Udah siap dientot lagi?” “Lina kemana om?’ “Lagi tiduran dikamar, aku pengen ngentotin kamu sendirian deh Nes”. Kurasakan hembusan nafasnya di telingaku. Tangan gempalnya mulai meremasi toketku, sementara tangan yang lainnya mulai mengelus-elus pahaku. Aku hanya bisa menikmati perlakuannya dengan jantung berdebar-debar. Tangan yang satunya juga sudah mulai naik ke bagian selangkangan lalu dia menggesekkan jarinya pada daerah itilku. Toketku diremas, dibelai, dan dipelintir pentilnya, sambil tangan satunya tetep menggesek itilku. Aku melenguh kenikmatan. Tiba2 dia mendorongku telentang dikasur, dibentangkannya pahaku lebar-lebar, tangannya mulai merayap ke bagian selangkanganku. Jari-jarinya mengusap-ngusap bagian permukaannya saja lalu mulai bergerak perlahan-lahan diantara kerimbunan jembutku, jarinya mencari liang nonokku. Perasaan nikmat begitu menyelubungiku karena hampir semua daerah sensitifku diserang olehnya dengan sapuan lidahnya pada leherku, remasan pada toketku, dan permainan jarinya pada nonokku, serangan-serangan itu sungguh membuatku terbuai. Kedua mataku terpejam sambil mulutku mengeluarkan desahan-desahan “Eeemmhh..uuhh”. Kontol besarnya sudah mengeras dan mengacung siap memulai aksinya. Aku terbelalak memandang kontol hitam itu, panjangnya memang termasuk ukuran rata-rata, namun diameternya itu cukup lebar, dipenuhi dengan urat-urat yang menonjol. Dengan lembut dibelainya pipiku, lalu belaian itu perlahan-lahan turun ke bahuku. Direngkuhnya aku dalam pelukannya. Tangannya bergerak menjelajahi tubuhku. Dia mengencangkan remasan pada toketku kananku sehingga aku merintih kesakitan “Aaakkhh..sakit om!”. Dia hanya tertawa terkekeh-kekeh melihat reaksiku. “Uuuhh..sakit ya Nes, mana yang sakit..sini om liat” katanya sambil mengusap-usap toketkuku yang memerah akibat remasannya. Dia lalu melumat toketkuku sementara tangan satunya meremas-remas toketku yang lain. Perlahan-lahan akupun sudah mulai merasakan enaknya. Tubuhku menggelinjang disertai suara desahan saat tangannya mengorek-ngorek liang nonokku sambil mulutnya terus melumat toketku, terasa pentilku disedot-sedot olehnya, kadang juga digigit pelan atau dijilat-jilat. Kini mulutnya mulai naik, jilatan itu mulai kurasakan pada leherku hingga akhirnya bertemulah bibirku dengan bibirnya yang tebal itu. Naluri sexku membuatku lupa akan segalanya, lidahku malah ikut bermain dengan liar dengan lidahnya sampai ludah kami bertukar dan menetes-netes sekitar bibir.</p> <p style="text-align: justify;">Om Edo lalu berlutut sehingga kontolnya kini tepat dihadapanku yang sedang telentang dikasur. Dia menggosokkan kontolnya pada wajahku. Aku mulai menjilati kontol hitam itu mulai dari kepalanya sampai biji pelernynya, semua kujilati sampai basah oleh liurku. Semakin lama aku semakim bersemangat melakukan oral sex itu. Kukeluarkan semua teknik menyepong-ku sampai dia mendesah nikmat. Saking asiknya aku baru sadar bahwa posisi kami telah berubah menjadi gaya 69 saat kurasakan benda basah menggelitik itilku. Dia kini berada di bawahku dan menjilati belahan nonokku, bukan cuma itu dia juga mencucuk-cucukan jarinya ke dalamnya sehingga nonokku makin lama makin basah saja. Aku disibukkan dengan kontolnya di mulutku sambil sesekali mengeluarkan desahan. Aku sungguh tidak berdaya oleh permainan lidah serta jarinya pada nonokku, tubuhku mengejang dan cairan nonokku menyembur dengan derasnya, aku telah dibuatnya nyampe. Tubuhku lemas diatas tubuh nya dan tangan kananku tetap menggenggam batang kontolnya.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah puas menegak cairan nonokku, dia bangkit berdiri di kasur. Tangan kokohnya memegang kedua pergelangan kakiku lalu membentangkan pahaku lebar-lebar sampai pinggulku sedikit terangkat. Dia sudah dalam posisi siap menusuk, ditekannya kepala kontolnya pada nonokku yang sudah licin, kemudian dipompanya sambil membentangkan pahaku lebih lebar lagi. Kontol yang gemuk itu masuk ke nonokku yang cukup sempit. Dia terus menjejalkan kontolnya lebih dalam lagi sampai akhirnya seluruh kontol itu tertancap. “Ooohh..nonok kamu lebih peret dari nonok Lina, Nes, nikmat banget deh”. Aku senang juga mendengar pujiannya. “Ines juga nikmat om, kontol om gede banget”. “Kamu belum pernah ngerasain kontol gede ya Nes”. “Yang gede sering om, tapi yang segede kontol om baru kali ini, enjot terus om, nikmaaat”. Puas menikmati jepitan dinding nonokku, pelan-pelan dia mulai menggenjotku, maju mundur terkadang diputar. Kurasakan semakin lama pompaannya semakin cepat sehingga aku tidak kuasa menahan desahan, sesekali aku menggigiti jariku menahan nikmat, serta menggeleng-gelengkan kepalaku ke kiri-kanan sehingga rambut panjangku pun ikut tergerai kesana kemari. Tampangku yang sudah semrawut itu nampaknya makin membangkitkan napsunya, dia menggenjotku dengan lebih bertenaga, bahkan disertai sodokan-sodokan keras yang membuatku makin histeris. Kemudian tangan kanannya maju menangkap toketku yang tergoncang-goncang. Hal ini memberi perasaan nikmat ke seluruh tubuhku.</p> <p style="text-align: justify;">Setengah permainan, dia mengganti posisi. Aku disuruhnya nungging di dipan. Dari belakang dia sedang mengagumi tubuhku dan mengelus-ngelusnya. “Nah, ini baru namanya pantat” dia meremas bongkahan pantatku dengan gemas dan menepuknya. Saat dia mulai mengelus nonokku tanpa sadar aku malah merenggangkan kakiku sehingga dia makin leluasa merambahi daerah itu. Dia mulai mempersiapkan kembali kontolnya dengan menggosok-gosokkan pada bibir nonok dan pantatku. Kemudian dia menyelipkan kontolnya di antara selangkanganku lewat belakang. Aku mendesis nikmat saat kontol itu pelan-pelan memasuki nonokku. Kakiku mengejang ketika menerima sodokan pertamanya yang dilanjutkan dengan sodokan-sodokan berikutnya. Mulutku mengap-mengap mengeluarkan merintih terlebih ketika tangannya meremas-remas kedua toketku sambil sesekali dipermainkannya pentilku yang sudah mengeras. “Ooohh.. enak banget deh ngentotin kamu Nes!” celotehnya. Tusukan-tusukan itu seolah merobek tubuhku, hingga 15 menit kemudian tubuhku bagaikan kesetrum dan mengucurlah cairan dari nonokku dengan deras sampai membasahi pahaku. Aku merintih panjang sampai tubuhku melemas kembali, kepalaku jatuh tertunduk, nafasku masih kacau setelah nyampe sekali lagi. Aku mengira dia juga akan segera mengecretkan pejunya, ternyata perkiraanku salah, dia masih dengan ganas mengenjotku tanpa memberi waktu istirahat. Rambut panjangku ditariknya sehingga kepalaku terangkat. Sudah cukup lama aku digenjotnya namun belum terlihat tanda-tanda akan ngecret. Variasi gerakannya sangat lihai sampai membuatku berkelejotan, juga staminanya itu sungguh diluar dugaan. Mendadak dia menarik lepas kontolnya, aku sudah siap menerima semprotan pejunya, namun ternyata kontol itu masih mengacung dengan gagahnya.</p> <p style="text-align: justify;">Om Edo lalu duduk, “Sini Nes, om pangku!” suruhnya. Aku menurut saja dan tanpa diminta lagi aku naik ke pangkuannya, aku menuntun kontolnya memasuki nonokkku. Begitu kuturunkan pantatku langsung aku bergoyang di pangkuannya, dia pun membalas gerakkanku dengan menaik turunkan pantatnya berlawanan denganku sehingga tusukannya makin dalam. Wajahnya dibenamkan pada belahan toketku, tangannya yang tadi mengelus-ngelus punggungku mulai meraba toketku, mulutnya menangkap toketku yang satu lagi. Toketku disedot dan dikulumnya, kumisnya yang terkadang menyapu permukaan toketku memberi rasa geli dan sensasi yang khas. Kunaik-turunkan tubuhku dengan gencar sampai dia melenguh-lenguh keenakan, “Uuugghh..nonok kamu enak banget, Nes”. esahanku bercampur baur dengan lenguhannya. Kepalaku tengadah disertai lolongan panjang dari mulutku saat aku nyampe lagi, cairan nonokku kembali tercurah sampai membasahi dipan, secara refleks aku juga mempererat rangkulanku hingga wajahnya makin terbenam pada toketku. “Om, kuat banget sih ngentotnya, Ines dah beberapa kali nyampe, om belum ngecret juga, lemes om”. “Tapi nikmat kan?”</p> <p style="text-align: justify;">Kemudian dia melepaskan kontolnya dan menyuruhku berlutut di hadapannya, diraihnya kepalaku dan didekatkan pada kontolnya yang lalu kujilati dan kusedot, rasanya sudah bercampur dengan cairan nonokku. Ketika tanganku sedang mengocok sambil menjilatinya tiba-tiba dia melenguh panjang dengan wajah mendongak ke atas, “Nes, aku mau ngecret, di nonok kamu ya”. Segera aku dibaringkan didipan, dia menaiki aku dan sekali enjot kontol besarnya langsung ambles semuanya di nonokku. Dienjotkannya kontolnya keluar msuk dengan cepat dan akhirnya, “Ooohh..Nes, aku ngecret” dan disusul ‘creett..creet..’ pejunya menyemprot dengan deras didalam nonokku, terasa sekali semburan kuatnya menghangati bagian dalem nonokku. Demikian lelahnya aku, sampai tubuh seperti lumpuh dan mata terasa makin berat. Sebelum kembali terlelap aku masih sempat mendengarnya berkata dekat kupingku “nonok kamu enak banget, aku jadi ketagihan nih!”</p><p style="text-align: justify;">Sumber:<a href="http://www.hasratseks.org/cerita-seks-kubuat-dia-tak-berkutik-dengan-goyangan-seks-ku/#more-130">xxxx</a><br /></p>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-10329041917458381632010-07-23T07:33:00.000-07:002010-07-27T03:40:09.574-07:00Cerita seks ML dengan teman saat kemping<p style="text-align: justify;"><a href="http://www.hasratseks.org/">Cerita Seks Dewasa</a> – ALam pun akan berputar tak akan berhenti,Bumipun pada saatnya akan hancur’ini menandakan kiamat’,seperti apa yang dikishakan strat movie “2012′yang membikin heboh dan kontrofersi banyak orang.Hi,,,”seram,film ini menadakan bencana banjir bandang yang luar biasa hebatnya merenggut banyak nyawa,tapi film ini ada sisi heronya”ada beberapa orang yang lolos dari kejadian maut itu,Tapi saatnya meredam cerita horor,aku akan kembali untuk berbagi cerita dimana faedah dari kejadian ini sebenernya harus bersyukur pada alam,tapi mengapa malah dengan panorama alam yang indah ada suasana sex yang tidak bisa dihindarkan,Cerita ini mengankat sisi kehidupan,Mengenal alam yang di ciptakan oleh Tuhan memang begitu indah begitu besar isi dunia ini betapa kecil kala kita memandang langit,hidup bersama alam membuat kita semua Tahu bahwa Tuhan itu ada memberi didalam seluruh jagad raya ini.Sebagai manusia kita harus mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan tanpa tidak merusak dan memunahkan pemberiannya.Siapa yang wajip melakukan itu semua,selain para generasi muda yang berbudi luhur dan cinta terhadap Tuhan.Hal ini bisa ditunjukkan sejak dini,misal dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang bersifat alam dengan mengikuti ekstrakulikuler “lintas alam’.ekskul ini biasa di lencanakan oleh lembaga-lembaga sekolah.Aku mau berbagi kisah menarik soal pengalamna saat melakukan hal yang bernuansa alam.Kejadian ini aku tulis dalam sebuah diari besarku yang akan ku ingat selalu.Dan saat ini aku akan ceritakan kembali kepada para pembaca.inilah ceritanya semoga kejadian ini bisa menjadi sorotan dan hal rekomendasi dalam hidup.</p> <p><span id="more-112"></span></p> <p style="text-align: justify;">Suatu hari, kelompok PX mengadakan acara berkemah di hutan selama tiga hari. Pesertanya selain anggota kelompok, juga klub pecinta alam di smu-smu. Tapi untuk keselamatan mereka, kondisi badan mereka juga diperiksa terlebih dulu. Selain itu, peserta dibagi dalam regu-regu yang masing-masing terdiri dari empat anggota kelompok PX dan dua orang dari smu. Sebelum berangkat ke lokasi, semua peserta berkumpul di sekretariat klub kami untuk pembagian regu dan penjelasan mengenai medan yang dilalui dan tugas-tugas apa saja yang harus dilakukan tiap regu. Dalam reguku, dari kelompok PX, ada Doni, Rima, Lydia, Mirna, dan aku. Di sana aku berkenalan pula dengan dua anggota reguku dari peserta smu. Laila, siswi kelas 3 yang cukup manis dan Johan, yang ternyata masih kelas 2. Setelah mengepak perlengkapan dan meletakkannya ke dalam bis, kami naik dan mulai menuju lokasi yang kurang lebih 230 km dari sekeretariat kami. Johan ternyata memilih duduk disampingku. Ia tampak sangat antusias mengenai perjalanan ini, ia bertanya banyak hal dan pembicaraan itu cukup mengakrabkan kami berdua. Setelah beberapa lama, aku mulai memperhatikan bahwa Johan bisa dibilang cukup berotot dibandingkan remaja lain seusianya. Wajahnya cukup tampan dan kulitnya putih. Rambutnya mengingatkan aku pada rambutku sendiri sebelum aku lulus dan kupanjangkan sampai sebahu seperti sekarang. Pakaiannya menunjukkan kalau dia anak orang yang cukup berada. Saat pandanganku mengarah pada celananya, aku cukup terkejut karena tonjolan yang ada di tengah pangkal kedua pahanya tampak lebih besar daripada punyaku sendiri. Padahal aku cukup bangga dengan ukuran “Senjata”-ku yang bisa mencapai 18 cm. Semakin lama aku semakin penasaran tentang ukuran sejatanya itu, tapi aku belum berani menanyakan kepada Johan. Tidak tahu kenapa, senjataku itu lalu pelan-pelan bangun. Karena kami berangkat kira-kira jam 9.30 pagi, jadi sesampainya kami di sana sudah cukup siang. Panitia menjelaskan sekali lagi tentang tugas-tugas masing-masing regu. Selanjutnya acara pun dimulai. Setiap regu mulai menelusuri rute yang ditetapkan.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah hari hampir gelap dan kami telah menemukan tempat yang cukup luas, kami kemudian membangun dua tenda, satu untuk perempuan dan satu untuk laki-laki. Aku, Laila, dan temanku yang lain membuat api unggun dari kayu bakar yang sudah dibawa dari sekretariat tadi. Setelah cewek-cewek berganti baju, tugas mereka untuk memasak, sedangkan sekarang giliran kami yang cowok untuk berganti baju. Saat Johan melepas bajunya, aku bertambah yakin kalau anak ini sering berlatih beban, otot-ototnya tebal dan membentuk. Aku masih mengawasinya, ia lalu melepas celananya dan.. Oh! ternyata ia tidak memakai celana dalam. Aku rasa itulah yang membuat tonjolan yang tampak lebih besar dari punyaku. Kulihat penis Johan yang sedang “Tidur”, ternyata sedikit lebih besar dari punyaku. Johan telanjang bulat sekarang, sedangkan Doni hanya menggunakan celana dalam saja. Aku sendiri sudah sering melihat tubuh Doni yang cukup seksi telanjang saat berkemah dan kami cukup akrab. Tapi tidak terjadi apa-apa, meskipun aku dengan susah apayah menahan nafsuku, setiap kali Doni memperlihatkan perutnya yang rata. Yang sangat menarik perhatianku kini adalah anak SMU ini.. Rambut hitam yang cukup tebal menghiasi sekeliling penis Johan, demikian juga di ketiaknya. Ia tidak tampak seperti bocah berusia 17 tahun, malahan.. sangat dewasa. “Lho, Mas Fer, nggak ganti baju?” suara Johan mengagetkanku. “Oh, ya. Nanti saja”, ujarku sambil mencari bajuku di tas. Aku baru sadar kalau belum membuka selembar pun pakaianku. Rupanya aku terlalu sibuk memperhatikan tubuh Johan. Kutunggu mereka semua keluar, dan saat mulai berganti bahu, aku sadar bahwa ereksiku sudah penuh, dan dari luar celana jeans-ku tampak tonjolan yang cukup besar. Aku jadi bertanya-tanya apakah Johan atau Doni tadi menyadari bahwa aku sedang terangsang. Malam itu seperti acara perkemahan yang lain, diisi dengan main musik, menyanyi, dan ngobrol. Tapi semua tak berlangsung terlalu lama karena kami semua lelah dan ingin segera tidur. Kami dapat telentang dengan cukup leluasa, karena tenda kami hanya diisi tiga orang, sedang di tenda cewek diisi empat orang. Di sebelahku Doni yang tidur dengan cepat sekali, dan di sampingnya lagi Johan. Meskipun aku juga merasa sangat capai, tapi aku hampir tidak bisa tidur karena teringat akan tubuh Johan yang putih mulus dan berotot. Dari tempatku, aku tidak bisa melihat keadaan Johan, hal ini lalu membuatku berfantasi yang bukan-bukan. Untunglah akhirnya aku bisa juga tidur meskipun tidak begitu nyenyak. Esok paginya ternyata aku dan Johan ketiduran, yang lain sudah mandi dan sedang makan.</p> <p style="text-align: justify;">Akhirnya setelah makan, aku dan Johan bertugas untuk mencari kayu bakar, karena sudah habis untuk menghangatkan makanan kami. Teman-temanku menunjukkan jalan untuk mencapai sungai, bila kami ingin mandi. Aku dan Johan kemudian pergi ke dalam hutan. Kira-kira satu jam kemudian, kami sudah masuk hutan cukup dalam dan kayu yang kami kumpulkan juga cukup untuk hari itu. Aku mengajaknya kembali ke kemah, tapi Johan rupanya ingin mandi dulu. “Memangnya kamu bawa handuk?” “Iya, tadi waktu Mas Ferry ngambil parang, aku ngambil handuk. Ayolah Mas, sama-sama nanti handuknya kan bisa gantian.” “Nggak lah, aku ngasih kayu ini dulu, biar temen-temen nggak nyariin kita.” “Okelah, sampai nanti ya Mas!” Kami berpisah di situ dan aku berbalik menuju kemah. Tapi setelah dua-tiga menit aku baru sadar kalau Johan anak baru, jangan-jangan dia tidak bisa kembali dan tersesat dalam hutan. Lalu aku tinggalkan kayu bakar di sana dan kembali menyusul Johan. Ia sudah tidak tampak lagi, aku langsung pergi ke sungai yang diceritakan temanku tadi. Di sana, aku menjumpai Johan sedang berdiri di tepi sungai membelakangiku dan.. telanjang. Aku putuskan untuk mengamatinya dulu sebelum menyusul. Aku ingin melihat seluruh tubuh Johan yang seksi sekali lagi. Semua ingatan tentang Johan yang sedang melepas bajunya memenuhi ingatanku dan pelan-pelan penisku ereksi. Tiba-tiba aku perhatikan, tangan kanan Johan berada di depan tubuhnya sehingga tidak bisa kulihat, tapi aku yakin kalau tangan itu sedang bergerak maju dan mundur dengan pelan.. Johan sedang onani di depan mataku! Melihat pemandangan itu, aku pun tak sabar lagi.</p> <p style="text-align: justify;">Nafsu memenuhi diriku dan aku nekad. Aku berjalan menuju bocah seksi itu sambil memanggil namanya. Johan menoleh ke arahku dan tampak sangat terkejut. Aku bisa lihat kalau dia agak terengah-engah, dari dadanya yang kembang-kempis. Saat aku sudah di sampingnya, aku lihat penisnya masih tegang, bahkan pucuknya sudah berwarna merah tua. Yang mengejutkanku, ukurannya berlipat dari kemarin, melebihi ukuran penisku saat tegang, mungkin sekitar 22 cm. “Eh.. e.. Mas Ferry nggak jadi kembali ya? Kenapa?” tanya Ferry dengan suara yang agak tersengal. “Iya, soalnya badan nih rasanya gerah. Kamu nggak merasa gerah?” Aku lalu mulai melucuti pakaianku sampai akhirnya bugil seperti Johan. Johan sepertinya memperhatikan tubuhku, mungkin karena ini yang pertama kalinya ia melihat aku bugil. “Johan, kok bengong? Gerah nggak?” “Oh, oh.. iya gerah.” “Ya pasti, soalnya kamu habis main sih.” “Ma.. main?” “Mas Ferry lihat kok tadi.” Aku melihat wajahnya, dia menunduk mungkin malu ketahuan. “Udah, gitu aja dipikirin. Mas Fer juga sering kok main sendiri. Tapi lebih seru kalau kita main berdua.” Johan tampak terkejut dan sebelum dia mencerna lebih jauh ucapanku, aku mendekapnya dengan erat. Johan berontak, tapi aku mendekapnya lebih erat lagi. Aku merasakan penis Johan yang panas dan tegang menekan perutku. “Mas Fer, lepas, Mas! Apa-apaan nih?” Johan setengah berteriak. “Sstt.. tenang aja! Kita main. Pasti seru dan enak! Aku udah nggak tahan.. kamu terlalu seksi!” “Mas, jangan!” Kini suara Johan lebih mirip erangan daripada teriakan, dan ini membuatku semakin terangsang. Kucium dan kujilati lehernya, aku ingin dia merasakan gejolak nafsu yang aku rasakan saat itu. Dia terus meronta dalam pelukanku yang kuat sambil bergumam, “Mass.., jangann.., Mass..!” Erangan Johan membuatku makin ganas, selesai kujilati lehernya, aku ambil kepalanya dengan tangan kiriku sementara tangan kananku masih mendekapnya. Kudekatkan wajahnya dengan wajahku, dan kucium dia dengan penuh nafsu. Saat itu, aku sadar bahwa Johan juga menginginkan “Permainan” ini, lidahnya dengan terampil membalas ciumanku, sedang kedua tangannya membelai rambut panjangku, menekan wajahku agar bibirku tetap menempel pada bibirnya. Kuputuskan mengambil langkah lebih jauh, kupegang senjata Johan yang dari tadi tegang dan menekan-nekan pusarku.</p> <p style="text-align: justify;">Kuelus pelan, dan kemudian aku genggam sebelum akhirnya aku kocok. Johan tersentak sedikit, ia melepaskan ciumannya dan mulai mendesah, “Aduh, Mas! Ahh.. uuhh..!” “Jangan, Mas! Ini.. ini..” “Ini nikmat khan Johan? Hmm?” sambungku sambil terus memompa penis putih itu. “Ohh.. iya, Mass.. teruss.. enakk..” Kulihat Johan memejamkan matanya sambil menengadah, menikmati betul-betul gesekan jariku pada senjatanya. Tampaknya kerjaku sangat baik.. Perlahan kurasakan kedua tangannya turun dari kepalaku, meyusuri punggungku dan sampai pada kedua pantatku. Johan meremas-remasnya, seirama dengan kocokan tanganku pada penisnya. Beberapa saat kemudian, Johan menggeliat, hampir lepas dari dekapanku. “Mass.. bentar lagi nih.. aku.. nggak kuatt..!” “Agghh!” Crott.. crott.. crott..! Senjata Johan memuntahkan peluru maninya, membasahi tubuhku dan tubuhnya sendiri pula, karena Johan belum lolos dari pelukanku. Air maninya yang hangat terasa sangat nyaman di dada dan perutku. Tubuh padat Johan menggelinjang, mengisyaratkan kenikmatan yang Johan rasakan. Tubuhnya yang berotot dan dibasahi keringat, menggeliat dalam pelukanku, memberiku pengalaman erotis dan membuat nafsuku bergelora, wajahku terasa panas. Aku terus memompa penis Johan, aku ingin menguras isinya. Dan satu tembakan lagi keluar.. menyentuh daguku.. Kuremas penis Johan yang mulai lemas. “Mass.. ahh.. enakk.. enak bangett..!” Kulihat wajah Johan yang tersenyum puas dan merona merah. Penis Johan terus kuremas dan terasa semakin lemas.. “Aduhh.. Mas! Ampun! Enak banget! Terusin..!” Kueratkan lagi remasanku pada penisnya, agar Johan benar-benar puas. “Ohh! Ampun.. ahh!” dan akhirnya Johan jatuh terduduk dihadapanku. Pasti seluruh tubuhnya lemas, sampai-sampai kakinya tak mampu menopang dirinya sendiri. Johan masih tersengal-sengal, mencoba mendapatkan udara lebih banyak, menghimpun tenaganya lagi.. Tapi aku sudah tidak tahan. Penisku yang sedari tadi tegang, kuusapkan pada pipinya, dan lalu kumasukkan dalam mulutnya. Kehangatan rongga mulut Johan terasa sungguh nikmat.</p> <p style="text-align: justify;">Johan terbelalak, nampaknya ia masih susah bernapas. Kurengkuh kepalanya, dan kugerakkan maju mundur. Johan sudah bisa beradaptasi, lidahnya ternyata juga terampil memanjakan batang kejantananku. Dia terus mengulum kemaluanku, dan sekali lagi meremas pantatku. Aku memanjakan diriku sendiri dengan memencet-mencet puting susuku. Dan aku meratakan sperma Johan yang tadi membasahiku dengan tanganku yang lain. Ohh.. sungguh nikmat. “Ahh.. Johan.. kamu pinter bangett.. Ayo.. terusinn..!” Beberapa detik kemudian aku merasakan denyutan di zakarku. “Johann.. aku.. aku.. mau..” Johan semakin ganas dan dengan segera spermaku membanjiri mulut dan tenggorokannya. “Oohh! Yess..! Ahh..!” Begitu banyak.. hingga sebagian ada yang menetes keluar dari sudut-sudut bibirnya. Aku pejamkan mata, merasakan betul kenimatan yang kurasakan, ketika Johan menjilati pusarku dan terus ke atas, menjilati sisa-sisa spermanya sendiri.</p><p style="text-align: justify;">Sumber:<a href="http://www.hasratseks.org/cerita-seks-kusetubuhi-temanku-saat-camping/#more-112">hasrat seks</a><br /></p>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-81539600145241406972010-07-23T07:27:00.001-07:002010-07-25T00:38:35.067-07:00Cerita seks Tentang pemerkosaan<p style="text-align: justify;"><a href="http://www.hasratseks.org/">Cerita Seks</a> yang akan saya coba kupas adalah mengenai <a href="http://www.hasratseks.org/cerita-seks-pemerkosaan-seru/">cerita seks pemerkosaan</a> yang menjadi sebuah kenikmatan. Gimana cerita sesungguhnya ? simak saja ceritanya sebagai berikut. Suasana haru mengirnigi perceraian ortuku,Itu aku sangat terpuruk atas kejadian naas,aku tak lagi percaya semua itu.Tapi mereka semua tetep suport aku untuk selalu belajar aku menatap kehidupan yang cerah dan terarah.TIdak seperti kisah orang tuaku yang gagal dalam membina rumah tangga,anak nya”aku”menjadi korban atas ke egoisan mereka.Tapi aku terima dengan iklas dengan apa yang sedang menimpaku berharap ada sebuah keajaiban pada akhirnya.Hingga aku berhasil dalam memasuki pergurang tinggi Negri kedua ortu bangga terhadapku,Aku senang walau kadang aku tak percaya bahwa mereka tak bersama kulagi.Keluargaku saat itu hidup berkecukupan. Ayahku yang berkedudukan sebagai seorang pejabat teras sebuah departemen memang memberikan nafkah yang cukup bagiku dan ibuku, walaupun ia bekerja secara jujur dan jauh dari korupsi, tidak seperti pejabat-pejabat lain pada umumnya.</p> <p style="text-align: justify;">Dari segi materi, memang aku tidak memiliki masalah, begitu pula dari segi fisikku. Kuakui, wajahku terbilang cantik, mata indah, hidung bangir, serta dada yang membusung walau tidak terlalu besar ukurannya. Semua itu ditambah dengan tubuhku yang tinggi semampai, sedikit lebih tinggi dari rata-rata gadis seusiaku, memang membuatku lebih menonjol dibandingkan yang lain. Bahkan aku menjadi mahasiswi baru primadona di kampus.</p> <p><span id="more-132"></span></p> <p style="text-align: justify;">Akan tetapi karena pengawasan orang tuaku yang ketat, di samping pendidikan agamaku yang cukup kuat, aku menjadi seperti anak mama. Tidak seperti remaja-remaja pada umumnya, aku tidak pernah pergi keluyuran ke luar rumah tanpa ditemani ayah atau ibu.</p> <p style="text-align: justify;">Namun setelah perceraian itu terjadi, dan aku ikut ibuku yang menikah lagi dua bulan kemudian dengan duda berputra satu, seorang pengusaha restoran yang cukup sukses, aku mulai berani pergi keluar rumah tanpa didampingi salah satu dari orang tuaku. Itupun masih jarang sekali. Bahkan ke diskotik pun aku hanya pernah satu kali. Itu juga setelah dibujuk rayu oleh seorang laki-laki teman kuliahku. Setelah itu aku kapok. Mungkin karena baru pertama kali ini aku pergi ke diskotik, baru saja duduk sepuluh menit, aku sudah merasakan pusing, tidak tahan dengan suara musik disko yang bising berdentam-dentam, ditambah dengan bau asap rokok yang memenuhi ruangan diskotik tersebut.</p> <p style="text-align: justify;">“Don, kepala gue pusing. Kita pulang aja yuk.”<br />“Alaa, Mer. Kita kan baru sampai di sini. Masa belum apa-apa udah mau pulang. Rugi kan. Lagian kan masih sore.”<br />“Tapi gue udah tidak tahan lagi.”<br />“Gini deh, Mer. Gue kasih elu obat penghilang pusing.”<br />Temanku itu memberikanku tablet yang berwarna putih. Aku pun langsung menelan obat sakit kepala yang diberikannya.<br />“Gimana sekarang rasanya? Enak kan?”<br />Aku mengangguk. Memang rasanya kepalaku sudah mulai tidak sakit lagi. Tapi sekonyong-konyong mataku berkunang-kunang. Semacam aliran aneh menjalari sekujur tubuhku. Antara sadar dan tidak sadar, kulihat temanku itu tersenyum. Kurasakan ia memapahku keluar diskotik. “Ini cewek lagi mabuk”, katanya kepada petugas keamanan diskotik yang menanyainya. Lalu ia menjalankan mobilnya ke sebuah motel yang tidak begitu jauh dari tempat itu.</p> <p style="text-align: justify;">Setiba di motel, temanku memapahku yang terhuyung-huyung masuk ke dalam sebuah kamar. Ia membaringkan tubuhku yang tampak menggeliat-geliat di atas ranjang. Kemudian ia menindih tubuhku yang tergeletak tak berdaya di kasur. Temanku dengan gemas mencium bibirku yang merekah mengundang. Kedua belah buah dadaku yang ranum dan kenyal merapat pada dadanya. Darah kelaki-lakiannya dengan cepat semakin tergugah untuk menggagahiku. “Ouuhhh… Don!” desahku.</p> <p style="text-align: justify;">Temanku meraih tubuhku yang ramping. Ia segera mendekapku dan mengulum bibirku yang ranum. Lalu diciuminya bagian telinga dan leherku. Aku mulai menggerinjal-gerinjal. Sementara itu tangannya mulai membuka satu persatu kancing blus yang kupakai. Kemudian dengan sekali sentakan kasar, ia menarik lepas tali BH-ku, sehingga tubuh bagian atasku terbuka lebar, siap untuk dijelajahi. Tangannya mulai meraba-raba buah dadaku yang berukuran cukup besar itu. Terasa suatu kenikmatan tersendiri pada syarafku ketika buah dadaku dipermainkan olehnya. “Don… Ouuhhh… Ouuhhh…” rintihku saat tangan temanku sedang asyik menjamah buah dadaku.</p> <p style="text-align: justify;">Tak lama kemudian tangannya setelah puas berpetualang di buah dadaku sebelah kiri, kini berpindah ke buah dadaku yang satu lagi, sedangkan lidahnya masih menggumuli lidahku dalam ciuman-ciumannya yang penuh desakan nafsu yang semakin menjadi-jadi. Lalu ia menanggalkan celana panjangku. Tampaklah pahaku yang putih dan mulus itu. Matanya terbelalak melihatnya. Temanku itu mulai menyelusupkan tangannya ke balik celana dalamku yang berwarna kuning muda. Dia mulai meremas-remas kedua belah gumpalan pantatku yang memang montok itu.</p> <p style="text-align: justify;">“Ouh… Ouuh… Jangan, Don! Jangan! Ouuhhh…” jeritku ketika jari-jemari temanku mulai menyentuh bibir kewanitaanku. Namun jeritanku itu tak diindahkannya, sebaliknya ia menjadi semakin bergairah. Ibu jarinya mengurut-urut klitorisku dari atas ke bawah berulang-ulang. Aku semakin menggerinjal-gerinjal dan berulang kali menjerit.</p> <p style="text-align: justify;">Kepala temanku turun ke arah dadaku. Ia menciumi belahan buah dadaku yang laksana lembah di antara dua buah gunung yang menjulang tinggi. Aku yang seperti tersihir, semakin menggerinjal-gerinjal dan merintih tatkala ia menciumi ujung buah dadaku yang kemerahan. Tiba-tiba aku seperti terkejut ketika lidahnya mulai menjilati ujung puting susuku yang tidak terlalu tinggi tapi mulai mengeras dan tampak menggiurkan. Seperti mendapat kekuatanku kembali, segera kutampar wajahnya. Temanku itu yang kaget terlempar ke lantai. Aku segera mengenakan pakaianku kembali dan berlari ke luar kamar. Ia hanya terpana memandangiku. Sejak saat itu aku bersumpah tidak akan pernah mau ke tempat-tempat seperti itu lagi.</p> <p style="text-align: justify;">Sudah dua tahun berlalu aku dan ibuku hidup bersama dengan ayah dan adik tiriku, Rio, yang umurnya tiga tahun lebih muda dariku. Kehidupan kami berjalan normal seperti layaknya keluarga bahagia. Aku pun yang saat itu sudah di semester enam kuliahku, diterima bekerja sebagai teller di sebuah bank swasta nasional papan atas. Meskipun aku belum selesai kuliah, namun berkat penampilanku yang menarik dan keramah-tamahanku, aku bisa diterima di situ, sehingga aku pun berhak mengenakan pakaian seragam baju atas berwarna putih agak krem, dengan blazer merah yang sewarna dengan rokku yang ujungnya sedikit di atas lutut.</p> <p style="text-align: justify;">Sampai suatu saat, tiba-tiba ibuku terkena serangan jantung. Setelah diopname selama dua hari, ibuku wafat meninggalkan aku. Rasanya seperti langit runtuh menimpaku saat itu. Sejak itu, aku hanya tinggal bertiga dengan ayah tiriku dan Rio.</p> <p style="text-align: justify;">Sepeninggal ibuku, sikap Rio dan ayahnya mulai berubah. Mereka berdua beberapa kali mulai bersikap kurang ajar terhadapku, terutama Rio. Bahkan suatu hari saat aku ketiduran di sofa karena kecapaian bekerja di kantor, tanpa kusadari ia memasukkan tangannya ke dalam rok yang kupakai dan meraba paha dan selangkanganku. Ketika aku terjaga dan memarahinya, Rio malah mengancamku. Kemudian ia bahkan melepaskan celana dalamku. Tetapi untung saja, setelah itu ia tidak berbuat lebih jauh. Ia hanya memandangi kewanitaanku yang belum banyak ditumbuhi bulu sambil menelan air liurnya. Lalu ia pergi begitu saja meninggalkanku yang langsung saja merapikan pakaianku kembali. Selain itu, Rio sering kutangkap basah mengintip tubuhku yang bugil sedang mandi melalui lubang angin kamar mandi. Aku masih berlapang dada menerima segala perlakuan itu. Pada saat itu aku baru saja pulang kerja dari kantor. Ah, rasanya hari ini lelah sekali. Tadi di kantor seharian aku sibuk melayani nasabah-nasabah bank tempatku bekerja yang menarik uang secara besar-besaran. Entah karena apa, hari ini bank tempatku bekerja terkena rush. Ingin rasanya aku langsung mandi. Tetapi kulihat pintu kamar mandi tertutup dan sedang ada orang yang mandi di dalamnya. Kubatalkan niatku untuk mandi. Kupikir sambil menunggu kamar mandi kosong, lebih baik aku berbaring dulu melepaskan penat di kamar. Akhirnya setelah melepas sepatu dan menanggalkan blazer yang kukenakan, aku pun langsung membaringkan tubuhku tengkurap di atas kasur di kamar tidurnya. Ah, terasa nikmatnya tidur di kasur yang demikian empuknya. Tak terasa, karena rasa kantuk yang tak tertahankan lagi, aku pun tertidur tanpa sempat berubah posisi.</p> <p style="text-align: justify;">Aku tak menyadari ada seseorang membuka pintu kamarku dengan perlahan-lahan, hampir tak menimbulkan suara. Orang itu lalu dengan mengendap-endap menghampiriku yang masih terlelap. Kemudian ia naik ke atas tempat tidur. Tiba-tiba ia menindih tubuhku yang masih tengkurap, sementara tangannya meremas-remas belahan pantatku. Aku seketika itu juga bangun dan meronta-ronta sekuat tenaga. Namun orang itu lebih kuat, ia melepaskan rok yang kukenakan. Kemudian dengan secepat kilat, ia menyelipkan tangannya ke dalam celana dalamku. Dengan ganasnya, ia meremas-remas gumpalan pantatku yang montok. Aku semakin memberontak sewaktu tangan orang itu mulai mempermainkan bibir kewanitaanku dengan ahlinya. Sekali-sekali aku mendelik-delik saat jari telunjuknya dengan sengaja berulang kali menyentil-nyentil klitorisku.</p> <p style="text-align: justify;">“Aahh! Jangaann! Aaahh…!” aku berteriak-teriak keras ketika orang itu menyodokkan jari telunjuk dan jari tengahnya sekaligus ke dalam kewanitaanku yang masih sempit itu, setelah celana dalamku ditanggalkannya. Akan tetapi ia mengacuhkanku. Tanpa mempedulikan aku yang terus meronta-ronta sambil menjerit-jerit kesakitan, jari-jarinya terus-menerus merambahi lubang kenikmatanku itu, semakin lama semakin tinggi intensitasnya.</p> <p style="text-align: justify;">Aku bersyukur dalam hati waktu orang itu menghentikan perbuatan gilanya. Akan tetapi tampaknya itu tidak bertahan lama. Dengan hentakan kasar, orang itu membalikkan tubuhku sehingga tertelentang menghadapnya. Aku terperanjat sekali mengetahui siapa orang itu sebenarnya.<br />“Rio… Kamu…” Rio hanya menyeringai buas.<br />“Eh, Mer. Sekarang elu boleh berteriak-teriak sepuasnya, tidak ada lagi orang yang bakalan menolong elu. Apalagi si nenek tua itu sudah mampus!”<br />Astaga Rio menyebut ibuku, ibu tirinya sendiri, sebagai nenek tua. Keparat.</p> <p style="text-align: justify;">“Rio! Jangan, Rio! Jangan lakukan ini! Gue kan kakak elu sendiri! Jangan!”<br />“Kakak? Denger, Mer. Gue tidak pernah nganggap elu kakak gue. Siapa suruh elu jadi kakak gue. Yang gue tau cuma papa gue kawin sama nenek tua, mama elu!”<br />“Rio!”<br />“Elu kan cewek, Mer. Papa udah ngebiayain elu hidup dan kuliah. Kan tidak ada salahnya gue sebagai anaknya ngewakilin dia untuk meminta imbalan dari elu. Bales budi dong!”<br />“Iya, Rio. Tapi bukan begini caranya!”<br />“Heh, yang gue butuhin cuman tubuh molek elu, tidak mau yang lain. Gue tidak mau tau, elu mau kasih apa tidak!”<br />“Errgh…”</p> <p style="text-align: justify;">Aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Mulut Rio secepat kilat memagut mulutku. Dengan memaksa ia melumat bibirku yang merekah itu, membuatku hampir tidak bisa bernafas. Aku mencoba meronta-ronta melepaskan diri. Tapi cekalan tangan Rio jauh lebih kuat, membuatku tak berdaya. “Akh!” Rio kesakitan sewaktu kugigit lidahnya dengan cukup keras. Tapi, “Plak!” Ia menampar pipiku dengan keras, membuat mataku berkunang-kunang. Kugeleng-gelengkan kepalaku yang terasa seperti berputar-putar.</p> <p style="text-align: justify;">Tanpa mau membuang-buang waktu lagi, Rio mengeluarkan beberapa utas tali sepatu dari dalam saku celananya. Kemudian ia membentangkan kedua tanganku, dan mengikatnya masing-masing di ujung kiri dan kanan tempat tidur. Demikian juga kedua kakiku, tak luput diikatnya, sehingga tubuhku menjadi terpentang tak berdaya diikat di keempat arah. Oleh karena kencangnya ikatannya itu, tubuhku tertarik cukup kencang, membuat dadaku tambah tegak membusung. Melihat pemandangan yang indah ini membuat mata Rio tambah menyalang-nyalang bernafsu.</p> <p style="text-align: justify;">Tangan Rio mencengkeram kerah blus yang kukenakan. Satu persatu dibukanya kancing penutup blusku. Setelah kancing-kancing blusku terbuka semua, ditariknya blusku itu ke atas. Kemudian dengan sekali sentakan, ditariknya lepas tali pengikat BH-ku, sehingga buah dadaku yang membusung itu terhampar bebas di depannya.</p> <p style="text-align: justify;">“Wow! Elu punya toket bagus gini kok tidak bilang-bilang, Mer! Auum!” Rio langsung melahap buah dadaku yang ranum itu. Gelitikan-gelitikan lidahnya pada ujung puting susuku membuatku menggerinjal-gerinjal kegelian. Tapi aku tidak mampu berbuat apa-apa. Semakin keras aku meronta-ronta tampaknya ikatan tanganku semakin kencang. Sakit sekali rasanya tanganku ini. Jadi aku hanya membiarkan buah dada dan puting susuku dilumat Rio sebebas yang ia suka. Aku hanya bisa menengadahkan kepalaku menghadap langit-langit, memikirkan nasibku yang sial ini.</p> <p style="text-align: justify;">“Aaarrghh… Rio! Jangaannn..!” Lamunanku buyar ketika terasa sakit di selangkanganku. Ternyata Rio mulai menghujamkan kemaluannya ke dalam kewanitaanku. Tambah lama bertambah cepat, membuat tubuhku tersentak-sentak ke atas. Melihat aku yang sudah tergeletak pasrah, memberikan rangsangan yang lebih hebat lagi pada Rio. Dengan sekuat tenaga ia menambah dorongan kemaluannya masuk-keluar dalam kewanitaanku. Membuatku meronta-ronta tak karuan.</p> <p style="text-align: justify;">“Urrgh…” Akhirnya Rio sudah tidak dapat menahan lagi gejolak nafsu di dalam tubuhnya. Kemaluannya menyemprotkan cairan-cairan putih kental di dalam kewanitaanku. Sebagian berceceran di atas sprei sewaktu ia mengeluarkan kemaluannya, bercampur dengan darah yang mengalir dari dalam kewanitaanku, menandakan selaput daraku sudah robek olehnya. Karena kelelahan, tubuh Rio langsung tergolek di samping tubuhku yang bermandikan keringat dengan nafas terengah-engah.</p> <p style="text-align: justify;">“Braak!” Aku dan Rio terkejut mendengar pintu kamar terbuka ditendang cukup keras. Lega hatiku melihat siapa yang melakukannya.<br />“Papa!”<br />“Rio! Apa-apa sih kamu ini?! Cepat kamu bebaskan Merry!”<br />Ah, akhirnya neraka jahanam ini berakhir juga, pikirku. Rio mematuhi perintah ayahnya. Segera dibukanya seluruh ikatan di tangan dan kakiku. Aku bangkit dan segera berlari menghambur ke arah ayah tiriku.<br />“Sudahlah, Mer. Maafin Rio ya. Itu kan sudah terjadi”, kata ayah tiriku menenangkan aku yang terus menangis dalam dekapannya.<br />“Tapi, Pa. Gimana nasib Meriska? Gimana, Pa? Aaahh… Papaa!” tangisanku berubah menjadi jeritan seketika itu juga tatkala ayah tiriku mengangkat tubuhku sedikit ke atas kemudian ia menghujamkan kemaluannya yang sudah dikeluarkannya dari dalam celananya ke dalam kewanitaanku.</p> <p style="text-align: justify;">“Aaahh… Papaa… Jangaaan!” Aku meronta-ronta keras. Namun dekapan ayah tiriku yang begitu kencang membuat rontaanku itu tidak berarti apa-apa bagi dirinya. Ayah tiriku semakin ganas menyodok-nyodokkan kemaluannya ke dalam kewanitaanku. Ah! Ayah dan anak sama saja, pikirku, begitu teganya mereka menyetubuhi anak dan kakak tiri mereka sendiri.</p> <p style="text-align: justify;">Aku menjerit panjang kesakitan sewaktu Rio yang sudah bangkit dari tempat tidur memasukkan kemaluannya ke dalam lubang anusku. Aku merasakan rasa sakit yang hampir tak tertahankan lagi. Ayah dan kakak tiriku itu sama-sama menghunjam tubuhku yang tak berdaya dari kedua arah, depan dan belakang. Akibat kelelahan bercampur dengan kesakitan yang tak terhingga akhirnya aku tidak merasakan apa-apa lagi, tak sadarkan diri. Aku sudah tidak ingat lagi apakah Rio dan ayahnya masih mengagahiku atau tidak setelah itu.</p> <p style="text-align: justify;">Beberapa bulan telah berlalu. Aku merasa mual dan berkali-kali muntah di kamar mandi. Akhirnya aku memeriksakan diriku ke dokter. Ternyata aku dinyatakan positif hamil. Hasil diagnosa dokter ini bagaikan gada raksasa yang menghantam wajahku. Aku mengandung? Kebingungan-kebingungan terus-menerus menyelimuti benakku. Aku tidak tahu secara pasti, siapa ayah dari anak yang sekarang ada di kandunganku ini. Ayah tiriku atau Rio. Hanya mereka berdua yang pernah menyetubuhiku. Aku bingung, apa status anak dalam kandunganku ini. Yang pasti ia adalah anakku. Lalu apakah ia juga sekaligus adikku alias anak ayah tiriku? Ataukah ia juga sekaligus keponakanku sebab ia adalah anak adik tiriku sendiri?<br />Tolongkah aku, wahai pembaca yang budiman!</p><p style="text-align: justify;">Sumber:<a href="http://www.hasratseks.org/cerita-seks-pemerkosaan-seru/#more-132">Hasrat seks</a><br /></p>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-78236974519419014122010-07-23T07:19:00.001-07:002010-07-23T07:27:08.581-07:00Cerita seks dengan dosenku<p style="text-align: justify;">Kenangan indah bersama dosen dan pembantunya tiba-tiba terbersit, Sebatang pensil dimeja tiba-tiba menggerakkan tanganku untuk menuliskan <a href="http://www.hasratseks.org/">Cerita Seks</a> disini. Ku tulis kata-demi kata hingga aku merangakai keseluruhan<a href="http://www.hasratseks.org/cerita-seks-pengalaman-seks-dengan-ibu-dosen-dan-pembantunya/"> cerita seks mengenai pengalamanku ngentot dengan ibu dosenku</a> di diareku.Ku peluk buku itu setelah selesai mencoret-coret lembaran putihnya,ku isikan cerita ngentotku bersama dosenku.Ku buka laptop ku tulis kembali dan kusajikan di <strong>Hasratseks.com</strong>, semoga terhibur dan inilah kisahnya,pada waktu ujian tengah semester di warnai rintikan hujan disepanjang jalan menemaniku menuju ketempat itu, saya dipanggil ke rumah dosen wanita yang masih agak muda, sekitar 26 tahun. body asyik di pandang mata,lurus sebahu rambutnya. Ia juga lulusan dari perguruan tinggi tersebut. Dipanggil ke rumahnya karena saya diminta untuk mengurus keperluan dia, karena dia akan ke luar kota. Malam harinya saya pun ke rumahnya sekitar jam 7 malam. Saat itu rumahnya hanya ada pembantu (yang juga masih muda dan cantik). Suaminya ketika itu belum pulang dari rapat di puncak.Otomatis kondisi rumah lagi sepi,hanya wanita-wanita tok penghuninya.</p> <p style="text-align: justify;">Saat saya membuka pintu rumahnya, saya agak terbelalak karena dia memakai gaun tidur yang tipis, sehingga terlihat payudara yang menyumbul keluar. Saat saya perhatikan, dia ternyata tidak memakai BH. Terlihat saat itu buah dadanya yang masih tegar berdiri, tidak turun. Putingnya juga terlihat besar dan kemerahan, sepertinya memiliki ukuran sekitar 36B.</p> <p>Sewaktu saya sedang memperhatikan Dosen saya itu, saya kepergok oleh pembantunya yang ternyata dari tadi memperhatikan saya. Sesaat saya jadi gugup, tetapi kemudian pembantu itu malah mengedipkan matanya pada saya, dan selanjutnya ia memberikan minuman pada saya. Saat ia memberi minum, belahan dadanya jadi terlihat (karena pakaiannya agak pendek), dan sama seperti dosen saya ukurannya juga besar.</p> <p style="text-align: justify;">Kemudian dosen saya yang sudah duduk di depan saya berkata, (mungkin karena saya melihat belahan dada pembantu itu) “Kamu pingin ya “nyusu” sama buah dada yang sintal..?”<br />Saya pun tergagap dan menjawab, “Ah… enggak kok Bu..!”<span id="more-138"></span><br />Lalu dia bilang, “Nggak papa kok kalo kamu pingin.., Ibu juga bersedia nyusuin kamu.”<br />Mungkin karena ia saya anggap bercanda, saya bilang saja, “Oh.., boleh juga tuh Bu..!”</p> <p style="text-align: justify;">Tanpa diduga, ia pun mengajak saya masuk ke ruang kerjanya.<br />Saat kami masuk, ia berkata, “Andre, tolong liatin ada apaan sih nih di punggung Ibu..!”<br />Kemudian saya menurut saja, saya lihat punggungnya. Karena tidak ada apa-apa, saya bilang, “Nggak ada apa-apa kok Bu..!”<br />Tetapi tanpa disangka, ia malah membuka semua gaun tidurnya, dengan tetap membelakangiku. Saya lihat punggungnya yang begitu mulus dan putih. Kemudian ia menarik tangan saya ke payudaranya, oh sungguh kenyal dan besar. Kemudian saya merayap ke putingnya, dan benar perkiraan saya, putingnya besar dam masih keras.</p> <p style="text-align: justify;">Kemudian ia membalikkan tubuhnya, ia tersenyum sambil membuka celana dalamnya. Terlihat di sekitar kemaluannya banyak ditumbuhi bulu yang lebat.<br />Kemudian saya berkata, “Kenapa Ibu membuka baju..?”<br />Ia malah berkata, “Sudah.., tenang saja! Pokoknya puaskan aku malam ini, kalau perlu hingga pagi.”<br />Karena saya ingin juga merasakan tubuhnya, saya pun tanpa basa-basi terus menciuminya dan juga buah dadanya. Saya hisap hingga ia merasa kegelian. Kemudian ia membuka pakaian saya, ia pun terbelalak saat ia melihat batang kejantanan saya.<br />“Oh, sangat besar dan panjang..! (karena ukuran penis saya memang besar, sekitar 17 cm dan berdiameter 3 cm)”</p> <p style="text-align: justify;">Dosen saya pun sudah mulai terlihat atraktif, ia mengulum penis saya hingga biji kemaluan saya.<br />“Ah.. ahh Bu… enak sekali, terus Bu, aku belum pernah dihisap seperti ini..!” desah saya.<br />Karena dipuji, ia pun terus semangat memaju-mundurkan mulutnya. Saya juga meremas-remas terus buah dadanya, nikmat sekali kata dosen saya. Kemudian ia mengajak saya untuk merubah posisi dan membentuk posisi 69.</p> <p style="text-align: justify;">Saya terus menjilati vaginanya dan terus memasukkan jari saya.<br />“Ah.. Andre, aku sudah nggak kuat nih..! Cepat masukkan penismu..!” katanya.<br />“Baik Bu..!” jawab saya sambil mencoba memasukkan batang kemaluan saya ke liang senggamanya.<br />“Ah.., ternyata sempit juga ya Bu..! Jarang dimasukin ya Bu..?” tanya saya.<br />“Iya Andre, suami Ibu jarang bercinta dengan Ibu, karena itu Ibu belum punya anak, ia pun juga sebentar permainannya.” jawabnya.<br />Kemudian ia terus menggelinjang-gelinjang saat dimasukkannya penis saya sambil berkata, “Ohh… ohhh… besar sekali penismu, tidak masuk ke vaginaku, ya Ndre..?”<br />“Ah nggak kok Bu..” jawab saya sambil terus berusaha memasukkan batang keperkasaan saya.<br />Kemudian, untuk melonggarkan lubang vaginanya, saya pun memutar-mutar batang kemaluan saya dan juga mengocok-ngocoknya dengan harapan melonggarkan liangnya. Dan betul, lubang senggamanya mulai membuka dan batang kejantanan saya sudah masuk setengahnya.</p> <p style="text-align: justify;">“Ohhh… ohhh… Terus Ndre, masukkan terus, jangan ragu..!” katanya memohon.<br />Setelah memutar dan mengocok batang kejantanan saya, akhirnya masuk juga rudal saya semua ke dalam liang kewanitaannya.<br />“Oohh pssfff… aha hhah.. ah…” desahnya yang diikuti dengan teriakannya, “Oh my good..! Ohhh..!”<br />Saya pun mulai mengocok batang kemaluan saya keluar masuk. Tidak sampai semenit kemudian, dosen saya sudah mengeluarkan cairan vaginanya.<br />“Oh Andre, Ibu keluar…” terasa hangat dan kental sekali cairan itu.<br />Cairan itu juga memudahkan saya untuk terus memaju-mundurkan batang keperkasaan saya. Karena cairan yang dikeluarkan terlalu banyak, terdengar bunyi, “Crep.. crep.. sleppp.. slepp..” sangat keras. Karena saya melakukannya sambil menghadap ke arah pintu, sehingga terdengar sampai ke luar ruang kerjanya.</p> <p style="text-align: justify;">Saat itu saya sempat melihat pembantunya mengintip permainan kami. Ternyata pembantu itu sedang meremas-remas payudaranya sendiri (mungkin karena bernafsu melihat permainan kami). Oh, betapa bahagianya saya sambil terus mengocok batang keperkasaan saya maju mundur di liang vagina dosen saya. Saya juga melihat tontonan gratis ulah pembantunya yang masturbasi sendiri, dan saya baru kali ini melihat wanita masturbasi.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah 15 menit bermain dengan posisi saya berada di atasnya, kemudian saya menyuruh dosen saya pindah ke atas saya sekarang. Ia pun terlihat agresif dengan posisi seperti itu.<br />“Aha.. ha.. ha…” ia berkata seperti sedang bermain rodeo di atas tubuh saya.<br />15 menit kemudian ia ternyata orgasme yang kedua kalinya.<br />“Oh, cepat sekali dia orgasme, padahal aku belum sekalipun orgasme.” batin saya.</p> <p style="text-align: justify;">Kemudian setelah orgasmenya yang kedua, kami berganti posisi kembali. Ia di atas meja, sedangkan saya berdiri di depannya. Saya terus bermain lagi sampai merasakan batas dinding rahimnya.<br />“Oh.. oh.. Andre, pelan-pelan Ndre..!” katanya.<br />Kelihatannya ia memang belum pernah dimasukan batang kemaluan suaminya hingga sedalam ini. 15 menit kemudian ia ternyata mengalami orgasme yang ketiga kalinya.<br />“Ah Andre, aku keluar, ah… ah… ahhh… nikmat..!” desahnya sambil memuncratkan kembali cairan kemaluannya yang banyak itu.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah itu ia mengajak saya ke bath-tub di kamar mandinya. Ia berharap agar di bath-tub itu saya dapat orgasme, karena ia kelihatannya tidak sanggup lagi membalas permainan yang saya berikan. Di bath-tub yang diisi setengah itu, kami mulai menggunakan sabun mandi untuk mengusap-usap badan kami. Karena dosen saya sangat senang diusap buah dadanya, ia terlihat terus-terusan bergelinjang. Ia membalasnya dengan meremas-remas buah kemaluan saya menggunakan sabun (bisa pembaca rasakan nikmatnya bila buah zakar diremas-remas dengan sabun).</p> <p style="text-align: justify;">Setelah 15 menit kami bermain di bath-tub, kami akhirnya berdua mencapai klimaks yang keempat bagi dosen saya dan yang pertama bagi saya.<br />“Oh Andre, aku mau keluar lagi..!” katanya.<br />Setelah terasa penuh di ujung kepala penis saya, kemudian saya keluarkan batang kejantanan saya dan kemudian mengeluarkan cairan lahar panas itu di atas buah dadanya sambil mengusap-usap lembut.</p> <p style="text-align: justify;">“Oh Andre, engkau sungguh kuat dan partner bercinta yang dahsyat, engkau tidak cepat orgasme, sehingga aku dapat orgasme berkali-kali. ini pertama kalinya bagiku Andre. Suamiku biasanya hanya dapat membuatku orgasme sekali saja, kadang-kadang tidak sama sekali.” ujar dosen saya.<br />Kemudian karena kekelalahan, ia terkulai lemas di bath-tub tersebut, dan saya keluar ruang kerjanya masih dalam keadaan bugil mencoba mengambil pakaian saya yang berserakan di sana.</p> <p style="text-align: justify;">Di luar ruang kerjanya, saya lihat pembantu dosen saya tergeletak di lantai depan pintu ruangan itu sambil memasukkan jari-jarinya ke dalam vaginanya. Karena melihat tubuh pembantu itu yang juga montok dan putih bersih, saya mulai membayangkan bila saya dapat bersetubuh dengannya. Yang menarik dari tubuhnya adalah karena buah dadanya yang besar, sekitar 36D. Akhirnya saya pikir, biarlah saya main lagi di ronde kedua bersama pembantunya. Pembantu itu pun juga tampaknya bergairah setelah melihat permainan saya dengan majikannya.</p> <p style="text-align: justify;">Saya langsung menindih tubuhnya yang montok itu dengan sangat bernafsu. Saya mencoba melakukan perangsangan terlebih dulu ke bagian sensitifnya. Saya mencium dan menjilat seluruh permukaan buah dadanya dan turun hingga ke bibir kemaluannya yang ditumbuhi hutan lebat itu. Tidak berapa lama kemudian, kami pun sudah mulai saling memasukkan alat kelamin kami. Kami bermain sekitar 30 menit, dan tampaknya pembantu ini lebih kuat dari majikannya. Terbukti saat kami sudah 30 menit bermain, kami baru mengeluarkan cairan kemaluan kami masing-masing. Oh, ternyata saya sudah bermain seks dengan dua wanita bernafsu ini selama satu setengah jam. Saya pun akhirnya pulang dengan rasa lelah yang luar biasa, karena ini adalah pertama kalinya saya merasakan bercinta dengan wanita.</p><p style="text-align: justify;">Sumber:<a href="http://www.hasratseks.org">Hasrat seks</a><br /></p>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-92131577720761068722010-07-23T07:19:00.000-07:002010-07-24T04:27:54.430-07:00<p style="text-align: justify;">Kenangan indah bersama dosen dan pembantunya tiba-tiba terbersit, Sebatang pensil dimeja tiba-tiba menggerakkan tanganku untuk menuliskan <a href="http://www.hasratseks.org/">Cerita Seks</a> disini. Ku tulis kata-demi kata hingga aku merangakai keseluruhan<a href="http://www.hasratseks.org/cerita-seks-pengalaman-seks-dengan-ibu-dosen-dan-pembantunya/"> cerita seks mengenai pengalamanku ngentot dengan ibu dosenku</a> di diareku.Ku peluk buku itu setelah selesai mencoret-coret lembaran putihnya,ku isikan cerita ngentotku bersama dosenku.Ku buka laptop ku tulis kembali dan kusajikan di <strong>Hasratseks.com</strong>, semoga terhibur dan inilah kisahnya,pada waktu ujian tengah semester di warnai rintikan hujan disepanjang jalan menemaniku menuju ketempat itu, saya dipanggil ke rumah dosen wanita yang masih agak muda, sekitar 26 tahun. body asyik di pandang mata,lurus sebahu rambutnya. Ia juga lulusan dari perguruan tinggi tersebut. Dipanggil ke rumahnya karena saya diminta untuk mengurus keperluan dia, karena dia akan ke luar kota. Malam harinya saya pun ke rumahnya sekitar jam 7 malam. Saat itu rumahnya hanya ada pembantu (yang juga masih muda dan cantik). Suaminya ketika itu belum pulang dari rapat di puncak.Otomatis kondisi rumah lagi sepi,hanya wanita-wanita tok penghuninya.</p> <p style="text-align: justify;">Saat saya membuka pintu rumahnya, saya agak terbelalak karena dia memakai gaun tidur yang tipis, sehingga terlihat payudara yang menyumbul keluar. Saat saya perhatikan, dia ternyata tidak memakai BH. Terlihat saat itu buah dadanya yang masih tegar berdiri, tidak turun. Putingnya juga terlihat besar dan kemerahan, sepertinya memiliki ukuran sekitar 36B.</p> <p>Sewaktu saya sedang memperhatikan Dosen saya itu, saya kepergok oleh pembantunya yang ternyata dari tadi memperhatikan saya. Sesaat saya jadi gugup, tetapi kemudian pembantu itu malah mengedipkan matanya pada saya, dan selanjutnya ia memberikan minuman pada saya. Saat ia memberi minum, belahan dadanya jadi terlihat (karena pakaiannya agak pendek), dan sama seperti dosen saya ukurannya juga besar.</p> <p style="text-align: justify;">Kemudian dosen saya yang sudah duduk di depan saya berkata, (mungkin karena saya melihat belahan dada pembantu itu) “Kamu pingin ya “nyusu” sama buah dada yang sintal..?”<br />Saya pun tergagap dan menjawab, “Ah… enggak kok Bu..!”<span id="more-138"></span><br />Lalu dia bilang, “Nggak papa kok kalo kamu pingin.., Ibu juga bersedia nyusuin kamu.”<br />Mungkin karena ia saya anggap bercanda, saya bilang saja, “Oh.., boleh juga tuh Bu..!”</p> <p style="text-align: justify;">Tanpa diduga, ia pun mengajak saya masuk ke ruang kerjanya.<br />Saat kami masuk, ia berkata, “Andre, tolong liatin ada apaan sih nih di punggung Ibu..!”<br />Kemudian saya menurut saja, saya lihat punggungnya. Karena tidak ada apa-apa, saya bilang, “Nggak ada apa-apa kok Bu..!”<br />Tetapi tanpa disangka, ia malah membuka semua gaun tidurnya, dengan tetap membelakangiku. Saya lihat punggungnya yang begitu mulus dan putih. Kemudian ia menarik tangan saya ke payudaranya, oh sungguh kenyal dan besar. Kemudian saya merayap ke putingnya, dan benar perkiraan saya, putingnya besar dam masih keras.</p> <p style="text-align: justify;">Kemudian ia membalikkan tubuhnya, ia tersenyum sambil membuka celana dalamnya. Terlihat di sekitar kemaluannya banyak ditumbuhi bulu yang lebat.<br />Kemudian saya berkata, “Kenapa Ibu membuka baju..?”<br />Ia malah berkata, “Sudah.., tenang saja! Pokoknya puaskan aku malam ini, kalau perlu hingga pagi.”<br />Karena saya ingin juga merasakan tubuhnya, saya pun tanpa basa-basi terus menciuminya dan juga buah dadanya. Saya hisap hingga ia merasa kegelian. Kemudian ia membuka pakaian saya, ia pun terbelalak saat ia melihat batang kejantanan saya.<br />“Oh, sangat besar dan panjang..! (karena ukuran penis saya memang besar, sekitar 17 cm dan berdiameter 3 cm)”</p> <p style="text-align: justify;">Dosen saya pun sudah mulai terlihat atraktif, ia mengulum penis saya hingga biji kemaluan saya.<br />“Ah.. ahh Bu… enak sekali, terus Bu, aku belum pernah dihisap seperti ini..!” desah saya.<br />Karena dipuji, ia pun terus semangat memaju-mundurkan mulutnya. Saya juga meremas-remas terus buah dadanya, nikmat sekali kata dosen saya. Kemudian ia mengajak saya untuk merubah posisi dan membentuk posisi 69.</p> <p style="text-align: justify;">Saya terus menjilati vaginanya dan terus memasukkan jari saya.<br />“Ah.. Andre, aku sudah nggak kuat nih..! Cepat masukkan penismu..!” katanya.<br />“Baik Bu..!” jawab saya sambil mencoba memasukkan batang kemaluan saya ke liang senggamanya.<br />“Ah.., ternyata sempit juga ya Bu..! Jarang dimasukin ya Bu..?” tanya saya.<br />“Iya Andre, suami Ibu jarang bercinta dengan Ibu, karena itu Ibu belum punya anak, ia pun juga sebentar permainannya.” jawabnya.<br />Kemudian ia terus menggelinjang-gelinjang saat dimasukkannya penis saya sambil berkata, “Ohh… ohhh… besar sekali penismu, tidak masuk ke vaginaku, ya Ndre..?”<br />“Ah nggak kok Bu..” jawab saya sambil terus berusaha memasukkan batang keperkasaan saya.<br />Kemudian, untuk melonggarkan lubang vaginanya, saya pun memutar-mutar batang kemaluan saya dan juga mengocok-ngocoknya dengan harapan melonggarkan liangnya. Dan betul, lubang senggamanya mulai membuka dan batang kejantanan saya sudah masuk setengahnya.</p> <p style="text-align: justify;">“Ohhh… ohhh… Terus Ndre, masukkan terus, jangan ragu..!” katanya memohon.<br />Setelah memutar dan mengocok batang kejantanan saya, akhirnya masuk juga rudal saya semua ke dalam liang kewanitaannya.<br />“Oohh pssfff… aha hhah.. ah…” desahnya yang diikuti dengan teriakannya, “Oh my good..! Ohhh..!”<br />Saya pun mulai mengocok batang kemaluan saya keluar masuk. Tidak sampai semenit kemudian, dosen saya sudah mengeluarkan cairan vaginanya.<br />“Oh Andre, Ibu keluar…” terasa hangat dan kental sekali cairan itu.<br />Cairan itu juga memudahkan saya untuk terus memaju-mundurkan batang keperkasaan saya. Karena cairan yang dikeluarkan terlalu banyak, terdengar bunyi, “Crep.. crep.. sleppp.. slepp..” sangat keras. Karena saya melakukannya sambil menghadap ke arah pintu, sehingga terdengar sampai ke luar ruang kerjanya.</p> <p style="text-align: justify;">Saat itu saya sempat melihat pembantunya mengintip permainan kami. Ternyata pembantu itu sedang meremas-remas payudaranya sendiri (mungkin karena bernafsu melihat permainan kami). Oh, betapa bahagianya saya sambil terus mengocok batang keperkasaan saya maju mundur di liang vagina dosen saya. Saya juga melihat tontonan gratis ulah pembantunya yang masturbasi sendiri, dan saya baru kali ini melihat wanita masturbasi.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah 15 menit bermain dengan posisi saya berada di atasnya, kemudian saya menyuruh dosen saya pindah ke atas saya sekarang. Ia pun terlihat agresif dengan posisi seperti itu.<br />“Aha.. ha.. ha…” ia berkata seperti sedang bermain rodeo di atas tubuh saya.<br />15 menit kemudian ia ternyata orgasme yang kedua kalinya.<br />“Oh, cepat sekali dia orgasme, padahal aku belum sekalipun orgasme.” batin saya.</p> <p style="text-align: justify;">Kemudian setelah orgasmenya yang kedua, kami berganti posisi kembali. Ia di atas meja, sedangkan saya berdiri di depannya. Saya terus bermain lagi sampai merasakan batas dinding rahimnya.<br />“Oh.. oh.. Andre, pelan-pelan Ndre..!” katanya.<br />Kelihatannya ia memang belum pernah dimasukan batang kemaluan suaminya hingga sedalam ini. 15 menit kemudian ia ternyata mengalami orgasme yang ketiga kalinya.<br />“Ah Andre, aku keluar, ah… ah… ahhh… nikmat..!” desahnya sambil memuncratkan kembali cairan kemaluannya yang banyak itu.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah itu ia mengajak saya ke bath-tub di kamar mandinya. Ia berharap agar di bath-tub itu saya dapat orgasme, karena ia kelihatannya tidak sanggup lagi membalas permainan yang saya berikan. Di bath-tub yang diisi setengah itu, kami mulai menggunakan sabun mandi untuk mengusap-usap badan kami. Karena dosen saya sangat senang diusap buah dadanya, ia terlihat terus-terusan bergelinjang. Ia membalasnya dengan meremas-remas buah kemaluan saya menggunakan sabun (bisa pembaca rasakan nikmatnya bila buah zakar diremas-remas dengan sabun).</p> <p style="text-align: justify;">Setelah 15 menit kami bermain di bath-tub, kami akhirnya berdua mencapai klimaks yang keempat bagi dosen saya dan yang pertama bagi saya.<br />“Oh Andre, aku mau keluar lagi..!” katanya.<br />Setelah terasa penuh di ujung kepala penis saya, kemudian saya keluarkan batang kejantanan saya dan kemudian mengeluarkan cairan lahar panas itu di atas buah dadanya sambil mengusap-usap lembut.</p> <p style="text-align: justify;">“Oh Andre, engkau sungguh kuat dan partner bercinta yang dahsyat, engkau tidak cepat orgasme, sehingga aku dapat orgasme berkali-kali. ini pertama kalinya bagiku Andre. Suamiku biasanya hanya dapat membuatku orgasme sekali saja, kadang-kadang tidak sama sekali.” ujar dosen saya.<br />Kemudian karena kekelalahan, ia terkulai lemas di bath-tub tersebut, dan saya keluar ruang kerjanya masih dalam keadaan bugil mencoba mengambil pakaian saya yang berserakan di sana.</p> <p style="text-align: justify;">Di luar ruang kerjanya, saya lihat pembantu dosen saya tergeletak di lantai depan pintu ruangan itu sambil memasukkan jari-jarinya ke dalam vaginanya. Karena melihat tubuh pembantu itu yang juga montok dan putih bersih, saya mulai membayangkan bila saya dapat bersetubuh dengannya. Yang menarik dari tubuhnya adalah karena buah dadanya yang besar, sekitar 36D. Akhirnya saya pikir, biarlah saya main lagi di ronde kedua bersama pembantunya. Pembantu itu pun juga tampaknya bergairah setelah melihat permainan saya dengan majikannya.</p> <p style="text-align: justify;">Saya langsung menindih tubuhnya yang montok itu dengan sangat bernafsu. Saya mencoba melakukan perangsangan terlebih dulu ke bagian sensitifnya. Saya mencium dan menjilat seluruh permukaan buah dadanya dan turun hingga ke bibir kemaluannya yang ditumbuhi hutan lebat itu. Tidak berapa lama kemudian, kami pun sudah mulai saling memasukkan alat kelamin kami. Kami bermain sekitar 30 menit, dan tampaknya pembantu ini lebih kuat dari majikannya. Terbukti saat kami sudah 30 menit bermain, kami baru mengeluarkan cairan kemaluan kami masing-masing. Oh, ternyata saya sudah bermain seks dengan dua wanita bernafsu ini selama satu setengah jam. Saya pun akhirnya pulang dengan rasa lelah yang luar biasa, karena ini adalah pertama kalinya saya merasakan bercinta dengan wanita.</p><p style="text-align: justify;">Sumber:<a href="http://www.hasratseks.org">Hasrat seks</a><br /></p>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-64292996483793609672010-07-20T22:28:00.000-07:002010-07-20T22:28:00.533-07:00Tips dan Triks: Cara jitu agar posting cepat terindeks oleh google<a href="http://nesmejia.blogspot.com/2010/06/cara-jitu-agar-posting-cepat-terindeks.html#comment-form">Tips dan Triks: Cara jitu agar posting cepat terindeks oleh google</a>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-9854603063494678372010-07-15T23:02:00.000-07:002010-07-19T09:16:13.842-07:00Indahnya main seks sama anak ABG<p>Kali ini adalah pengalaman sex saya dengan ABG yang masih SMU bernama Linda. Setelah saya mengirimkan cerita saya tersebut, saya mendapat email dari Linda yang katanya tertarik dengan pengalaman saya dan kebetulan dia sedang di Lombok dalam rangka liburan bersama keluarganya. Kami janjian lewat email bertemu pada bulan Oktober di sebuah rental internet di Mataram. Tentu saja pembaca, saya yang menentukan lokasinya di rental internet tersebut, karena hari itu saya masih harus membalas beberapa email yang ingin berkenalan denganku dan mencari tahu tentang pariwisata di Lombok.</p> <p>Pada hari Kamis, saya sudah stand by di rental tersebut, berdebar-debar juga rasanya saya menunggu Linda, seperti apa rupanya ya.</p> <p>“Selamat pagi, Om namanya Andi khan?”<br />“Ya, betul.. Ini Linda ya!” tanya saya kembali padanya.</p> <p>Di hadapan saya sekarang adalah seorang ABG keturunan tionghoa yang cantik. Saya perkirakan umurnya baru 16 tahun, tinggi 160 cm, berat 47 kg dan berkulit putih mulus khas cina dengan rambut lurus sebahu, memakai baju hem ketat warna krem, celana jins hitam tiga perempat yang pas. Duduk di samping saya tampak mengintip CD-nya yang berwarna putih. Kontol saya langsung tegak bagaikan Monas melihat cewek cantik ini.</p> <p>“Gimana khabarnya?” tanyaku membuka percakapan sambil mempersilakannya duduk.<br />“Baik Om, senang rasanya liburan ke Lombok”<br />“Oh ya? Udah kemana aja Linda?”<br />“Ke pantai Senggigi, terus Suranadi dan tempat gerabah itu”<br />“Terus Linda sekarang sama siapa?”<br />“Sama Papa, Mama dan sepupu, Linda tinggal di Senggigi Beach Hotel”<br />“Wah, asyik dong..”<br />“So pasti, tapi lebih asyik kalo diantar sama tour guide seperti Om”<br />“Itu sich gampang Lin, yang penting ada komisinya lho” canda saya.<br />“Tenang Om, dijamin nggak nyesel dech nganterin Linda”</p> <p>Linda orangnya supel dengan senyumnya yang manis mirip artis mandarin dan aroma tubuhnya yang sangat wangi. ‘Adik’ saya sudah nggak bisa diam nich.</p> <p>“Ceritanya Om Andi tuch asli khan?”<br />“Tentu saja asli lho, dari pengalaman pribadi”<br />“Enak dong”<br />“Enak apanya Lin?” pancing saya mulai memepetkan tempat duduk.</p> <p>Ini baru kesempatan namanya. Asik khan pembaca, bisa berduaan sama abg yang tentu saja masih seger-segernya..</p> <p>“Gituannya lho..” jawabnya tersipu malu.<br />“Emangnya Linda pernah gituan sama pacar?”<br />“Ya.. Hampir pernah”<br />“Hampir pernah gimana, nggak usah malu dech, ceritain dong”<br />“Siapa tahu Om bisa bantu” ujarku sambil tangan kiri saya merangkul pundaknya.</p> <p>Wah, Linda tampaknya nggak marah nich saya pegang pundaknya, berarti ada lampu hijau dong.</p> <p>“Janji ya Om, nggak bilang siapa-siapa”<br />“Janji dech” saya menunjukkan tanda victory padanya.<br />“Gini Om, Tony pacar saya itu kalo udah nafsu cepat keluarnya, padahal Linda belum apa-apa”<br />“Maksudnya..” tanyaku pura-pura blo’on padahal tahu maksudnya.<br />“Iya, pas kontolnya Tony nempel di anunya Linda, udah keluar duluan”<br />“Oh gitu, itu istilah kedokterannya ejakulasi dini”<br />“Terus ngatasinya gimana dong Om”<br />“Ya, Linda harus bisa foreplay dulu, maksudnya pemanasan gitu”<br />“Ya udah Om, tapi Tony maunya terburu-buru en lagian mainnya kasar sich”<br />“Linda mau Om bantuin?” tanya saya yang sudah tidak lagi melihat isi layar monitor sejak tadi.<br />“Maksud Om..?”<br />“Ya.. Gimana caranya foreplay”<br />“Hus.. Om ini ngaco, Linda khan pacarnya orang”<br />“Bukannya ngaco, Linda ya tetap pacarnya Tony, Om khan cuma memberikan petunjuk” jawab saya sungguh-sungguh membujuknya agar mau foreplay, habis potongan tubuhnya itu, alamak geboy abis, mungkin rajin fitnes ya atau aerobic.<br />“Tapi.. Ada orang lho di sini Om, Linda khan malu”<br />“Nggak ada orang di sini kok, sini Om pangku” rayuku sambil menarik pinggangnya untuk duduk di pangkuan saya menghadap monitor komputer.<br />“Om.. Jangan..” celetuknya ragu dan canggung.<br />“Udah.. Atasnya doang kok, gimana?” tanya saya sambil membuka dua kancing atas hemnya hingga kelihatan BH merahnya, tangan kanan saya langsung masuk meremas payudaranya.<br />“Ja.. Ngan.. Om.. Geli..”<br />“Gimana rasanya Lin..”<br />“En.. Ak.. Sst.. Mmh”</p> <p>Linda kelihatannya sudah agak terangsang dengan permainan tangan saya, ditambah lagi ciuman saya yang mendarat secara tiba-tiba pada lehernya. Tangan kiri saya juga mulai aktif meremas payudaranya yang sebelah. Ciuman pada lehernya saya ubah jadi menjilat, jadi kedua tangan meremas dan kadang-kadang memelintir kedua putingnya itu yang makin lama makin mengeras.</p> <p>“Mmh.. Mmh..” gumam Linda. Beberapa menit kemudian..<br />“Udah.. Om.. Sst.. Udah..” tahan Linda sambil melepaskan saya dan merapikan bajunya.<br />“Ada apa Lin, contoh foreplay belum abis lho” goda saya tersenyum.<br />“Mmh.. Iya sich Om, cuman nggak leluasa di sini”<br />“Maunya Linda dimana?”<br />“Tempat yang sepi orangnya gitu”</p> <p>Saya lihat tempat rental internet itu sudah mulai ramai kedatangan pengunjung, mungkin Linda agak terganggu juga konsentrasinya.</p> <p>“Gimana kalo di hotel aja Lin, di sana lebih tenang” usulku.<br />“Iya dech.. Tapi jangan di Senggigi ya Om”, jawabnya sambil tangannya mengandeng saya mesra.<br />“Oke, nanti OM cariin yang agak jauh dari Senggigi”</p> <p>Dan kami pun check in di salah satu hotel yang agak jauh dari Senggigi, karena saya tahu Linda tidak mau ketahuan keluarganya, katanya dia bilang sama keluarganya mau ke rental internet selama 3 jam. Karena itu kami pergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya.</p> <p>“Wah, di sini baru tenang nich” kata Linda sambil memperhatikan hotel yang lumayan tenang karena tempatnya agak jauh dari Senggigi dan kota.<br />“Nah, sekarang gimana? Mau nerusin caranya foreplay?”<br />“Mmh.. Gimana ya” Linda agak ragu kelihatannya.</p> <p>Wah, anak ini harus dirangsang lagi supaya mau foreplay, soalnya si ‘buyung’ sudah tegak seperti pentungan pak satpam. Kemudian saya membuka kaos atas saya dan celana panjang jins hingga tinggal CD, sengaja saya membuka baju menghadap ke Linda.</p> <p>“Wow.. Apaan tuch Om, kok kembung” kata Linda sambil menunjuk ke kontol saya.<br />“Linda mau lihat punya Om ya” Kutanggalkan semua celana dalam saya hingga saya bugil dan kelihatan kontol yang tegak itu.<br />“Wow.. Kontol Om bengkok dikit ya..” terheran-heran Linda melihat bentuk kontol saya.<br />“Ini baru asli lho Lin, tanpa pembesaran” ujarku sambil mendekatinya.</p> <p>Tangan saya aktif membuka hem kremnya dan celana jins hitam tiga perempatnya. Sekarang tampak jelas BH merahnya dan CD putihnya yang cantik, pemandangan yang indah. Saya gendong Linda dan menaruhnya dengan lembut di sofa itu, kemudian saya mencium dan menjilat bibirnya serta tangan saya meremas payudara dan mencopot pengait BH-nya.</p> <p>“Om.. isep.. sst.. susu.. nya.. Linda..” rengeknya meminta saya menghentikan ciuman dan beralih ke payudaranya, ciuman dan hisapan saya giatkan, kemudian puting itu saya gigit perlahan.<br />“Terr.. us.. Om.. sst.. sst..” rintihnya sambil memindahkan kepala saya pada payudaranya.</p> <p>Tangan kiriku mengusap payudara sebelah kiri dan tangan kanan saya masuk dalam CD-nya dan mengusap-usap vaginanya yang ditumbuhi bulu halus, kemudian saya masukkan jari keluar-masuk dengan lancar.</p> <p>“Ouh.. Mmh.. Enak.. Om.. Nah.. Gitu..” Saya turun lagi mencium perutnya yang putih bersih, turun lagi mencium CD-nya yang mulai basah.<br />“Buka.. Aja.. Om.. Cepet.. Sst” celotehnya yang sudah bernafsu sekali sambil membuka CD-nya. Sekarang terlihat jelas sekali vaginanya yang masih kencang dan saya jilat dengan pelan dan semakin ke dalam lidah saya menari-nari.<br />“Sst.. Terr.. Us.. Om.. Mmh..” rintihnya tak karuan sambil menjepit kepala saya.</p> <p>Beberapa menit saya permainkan vaginanya dan paha bagian dalam Linda yang sudah sangat basah sekali.</p> <p>“Om.. Mmhmm.. Ganti.. Om.. Sstss”<br />“Gantian gimana Lin..” goda saya sambil telentang.<br />“Gantian Linda isep kontolnya Om, tapi jangan keluar dulu ya”<br />“Beres, nanti Om pakai kondom kok”<br />“Mmh..” Linda tidak menjawab, soalnya sudah mulai menghisap kontol saya, pertama-tama cuma masuk setengah tapi lama-kelamaan masuklah semua kontol saya.<br />“Terr.. Us.. Lin.. Jilat..” perintah saya sambil memegang kepalanya dan mendorong pelan supaya kontol saya masuk semua ke mulutnya.</p> <p>Beberapa menit kami melakukan oral sex, Linda ternyata menikmati permainan itu.</p> <p>“U.. Dah.. Lin.. Om.. Nggak tahan.. Nich”<br />“Iya Om, Linda juga pengin ngerasain senggama gaya kuda ama kontolnya Om yang bengkok itu hi.. hi..” celotehnya tertawa sambil mengambil posisi menungging.<br />“Sabar ya Lin, Om pasang kondom dulu”</p> <p>Kemudian setelah saya pasang kondom, saya masukkan ke vaginanya, tenyata meleset.</p> <p>“Aduh.. Om.. Pelan.. Dong” rintihnya kesakitan. Memang vagina Linda masih sempit kelihatannya dan posisi tersebut agak susah sich.<br />“Lin tolong bantuin pegangin kontol Om”<br />“Sini Linda bantuin masukin tapi pelan ya”</p> <p>Linda kemudian memegang kontol saya dan mengarahkan ke vaginanya dan saya dorong pelan, pelan tapi pasti dan bless.. masuk seluruhnya dengan dorongan saya yang terakhir agak keras.</p> <p>“Aduh Om sakit”<br />“Nggak apa-apa kok Lin, udah masuk kok”<br />“Sst.. Om.. Gini rasanya ya.. Sst..”<br />“Gi.. Mana.. Lin..”<br />“E.. Nak.. Sst.. Agak cepetan Om.. Sst”<br />“Nahh.. Sst.. Gitu..”</p> <p>Genjotan demi genjotan saya giatkan sambil tangan kiri memegang perutnya dan tangan kanan memegang payudaranya. Plok.. Plok.. Plok.. Demikian kira-kira bunyinya. Kira-kira beberapa menit saya ngentot dengan Linda dengan posisi doggy style. Dan semakin lama semakin cepat.</p> <p>“Ce.. Pat.. Sst.. Sst.. Om.. Aah.. Linda mau keluar nich” rintihnya tertahan.<br />“Sa.. ma.. an.. Lin.. keluarnya.. sst.. yess..” jawab saya sambil mempercepat sodokan kontol saya.<br />“Sst.. Lin.. Da.. Sst.. Kel.. Uar.. Om.. Argh..” jerit Linda.</p> <p>Tiba-tiba tubuh Linda mengejang dan saya pun juga, akhirnya crot.. crot.. crot.. Keluar cairan putih dalam kondom saya, bersamaan dengan muncratnya cairan di vagina Linda. Tubuh kami pun lemas menikmati sensasi yang luar biasa itu.</p> <p>“Trim’s ya Lin, rasanya gimana?” tanya saya sambil mengecup pipinya.<br />“Enak sekali Om, baru kali ini Linda puas”<br />“Gimana ML ama Om Andi Lin?” tanya saya sambil mencium pipinya.<br />“Puas rasanya ke Lombok, dapat plusnya lagi” katanya sambil ke kamar mandi dan beberapa menit sehabis mandi kemudian Linda sudah merapikan bajunya.<br />“Sampe besok ya, sehari lagi Linda pulang lho”<br />“Okey, kapan ketemu lagi?”<br />“Terserah Om dech, tapi jangan terlalu malam ya, nanti Papa curiga lho”<br />“Gimana kalo jam 19.20 Om jemput?”<br />“Okey dech, seperti biasa ya” Maksudnya seperti biasa adalah, Linda kujemput pakai mobil sewaan di Senggigi, tapi agak jauhan. Karena jika ketahuan bapaknya khan bisa berabe.</p> <p>Pukul 19.30 Linda sudah berada dalam mobil bersama saya, dengan memakai rok jins span warna biru dipadu dengan kaos ketat warna putih selaras dengan warna kulitnya. Aduh mak, makin cantik aja nich ABG, pikirku.</p> <p>“Kita kemana Om?”<br />“Bandara Selaparang”<br />“Ngapain ke sana?” tanyanya heran.<br />“Udah nggak usah banyak tanya, nanti juga tahu”<br />“Linda ama Papa cuma dikasih ijin satu jam lho Om”<br />“Maka itu, Om mau kasih hadiah buat Linda”<br />“Wah, terima kasih Om” jawabnya sambil mencium pipi saya mesra. Saya pilih bandara itu agar bisa romantis dan bisa lebih pribadi, tahu khan pembaca maksud saya, he.. he.. he…</p> <p>Setelah sampai di bandara, saya parkir mobil di tempat yang agak sepi, kebetulan juga kacanya hitam pekat. Saya ajak Linda pindah ke tempat duduk belakang mobil Kijang itu agar lebih leluasa kalau mepet-mepetan.</p> <p>“Mana hadiahnya Om?” tanya Linda tidak sabaran, karena tidak tahu apa hadiahnya.<br />“Om cuma mau kasih hadiah seperti kemaren” selidik saya menunggu tanggapannya.<br />“Maksud Om?”<br />“Iya, seperti yang Om ajarkan kemarin, nah itu hadiahnya, tapi Linda mau nggak?”<br />“Idih, si Om maunya..” jawab Linda sambil tersipu.</p> <p>Bagi saya itu sudah cukup merupakan tanda setuju dari Linda hingga tanpa menunggu jawaban dari Linda, saya langsung mencium bibirnya dan tangan saya sudah mendarat pada pahanya. Saya elus-elus pahanya yang putih dan masih terbalut oleh jins biru yang sangat seksi hingga memperlihatkan lekuk-lekuk bodinya. Linda juga kelihatannya ingin menghabiskan malam terakhirnya bersama saya dengan tergesa-gesa membuka celana saya sampai separuh dan melahap kontol saya yang sudah kencang dari tadi.</p> <p>“Teru.. Ss.. Lin..” perintah saya sambil membuka kaos dan BH putihnya yang berenda itu.<br />“Mmh.. Mmbmnb..” celotehnya tidak jelas karena mulutnya penuh dengan kontol saya yang maju mundur dihisapnya dengan irama yang cepat.<br />“Ud.. Ahh.. Lin.. Om.. Mau.. Kel.. Uar.. Arghh..”</p> <p>Tiba-tiba Linda melepaskan kulumannya, dan berganti posisi dengan saya yang berjongkok dan Linda yang duduk sambil membuka rok spannya. Pemandangan yang sangat indah pembaca, Linda memakai CD kuning yang bergambar hati atau cinta.</p> <p>“Ayo Om, jangan diliatin aja”<br />“Ya..” jawab saya sambil mencium vaginanya yang masih terbungkus CD kuningnya, jilatan demi jilatan membuatnya geli hingga pinggulnya ke kiri ke kanan tak beraturan.<br />“Uda.. Hh.. Om.. Buka aja.. Sst.. mmh..” katanya menyuruh saya membuka celana dalamnya.</p> <p>Dengan dibantu Linda, saya membuka celana dalam beserta sok spannya hingga ia tinggal mengenakan BH saja. Vaginanya yang ditumbuhi bulu halus itu mengeluarkan aroma harum khas wanita, beberapa saat saya cium dan jilat pada bagian dalam vaginanya.</p> <p>“Sst.. Arggh.. En.. Akk.. Om.. Nah gitu.. Sst”<br />“Jil.. At.. Om.. Bagian yang itu.. Ya.. Sst..” pintanya pada saya yang membuatnya sangat terangsang.</p> <p>Sambil menjilat seluruh bagian vaginanya, tangan kanan saya masuk ke dalam BH-nya dan meremas payudaranya dengan lembut dan kadang-kadang memelintir putingnya yang sudah keras sekali.</p> <p>“Ayo.. Om.. Sst.. Linda.. Nggak.. tahan.. Nih..” rintihnya memohon pada saya.</p> <p>Saya sudah mengerti maksudnya, Linda sudah sangat terangsang sekali ingin melepaskan hasratnya dengan segera. Kemudian saya berganti posisi dengan Linda saya pangku berhadapan dengan saya sambil membuka penutup payudaranya itu. Maka kami berdua sudah bugil di dalam mobil itu, untung saja keadaan bandara waktu itu belum terlalu ramai karena kedatangan pesawat masih lama.</p> <p>“Pel.. Lan ya Om” kata Linda sambil menggesek-gesekkan bibir vaginanya sebagai pemanasan dulu.<br />“Gimana Lin..?”<br />“Udah Om, sekarang aja” ajak Linda sambil memegang kontolku mengarahkannya pada lubang kemaluannya sambil saya juga menyodoknya pelan, kemudian pada akhirnya bless.. masuklah semua kontol saya.<br />“Arg.. Sst.. Mmh..” rintih Linda karena masuknya kontol saya yang kemudian maju mundur dengan lembut.</p> Kontol saya serasa diremas-remas dalam lubang kemaluan Linda yang masih sangat kencang sekali, denyut-denyut yang menimbulkan rasa nikmat bagi saya dan tentunya jugaInaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-79242690982030685422010-07-15T22:59:00.000-07:002010-07-20T22:18:27.050-07:00main seks sama bu guru<div class="entry"> <p>Rina adalah seorang guru sejarah di smu. Umurnya 30 tahun, cerai tanpa anak. Kata orang dia mirip Demi Moore di film Striptease. Tinggi 170, 50 kg, dan 36B. Semua murid-muridnya, terutama yang laki-laki pengin banget melihat tubuh polosnya.</p> <p>Suatu hari Rina terpaksa harus memanggil salah satu muridnya ke rumahnya, untuk ulangan susulan. Si Anto harus mengulang karena ia kedapatan menyontek di kelas. Anto juga terkenal karena kekekaran tubuhnya, maklum dia sudah sejak SD bergulat dengan olah raga beladiri, karenanya ia harus menjaga kebugaran tubuhnya.</p> <p>Bagi Rina, kedatangan Anto ke rumahnya juga merupakan suatu kebetulan. Ia juga diam-diam naksir dengan anak itu. Karenanya ia bermaksud memberi anak itu ‘pelajaran’ tambahan di Minggu siang ini.<br />“Sudah selesai Anto?”, Rina masuk kembali ke ruang tamu setelah meninggalkan Anto selama satu jam untuk mengerjakan soal-soal yang diberikannya.<br />“Hampir bu”<br />“Kalau sudah nanti masuk ke ruang tengah ya saya tinggal ke belakang..”<br />“Iya..”<br />“Bu Rina, Saya sudah selesai”, Anto masuk ke ruang tengah sambil membawapekerjaannya.<br />“Ibu dimana?”<br />“Ada di kamar.., Anto sebentar ya”, Rina berusaha membetulkan t-shirtnya. Ia sengaja mencopot BH-nya untuk merangsang muridnya itu. Di balik kaus longgarnya itu bentuk payudaranya terlihat jelas, terlebih lagi puting susunya yang menyembul.</p> <p>Begitu ia keluar, mata Anto nyaris copot karena melotot, melihat tubuh gurunya. Rina membiarkan rambut panjangnya tergerai bebas, tidak seperti biasanya saat ia tampil di muka murid-muridnya.<br />“Kenapa ayo duduk dulu, Ibu periksa..”<br />Muka Anto merah karena malu, karena Rina tersenyum saat pandangannya terarah ke buah dadanya.<br />“Bagus bagus…, Kamu bisa gitu kok pakai menyontek segala..?”<br />“Maaf Bu, hari itu saya lupa untuk belajar..”<br />“oo…, begitu to?”<br />“Anto kamu mau menolong saya?”, Rina merapatkan duduknya di karpet ke tubuh muridnya.<br />“Apa Ibu?”, tubuh Anto bergetar ketika tangan gurunya itu merangkul dirinya, sementara tangan Rina yang satu mengusap-uasap daerah ‘vital’ nya.<br />“Tolong Ibu ya…, dan janji jangan bocorkan pada siapa–siapa”.<br />“Tapi tapi…, Saya”.<br />“Kenapa?, oo…, kamu masih perawan ya?”.<br />Muka Anto langsung saja merah mendengar perkataan Rina”Iya”<br />“Nggak apa-apa”, Ibu bimbing ya.</p> <p>Rina kemudian duduk di pangkuan Anto. Bibir keduanya kemudian saling berpagutan, Rina yang agresif karena haus akan kehangatan dan Anto yang menurut saja ketika tubuh hangat gurunya menekan ke dadanya. Ia bisa merasakan puting susu Rina yang mengeras. Lidah Rina menjelajahi mulut Anto, mencari lidahnya untuk kemudian saling berpagutan bagai ular.</p> <p>Setelah puas, Rina kemudian berdiri di depan muridnya yang masih melongo. Satu demi satu pakaiannya berjatuhan ke lantai. Tubuhnya yang polos seakan akan menantang untuk diberi kehangatan oleh perjaka yang juga muridnya ini.<br />“Lepaskan pakaiannmu Anto”, Rina berkata sambil merebahkan dirinya di karpet. Rambut panjangnya tergerai bagai sutera ditindihi tubuhnya.<br />“Ahh cepat Anto”, Rina mendesah tidak sabar.</p> <p>Anto kemudian berlutut di samping gurunya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pengetahuannya tentang seks hanya di dapatnya dari buku dan video saja.<br />“Anto…, letakkan tanganmu di dada Ibu”,<br />Dengan gemetar Anto meletakkan tangannya di dada Rina yang turun naik. Tangannya kemudian dibimbing untuk meremas-remas payudara Rina yang montok itu.<br />“Oohh…, enakk…, begitu caranya…, remas pelan-pelan, rasakan putingnya menegang..” Dengan semangat Anto melakukan apa yang gurunya katakan.<br />“Ibu…, Boleh saya hisap susu Ibu?”.<br />Rina tersenyum mendengar pertanyaan muridnya, yang berkata sambil menunduk, “Boleh…, lakukan apa yang kamu suka”.</p> <p>Tubuh Rina menegang ketika merasakan jilatan dan hisapan mulut pemuda itu di susunya. Perasaan yang ia pernah rasakan 3 tahun lalu saat ia masih bersama suaminya.<br />“Oohh…, jilat terus sayang…, ohh”, Tangan Rina mendekap erat kepala Anto ke payudaranya.</p> <p>Anto semakin buas menjilati puting susu gurunya tersebut, mulutnya tanpa ia sadari menimbulkan bunyi yang nyaring. Hisapan Anto makin keras, bahkan tanpa ia sadari ia gigit-gigit ringan puting gurunya tersebut.<br />“mm…, nakal kamu”, Rina tersenyum merasakan tingkah muridnya itu.<br />“Sekarang coba kamu lihat daerah bawah pusar Ibu”.<br />Anto menurut saja. Duduk diantara kaki Rina yang membuka lebar. Rina kemudian menyandarkan punggungya pada dinding di belakangnya.<br />“Coba kamu rasakan”, ia membimbing telunjuk Anto memasuki vaginanya.<br />“Hangat Bu..”<br />Bisa kamu rasakan ada semacam pentil…?”<br />“Iya..”<br />“Itu yang dinamakan kelentit, itu adalah titik peka cewek juga. Coba kamu gosok-gosok”Pelan-pelan jari Anto mengusap-usap clitoris yang mulai menyembul itu.<br />“Terus…, oohh…, ya…, gosok…, gosok”, Rina mengerinjal-gerinjal keenakan ketika clitorisnya digosok-gosok oleh Anto.<br />“Kalo diginiin nikmat ya Bu?”, Anto tersenyum sambil terus menggosok-gosok jarinya.<br />“Oohh…, Antoo…, mm”, tubuh Rini telah basah oleh peluh, pikirannya serasa di awang-awang, sementara bibirnya merintih-rintih keenakan.</p> <p>Tangan Anto semakin berani mempermainkan clitoris gurunya yang makin bergelora dirangsang birahi. Nafasnya yang semakin memburu pertanda pertahanan gurunya akan segera jebol.<br />“Ooaahh…, Anntoo”, Tangan Rina mencengkeram pundak muridnya, sementara tubuhnya menegang dan otot-otot kewanitaannya menegang. Matanya terpejam sesaat, menikmati kenikmatan yang telah lama tidak dirasakannya.<br />“Hmm…, kamu lihai Anto…, Sekarang…, coba kamu berbaring”.<br />Anto menurut saja. Penisnya segera menegang ketika merasakan tangan lembut gurunya.<br />“Wah…, wahh.., besar sekali”, tangan Rina segera mengusap-usap penis yang telah mengeras tersebut.</p> <p>Segera saja benda panjang dan berdenyut-denyut itu masuk ke mulut Rina. Ia segera menjilati penis muridnya itu dengan penuh semangat. Kepala penis muridnya itu dihisapnya keras-keras, sehingga Anto merintih keenakan.<br />“Ahh…, enakk…,enakk”, Anto tanpa sadar menyodok-nyodokkan pinggulnya untuk semakin menekan penisnya makin ke dalam kuluman Rina. Gerakannya makin cepat seiring semakin kerasnya hisapan Rina.<br />“oohh Ibu…, Ibbuu”<br />Muncratlah cairan mani Anto di dalam mulut Rina, yang segera menjilati cairan itu hingga tuntas.<br />“Hmm…, manis rasanya Anto”, Rina masih tetap menjilati penis muridnya yang masih tegak.<br />“Sebentar ya aku mau minum dulu”.</p> <p>Ketika Rina sedang membelakangi muridnya sambil menenggak es teh dari kulkas. Tiba-tiba ia merasakan seseorang mendekapnya dari belakang.<br />“Anto…, biar Ibu minum dulu”.<br />“Tidak…, nikmati saja ini”, Anto yang masih tegang berat mendorong Rina ke kulkas.<br />Gelas yang dipegang rina jatuh, untungnya tidak pecah. Tangan Rina kini menopang tubuhnya ke permukaan pintu kulkas.<br />“Ibu…, sekarang!”<br />“Ahhkk”, Rina berteriak, saat Anto menyodokkan penisnya dengan keras ke liang vaginanya dari belakang. Dalam hatinya ia sangat menikmati hal ini, pemuda yang tadinya pasif berubah menjadi liar.<br />“Antoo…, enakk…, ohh…, ohh”. Tubuh Rina bagai tanpa tenaga menikmati kenikmatan yang tiada taranya. Tangan Anto satu menyangga tubuhnya, sementara yang lain meremas payudaranya. Dan penisnya yang keras melumat liang vaginanya.<br />“Ibu menikmati ini khan”, bisik Anto di telinganya<br />“Ahh…, hh”, Rina hanya merintih, setiap merasakan sodokan keras dari belakang.<br />“Jawab…, Ibu”, dengan keras Anto mengulangi sodokannya.<br />“Ahh…,iyaa”<br />“Anto…, Anto jangann…, di dal.. La” belum sempat ia meneruskan kalimatnya, Rina telah merasakan cairan hangat di liang vaginanya menyemprot keras. Kepalang basah ia kemudian menyodokkan keras pinggulnya.<br />“Uuhgghh”, penis Anto yang berlepotan mani itupun amblas lagi ke dalam liang Rina.”Ahh”.</p> <p>Kedua insan itupun tergolek lemas menikmati apa yang baru saja mereka rasakan.</p> <p>Setelah kejadian dengan Anto, Rina masih sering bertemu dengannya guna mengulangi lagi perbuatan mereka. Namun yang mengganjal hati Rina adalah jika Anto kemudian membocorkan hal ini ke teman-temannya.</p> <p>Ketika Rina berjalan menuju mobilnya seusai sekolah bubar, perhatiannya tertumbuk pada seorang muridnya yang duduk di sepeda motor di samping mobilnya, katakanlah dia Reza. Ia berbeda dengan Anto, anaknya agak pembuat onar jika di kelas, kekar dan nakal. Hatinya agak tidak enak melihat situasi ini.<br />“Bu Rina salam dari Anto”, Reza melemparkan senyum sambil duduk di sepeda motornya.<br />“Terima kasih, boleh saya masuk”, Ia harus berkata begitu karena sepeda motor Reza menghalangi pintu mobilnya.<br />“Boleh…, boleh Bu saya juga ingin pelajaran tambahan seperti Anto.”<br />Langkah Rina terhenti seketika. Namun otaknya masih berfungsi normal, meskupun sempat kaget.<br />“Kamu kan nilainya bagus, nggak ada masalah kan..”, sambil duduk di balik kemudi.<br />“Ada sedikit sih kalau Ibu nggak bisa mungkin kepala guru bisa membantu saya, sekaligus melaporkan pelajaran Anto”, Reza tersenyum penuh kemenangan.<br />“Apa hubungannya?”, Keringat mulai menetes di dahi Rina.<br />“Sudahlah kita sama-sama tahu Bu. Saya jamin pasti puas”.</p> <p>Tanpa menghiraukan omongan muridnya, Rina langsung menjalankan mobilnya ke rumahnya. Namun ia sempat mengamati bahwa muridnya itu mengikutinya terus hingga ia menikung untuk masuk kompleks perumahan.<br />Setelah mandi air hangat, ia bermaksud menonton TV di ruang tengah. Namun ketika ia hendak duduk pintu depan diketuk oleh seseorang. Rina segera menuju pintu itu, ia mengira Anto yang datang. Ternyata ketika dibuka<br />“Reza! Kenapa kamu ngikuutin saya!”, Rina agak jengkel dengan muridnya ini.<br />“Boleh saya masuk?”.<br />“Tidak!”.<br />“Apa guru-guru perlu tahu rahasiamu?”.<br />“!!”dengan geram ia mempersilakan Reza masuk.<br />“Enak ya rumahnya, Bu”, dengan santainya ia duduk di dekat TV. “Pantas aja Anto senang di sini”.<br />“Apa hubunganmu dengan Anto?, Itu urusan kami berdua”, dengan ketus Rina bertanya.<br />“Dia teman dekat saya. Tidak ada rahasia diantara kami berdua”.<br />“Jadi artinya”, Kali ini Rina benar-benar kehabisan akal. Tidak tahu harus berbuat apa.<br />“Bu, kalo saya mau melayani Ibu lebih baik dari Anto, mau?”, Reza bangkit dari duduknya dan berdiri di depan Rina.<br />Rina masih belum bisa menjawab pertanyaan muridnya itu. Tubuhnya panas dingin.</p> <p>Rina masih belum bisa menjawab pertanyaan muridnya itu. Tubuhnya panas dingin. Belum sempat ia menjawab, Reza telah membuka ritsluiting celananya. Dan setelah beberapa saat penisnya meyembul dan telah berada di hadapannya.<br />“Bagaimana Bu, lebih besar dari Anto khan?”.<br />Reza ternyata lebih agresif dari Anto, dengan satu gerakan meraih kepala Rina dan memasukkan penisnya ke mulut Rina.<br />“Mmpfpphh”.<br />“Ahh yaa…, memang Ibu pandai dalam hal ini. Nikmati saja Bu…, nikmat kok”<br />Rupanya nafsu menguasai diri Rina, menikmati penis yang besar di dalam mulutnya, ia segera mengulumnya bagai permen. Dijilatinya kepala penis pemuda itu dengan semangat. Kontan saja Reza merintih keenakan.<br />“Aduhh…, nikmat sekali Bu oohh”, Reza menyodok-nyodokkan penisnya ke dalam mulut Rina, sementara tangannya meremas-remas rambut ibu gurunya itu. Rina merasakan penis yang diisapnya berdenyut-denyut. Rupanya Reza sudah hendak keluar.<br />“oohh…, Ibu enakk…, enakk…, aahh”.<br />Cairan mani Reza muncrat di mulut Rina, yang segera menelannya. Dijilatinya penis yang berlepotan itu hingga bersih. Kemudian ia berdiri.<br />“Sudahh…, sudah selesai kamu bisa pulang”, Namun Rina tidak bisa memungkiri perasaannya. Ia menikmati mani Reza yang manis itu serta membayangkan bagaimana rasanya jika penis yang besar itu masuk ke vaginanya.<br />“Bu, ini belum selesai. Mari ke kamar, akan saya perlihatkan permainan yang sebenarnya.”<br />“Apa! beraninya kamu memerintah!”, Namun dalam hatinya ia mau. Karenanya tanpa berkata-kata ia berjalan ke kamarnya, Reza mengikuti saja.</p> <p>Setelah ia di dalam, Rina tetap berdiri membelakangi muridnya itu. Ia mendengar suara pakaian jatuh, dugaannya pasti Reza sedang mencopoti pakaiannya. Ia pun segera mengikuti jejak Reza. Namun ketika ia hendak melepaskan kancing dasternya.<br />“Sini saya teruskan”, ia mendengar Reza berbisik ke telinganya. Tangan Reza segera membuka kancing dasternya yang terletak di bagian depan. Kemudian setelah dasternya jatuh ke lantai, tangan itupun meraba-raba payudaranya. Rina juga merasakan penis pemuda itu diantara belahan pantatnya.<br />“Gilaa…, besar amat”, pikirnya. Tak lama kemudian iapun dalam keadaan polos. Penis Reza digosok-gosokkan di antara pantatnya, sementara tangan pemuda itu meremasi payudaranya. Ketika jemari Reza meremas puting susu Rina, erangan kenikmatan pun keluar.<br />“mm oohh”.<br />Reza tetap melakukan aksi peremasan itu dengan satu tangan, sementara tangan satunya melakukan operasi ke vagina Rina.<br />“Reza…, aahh…, aahh”, Tubuh Rina menegang saat pentil clitorisnya ditekan-tekan oleh Reza.<br />“Enak Bu?”, Reza kembali berbisik di telinga gurunya yang telah terbakar oleh api birahi itu.</p> <p>Rina hanya bisa menngerang, mendesah, dan berteriak lirih. Saat usapan, remasan, dan pekerjaan tangan Reza dikombinasi dengan gigitan ringan di lehernya. Tiba-tiba Reza mendorong tubuh Rina agar membungkuk. Kakinya di lebarkan.<br />“Kata Anto ini posisi yang disukai Ibu”<br />“Ahhkk…, hmm…, hmmpp”, Rina menjerit, saat Reza dengan keras menghunjamkan penisnya ke liang vaginanya dari belakang.”<br />“Ugghh…, innii…, innii”, Reza medengus penuh gairah dengan tiap hunjaman penisnya ke liang Rina. Rinapun berteriak-teriak kenikmatan, saat liang vaginanya yang sempit itu dilebarkan secara cepat.<br />“Adduuhh…, teruss.., teruss Rezaa…, oohh”, Kepala ibu guru itu berayun-ayun, terpengaruh oleh sodokan Reza. Tangan Reza mencengkeram pundak Rina, seolah-olah mengarahkan tubuh gurunya itu agar semakin cepat saja menelan penisnya.<br />“Oohh Rina…, Rinnaa”.<br />Rina segera merasakan cairan hangat menyemprot di dalam vaginanya dengan deras. Matanya terpejam menikmati perasaan yang tidak bisa ia bayangkan.</p> <p>Rina masih tergolek kelelahan di tempat tidur. Rambutnya yang hitam panjang menutupi bantalnya, dadanya yang indah naik-turun mengikuti irama nafasnya. Sementara itu vaginanya sangat becek, berlepotan mani Reza dan maninya sendiri. Reza juga telajang bulat, ia duduk di tepi tempat tidur mengamati tubuh gurunya itu. Ia kemudian duduk mendekat, tangannya meraba-raba liang vagina Rina, kemudian dipermainkannya pentil kelentit gurunya itu.<br />“mm capek…, mm”, bibir Rina mendesah saat pentilnya dipermainkan. Sebenarnya ia sangat lelah, tapi perasaan terangsang yang ada di dalam dirinya mulai muncul lagi. Dibukanya kakinya lebar-lebar sehingga memberikan kemudahan bagi Reza untuk memainkan clitorisnya.<br />“Rezz aahh”, Tubuh Rina bergetar, menggelinjang-gelinjang saat Reza mempercepat permainan tangannya.<br />“Bu…, balik…, Reza pengin nih”<br />“Nakal kamu ahh”, dengan tersenyum nakal, Rina bangkit dan menungging. Tangannya memegang kayu dipan tempat tidurnya. Matanya terpejam menanti sodokan penis Reza. Reza meraih payudara Rina dari belakang dan mencengkeramya dengan keras saat ia menyodokkan penisnya yang sudah tegang<br />“Adduuhh…, owwmm”, Rina mengaduh kemudian menggigit bibirnya, saat lubang vaginannya yang telah licin melebar karena desakan penis Reza.<br />“Bu Rina nikmat lho vagina Ibu…, ketat”, Reza memuji sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya.<br />“mm…, aahh…, ahh…, ahhkk”, Rina tidak bisa bertahan untuk hanya mendesah. Ia berteriak lirih seiring gerakan Reza. Badannya digerakkannya untuk mengimbangi serangan Reza. Kenikmatan ia peroleh juga dari remasan muridnya itu.<br />“Ayoo…, aahh.., ahh… Mm.., buat Ibu keluuaa.. Rr lagi…”. Gerakan Rina makin cepat menerima sodokan Reza.</p> <p>Tangan Reza beralih memegangi tubuh Rina, diangkatnya gurunya itu sehingga posisinya tidak lagi “doggy style”, melainkan kini Rina menduduki penisnya dengan membelakangi dirinya. Reza kini telentang di tempat tidur yang acak-acakan dan penuh oleh mani yang mengering.<br />“Ooww..”, Teriakan Rina terdengar keras saat ia tidak bisa lagi menahan orgasmenya. Tangannya mencengkeram tangan Reza, kepalanya mendongak menikmati kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Sementara Reza sendiri tetap menusuk-nusukkan penisnya ke vagina Rina yang makin becek.<br />“Ayoo…, makin dalam dalamm”.<br />“Ahh.., aahh…, aahh..”, Rezapun mulai berteriak-teriak.<br />“Mau kelluuaarr”<br />Rina sekali lagi memejamkan matanya, saat mani Reza menyemprot dalam liang vaginanya. Rina kemudian ambruk menindih tubuh Reza yang basah oleh keringat. Sementara diantara kaki-kaki mereka mengalir cairan hangat hasil kenikmatan mereka.<br />“Bu Rina…, sungguh luar biasa, Coba kalau Anto ada disini sekarang”.<br />“mm memangnya kamu mau apa”, Rina kemudian merebahkan dirinya di samping Reza. Tangannya mengusap-usap puting Reza.<br />“Kita bisa main bertiga, pasti lebih nikmat..”<br />Rina tidak bisa menjawab komentar Reza, sementara perasaannya dipenuhi kebingungan.</p> <p>Akhirnya hari kelulusan murid klas 3 sampai juga. Dengan demikian Rina harus berpisah dengan kedua murid yang disayanginya, terlebih lagi ketika ia harus pindah ke kota lain untuk menempati pos baru di Kanwil. Karenanya ia memanggil Anto untuk datang ke rumahnya untuk memberitahukan perihal kepindahannya.<br />Ketika seputar Indonesia mulai ditayangkan, Anto muncul. Ia langsung dipersilakan duduk.<br />“Bu, Anto kangen lho”.<br />“Iya deh…, nanti. Gini, Ibu bulan depan pindah ke kota B, soalnya akan dinaikkan pangkatnya. Jadi…, jadi…, Ibu ingin malam ini malam terakhir kita”, mata Rina berkaca-kaca ketika mengucapkan itu.<br />“…………..”, Anto tidak bisa menjawab. Ia kaget mendengar berita itu. Baginya Rina merupakan segalanya, terlebih lagi ia telah mendapatkan pelajaran berharga dari gurunya itu.<br />“Tapi Anto masih boleh berkirim surat kan?”.<br />Rina bisa sedikit tersenyum melihat muridnya tabah, “Iya…, boleh…, boleh”.<br />“Minum dulu Nto, ada es teh di meja makan. Kalau sudah nonton VCD di kamar yaa”, Rina mengerling nakal ke muridnya sambil beranjak ke kamar. Di kamar ia mengganti pakaiannya dengan kimono kegemarannya, melepas BH, menghidupkan AC dan tentu saja menyetel VCD ‘Kamasutra-nya Penthouse”. Lalu ia tengkurap di tempat tidur sambil menonton TV.</p> <p>Diluar Anto meminum es teh yang disediakan Rina dan membiarkan pintu depan tidak terkunci. Ia mempunyai rencana yang telah disusun rapi.<br />Lalu Anto menyusul Rina ke kamar tidur. Begitu pintu dibuka ia melihat gurunya tengkurap menonton VCD dengan dibalut kimono merah tipis, lekuk tubuhnya jelas terlihat. Rambutnya yang panjang tergerai di punggungnya bagai gadis iklan shampo Pantene.<br />“Ganti pakaian itu Nto..”, Rina menunjuk celana pendek dan kaos tipis yang terlipat rapi di meja riasnya.</p> <p>Ketika Anto sedang mencopot celananya Rina sempat melihat penis pemuda itu menyembul di balik CD GT Man-nya. Setelah selesai Anto juga tengkurap di samping Rina.<br />“Sudah liat film ini belum? Bagus lho untuk info posisi-posisi ngesex”.<br />“Belum tuh…”, Mata Anto tertuju pada posisi dimana si wanita berdiri memegang pohon sementara si pria memasukkan penisnya dari belakang, sambil meremas-remas payudara partnernya.<br />“mm…, itu posisi fave saya. Kalau kamu suka nanti CD itu bisa kamu ambil”.<br />“Thanx..”, Anto kemudian mengecup pipi gurunya.</p> <p>Adegan demi adegan terus bergulir, suasana pun menjadi semakin panas. Rina kini tengkurap dengan tidak lagi mengenakan selembar benangpun. Demikian pula Anto. Anto kemudian duduk di sebelah gurunya itu, dibelainya rambut Rina dengan lembut, kemudian disibakkannya ke sebelah kiri. Bibir Anto kemudian menciumi tengkuk Rina, dijilatinya rambut-rambut halus yang tumbuh lebat.<br />“aahh…”<br />Setelah puas, Anto kemudian memberi isyarat pada Rina agar duduk di pangkuannya.<br />“Bu, biar Anto yang puasin ibu malam ini…”, Bisik Anto di telinga Rina. Rina yang telah duduk di pangkuan Anto pasrah saja saat kedua tangan muridnya meremas-remas payudaranya yang liat. Kemudian ia menjerit lirih saat puting susunya mendapat remasan.<br />“Akhh…”, Rina memejamkan matanya.<br />“Anto…, jilatin vagina ibu…”</p> <p>Anto kemudian merebahkan Rina, dibukanya kaki gurunya itu lebar-lebar, kemudian dengan perlahan ia mulai menjilati vagina gurunya. Bau khas dari vagina yang telah basah oleh gairah itu membuat Anto kian bernafsu.<br />“oohh…, teruss…, teruuss…”, Rina bergetar merasakan kenikmatan itu. Tangannya membimbing tangan Anto dalam meremasi susunya. Memberikan kenikmatan ganda.<br />“Jilatin…, pentil itu…, oohohh”, Bagai dikomando Anto menjilati pentil clitoris Rina, dengan penuh semangat.<br />“Aduuhh….. Oohh…oohh…hh.. Hh…..”<br />“Anto…, massuukk”.</p> <p>Kaki Rina kemudian disampirkannya ke pundak, dan dengan cepat disodokkannya penisnya ke vagina Rina yang becek.<br />“mm…”, Rina menggigit bibirnya. Meskipun lubang vaginanya telah licin, namun penis yang besar itu tetap saja agak kesulitan menerobos masuk.<br />“Uuhh…, masih susah juga ya Bu…”, Anto sambil meringis memaju mundurkan penisnya. Ia merasakan penisnya bagai diremas-remas oleh tangan yang sangat halus saat di dalam. Tangan Rina mempermainkan puting Anto. Dengan gemas dicubitnya hingga Anto berteriak.<br />“Uhh…, nakal, Ini balasannya!”, sodokan Anto makin keras, lebih keras dari saat ia memasukkan penisnya.<br />“aa…”.</p> <p>Tiba-tiba pintu kamar tebuka! Spontan Rina terkejut, tapi tidak bagi Anto. Reza sudah berdiri di muka pintu, senjatanya telah tegak berdiri.<br />“mm…, hot juga permainan Ibu dengan Dia, boleh saya bergabung?”, Reza kemudian berjalan mendekati mereka. Rina yang hendak berdiri ditahan oleh Anto, yang tetap menjaga penisnya di dalam vagina rina.<br />“Nikmati saja…”<br />Reza kemudian mengangkangi Rina, penisnya berada tepat di mukanya.<br />“Isap… Ayoo”, sambil memasukkan penisnya. Saat itu pula Anto menghentakkan gerakannya. Saat Rina berteriak, saat itu pula penis Reza masuk.<br />“Ahh…, nikmat..”, Rina merem-melek menghisap-hisap penis muridnya, sementara Anto dengan puas menggarap vaginanya.<br />“uufff…, jilatin…, jilatt”, tangan Reza memegangi kepala Rina, agar semakin dalam saja mengisap penisnya.</p> <p>Posisi itu tetap bertahan hingga akhirnya Anto keluar duluan. Maninya menyemprot dengan leluasa di lubang vagina gurunya yang cantik. Sementara Reza tetap mengerang-erang sambil medorong-dorong kepala Rina.<br />Setelah Anto mengeluarkan penisnya dari vagina Rina, “Berdiri menghadap tembok Bu!”<br />Rina masih kelelahan. Ia telah orgasme pula saat Anto keluar, namun ia tidak bisa teriak karena ada penis di mulutnya. Saat ia berdiri dengan tangan di tembok menahan tubuhnya, mani anto menetes ke lantai.<br />“mm…, Nto…, liat tuh punya kamu..”, seru Reza sambil tertawa. Ia kemudian menempelkan tubuhnya ke Rina. Penisnya tepat berada di antara kedua pantat Rina.<br />“Nih Bu rasakan punya Reza juga ya”.</p> <p>Anto dengan santai menyaksikan temannya menggarap gurunya dari belakang. Tangan Reza memegangi pinggang Rina saat ia menyodok-nyodokkan penisnya keluar masuk dengan cepat. Saat Rina merintih-rintih menikmati permainan mereka, Anto merasakan penisnya tegang lagi. Ia tidak tahan melihat pemandangan yang sangat erotik sekali.<br />Kedua insan itu saling mengaduh, mendesah, dan berteriak lirih seiring kenikmatan yang mereka berikan dan rasakan.<br />“ooww…”, Tubuh Rina yang disangga Reza menegang, kemudian lemas. Anto menduga mereka berdua telah sampai di puncak kenikmatan. Timbul isengnya, ia kemudian mendekati mereka dan menyusup diantara Rina dan tembok. Dipindahkannya tangan Rina ke pundaknya, dan penisnya menggantikan posisi milik Reza.<br />“Anto…”, Lagi-lagi Rina mendesah saat penis Anto masuk dan pinggulnya didorong oleh Reza dari belakang.<br />“Ahh.. Ahh…. Dorongg…dorongg………….”<br />“aa.. Aa… Aa”.<br />“oohhkk…, kk…, kk..”, Rina berteriak keras sekali, saat dorongan Reza sangat keras menekan pinggulnya. penis Anto amblas hingga mencapai pangkalnya masuk ke vagina Rina. Saat itu pula ia merasakan penis yang berdenyut-denyut itu melepaskan muatannya untuk kedua kali.</p> <p>Malam itu merupakan malam yang liar bagi ketiga insan yang akan berpisah itu. Malam yang tidak bisa mereka lupakan untuk selamanya. </p> </div>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-68885309483891992312010-07-15T22:57:00.000-07:002010-07-18T08:36:08.935-07:00ML ke3 dengan sahabatku<div class="entry"> <p>Namaku Andhika, aku seorang siswa Kelas 1 di SMU yang cukup top di kota Makassar. Pada hari itu aku ingin mengambil tugas kimia di rumah salah satu teman cewekku, sebut saja Rina. Di sana kebetulan aku ketemu sahabat Rina. Kemudian kami pun berkenalan, namanya Laura, orangnya cukup cantik, manis, putih dan bodinya sudah seperti anak kelas 3 SMU, padahal dia baru kelas 3 SMP. Pakaian sekolahnya yang putih dan agak kekecilan makin menambah kesan payudaranya menjadi lebih besar. Ukuran payudaranya mungkin ukuran 32B karena seakan akan baju seragam SMP-nya itu sudah tidak mampu membendung tekanan dari gundukan gunung kembar itu.</p> <p>Kami saling diam, hanya aku sedang mengamati dadanya dan pantatnya yang begitu montok. Wah serasa di langit ke-7 kali kalau aku bisa menikmati tubuh cewek ini, pikirku. Terkadang mata kami bertemu dan bukannya ke GR-an tapi aku rasa cewek ini juga punya perasaan terhadapku. Setelah satu jam berada di rumah Rina, aku pun berpamitan kepada Rina tetapi dia menahanku dan memintaku mengantarkan Laura pulang karena rumahnya agak jauh dan sudah agak sore dan kebetulan aku sedang bawa “Kijang Rangga” milik bapakku.</p> <p>Akhirnya aku menyetujuinya hitung-hitung ini kesempatan untuk mendekati Laura. Setelah beberapa lama terdiam aku mengawali pembicaraan dengan menanyakan, “Apa tidak ada yang marah kalau aku antar cuma berdua, entar pacar kamu marah lagi…?” pancingku. Dia cuma tertawa kecil dan berkata, “Aku belum punya pacar kok.” Secara perlahan tangan kiriku mulai menggerayang mencoba memegang tangannya yang berada di atas paha yang dibalut rok SMP-nya. Dia memindahkan tangannya dan tinggallah tanganku dengan pahanya. Tanpa menolak tanganku mulai menjelajah, lalu tiba-tiba dia mengangkat tanganku dari pahanya, “Awas Andhi, liat jalan dong! entar kecelakan lagi…” dengan nada sedikit malu aku hanya berkata, “Oh iya sorry, habis enak sih,” candaku, lalu dia tersenyum kecil seakan menyetujui tindakanku tadi. Lalu aku pun membawa mobil ke tempat yang gelap karena kebetulan sudah mulai malam, “Loh kok ke sini sih?” protes Laura. Sambil mematikan mesin mobil aku hanya berkata,<br />“Boleh tidak aku cium bibir kamu?”<br />Dengan nada malu dia menjawab,<br />“Ahh tidak tau ahh, aku belum pernah gituan.”<br />“Ah tenang aja, nanti aku ajari,” seraya langsung melumat bibir mungilnya.</p> <p>Dia pun mulai menikmatinya, setelah hampir lima menit kami melakukan permainan lidah itu. Sambil memindahkan posisiku dari tempat duduk sopir ke samping sopir dengan posisi agak terbungkuk kami terus melakukan permainan lidah itu, sementara itu dia tetap dalam posisi duduk. Lalu sambil melumat bibirnya aku menyetel tempat duduk Laura sehingga posisinya berbaring dan tanganku pun mulai mempermainkan payudaranya yang sudah agak besar, dia pun mendesah, “Ahh, pelan-pelan Andhi sakit nih…” Kelamaan dia pun mulai menyukaiku cara mempermainkan kedua payudaranya yang masih dibungkus seragam SMP.</p> <p>Mulutku pun mulai menurun mengitari lehernya yang jenjang sementara tanganku mulai membuka kancing baju seragam dan langsung menerkam dadanya yang masih terbungkus dengan “minishet” tipis serasa “minishet” bergambar beruang itu menambah gairahku dan langsung memindahkan mulutku ke dadanya.<br />“Lepas dulu dong ‘minishet’-nya, nanti basah?” desahnya kecil.<br />“Ah tidak papa kok, entar lagi,” sambil mulai membuka kancing “minishet”, dan mulai melumat puting payudara Laura yang sekarang sedang telanjang dada.Sementara tangan kananku mulai mempermainkan lubang kegadisannya yang masih terbungkus rok dan tanganku kuselipkan di dalam rok itu dan mulai mempermainkan lubangnya yang hampir membasahi CD-nya yang tipis berwarna putih dan bergambar kartun Jepang. Mulutku pun terus menurun menuju celana dalam bergambar kartun itu dan mulai membukanya, lalu menjilatinya dan menusuknya dengan lidahku. Laura hanya menutup mata dan mengulum bibirnya merasakan kenikmatan. Sesekali jari tengahku pun kumasukkan dan kuputar-putarkan di lubang kewanitaannya yang hanya ditumbuhi bulu-bulu halus. Dia hanya menggenggam rambutku dan duduk di atas jok mobil menahan rasa nyeri. Setelah itu aku kecapaian dan menyuruhnya, “Gantian dong!” kataku. Dia hanya menurut dan sekarang aku berada di jok mobil dan dia di bawah. Setelah itu aku menggenggam tangannya dan menuntunnya untuk mulai membuka celana “O’neal”-ku dan melorotkannya. Lalu aku menyuruhnya memegang batang kemaluanku yang dari tadi mulai tegang.</p> <p>Dengan inisiatif-nya sendiri dia mulai mengocok batang kemaluanku.<br />“Kalau digini’in enak tidak Andhi?” tanyanya polos.<br />“Oh iya enak, enak banget, tapi kamu mau nggak yang lebih enak?” tanyaku.<br />Tanpa berbicara lagi aku memegang kepalanya yang sejajar dengan kemaluanku dan sampailah mulutnya mencium kemaluanku. “Hisap aja! enak kok kayak banana split,” dia menurut saja dan mulai melumat batang kemaluanku dan terkadang dihisapnya. Karena merasa maniku hampir keluar aku menyuruhnya berhenti, dan Laura pun berhenti menghisap batang kemaluanku dengan raut muka yang sedikit kecewa karena dia sudah mulai menikmati “oral seks”. Lalu kami pun berganti posisi lagi sambil menenangkan kemaluanku. Dia pun kembali duduk di atas jok dan aku di bawah dengan agak jongkok. Kemudian aku membuka kedua belah pahanya dan telihat kembali liang gadis Laura yang masih sempit. Aku pun mulai bersiap untuk menerobos lubang kemaluan Laura yang sudah agak basah, lalu Laura bertanya, “Mau dimasukin tuh Andhi, mana muat memekku kecilnya segini dan punyamu segede pisang?” tanyanya polos. “Ah tenang aja, pasti bisa deh,” sambil memukul kecil kemaluannya yang memerah itu dan dia pun sendiri mulai membantu membuka pintu liang kemaluannya, mungkin dia tidak mau ambil resiko lubang kemaluannya lecet.</p> <p>Secara perlahan aku pun mulai memasukan batang kemaluanku, “Aah… ahh.. enak Andi,” desahnya dan aku berusaha memompanya pelan-pelan lalu mulai agak cepat, “Ahh… ahhh… ahhh… terus pompa Andi.” Setelah 20 menit memompa maniku pun sudah mau keluar tapi takut dia hamil lalu aku mengeluarkan batang kemaluanku dan dia agak sedikit tersentak ketika aku mengeluarkan batang kemaluanku.<br />“Kok dikeluarin, Andi?” tanyanya.<br />“Kan belum keluar?” tanyanya lagi.<br />“Entar kamu hamilkan bahaya, udah nih ada permainan baru,” hiburku.<br />Lalu aku mengangkat badannya dan menyuruhnya telungkup membelakangiku.<br />“Ngapain sih Andi?” tanya Laura.<br />“Udah tunggu aja!” jawabku.<br />Dia kembali tersentak dan mengerang ketika tanganku menusuk pantat yang montok itu.<br />“Aahh… ahhh… sakit Andhi… apaan sih itu…?”<br />“Ah, tidak kok, entar juga enak.”<br />Lalu aku mengeluarkan tanganku dan memasukkan batang kemaluanku dan desahan Laura kali ini lebih besar sehingga dia menggigit celana dalamku yang tergeletak di dekatnya.</p> <p>“Sabar yah Sayang! entar juga enak!” hiburku sambil terus memompa pantatnya yang montok. Tanganku pun bergerilya di dadanya dan terus meremas dadanya dan terkadang meremas belahan pantatnya. Laura mulai menikmati permainan dan mulai mengikuti irama genjotanku. “Ahh terus… Andhi… udah enak kok…” ucapnya mendesah. Setelah beberapa menit memompa pantatnya, maniku hendak keluar lagi. “Keluarin di dalam aja yah Laura?” tanyaku. Lalu dia menjawab, “Ah tidak usah biar aku isep aja lagi, habis enak sih,” jawabnya. Lalu aku mengeluarkan batang kemaluanku dari pantatnya dan langsung dilumat oleh Laura langsung dihisapnya dengan penuh gairah, “Crot… crot.. crot…” maniku keluar di dalam mulut Laura dan dia menelannya. Gila perasaanku seperti sudah terbang ke langit ke-7.<br />“Gimana rasanya?” tanyaku.<br />“Ahh asin tapi enak juga sih,” sambil masih membersihkan mani di kemaluanku dengan bibirnya.</p> <p>Setelah itu kami pun berpakaian kembali, karena jam mobilku sudah pukul 19:30. Tidak terasa kami bersetubuh selama 2 jam. Lalu aku mengantarkan Laura ke rumahnya di sekitaran Panakukang Mas. Laura tidak turun tepat di depan karena takut dilihat bapaknya. Tapi sebelum dia turun dia terlebih dahulu langsung melumat bibirku dan menyelipkan tanganku ke CD-nya. Mungkin kemaluannya hendak aku belai dulu sebelum dia turun. “Kapan-kapan main lagi yach Andhi!” ucapnya sebelum turun dari mobilku. Tapi itu bukan pertemuan terakhir kami karena tahun berikutnya dia masuk SMU yang sama denganku dan kami bebas melakukan hal itu kapan saja, karena tampaknya dia sudah ketagihan dengan permainan itu bahkan Laura pernah melakukan masturbasi dengan pisang di toilet sekolah. Untung aku melihat kejadian itu sehingga aku dapat memberinya “jatah” di toilet sekolah.</p> </div>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-23179792474225448742010-07-15T22:55:00.000-07:002010-07-16T21:54:43.009-07:00main seks dengan teman baik ku<div class="entry"> <p>Aku telah melakukan kegiatan seks dgn beberapa wanita lain. Berkat bimbingan Mbak Wulan aku jadi lumayan ahli dlm hal seks untuk anak seumurku (20 thn-an) pada waktu itu. Aku pun jadi percaya diri dlm berhubungan dgn wanita.</p> <p>Setelah berhubungan seks dgn bbrp wanita aku jadi menarik kesimpulan bahwa ada dua jenis manusia dlm urusan syahwat ini. Yg pertama adalah yg menurut istilahku sendiri aku sebut “pelahap seks” dan yg kedua adalah “penikmat seks”.</p> <p>Pelahap seks dan penikmat seks sebetulnya adalah sangat mirip, keduanya sama² sangat menyukai seks. Bedanya, pelahap seks biasanya melakukan kegiatan seks hanya untuk memenuhi birahinya saja. Ibarat orang makan itu tujuan utamanya adalah mencari kenyang, kurang mementingkan rasa dari apa yg dia makan. Jangan salah, pelahap seks tidak harus orang yg hyper-sex, nafsu birahi dia bisa biasa² saja.</p> <p>Sebaliknya, seorang penikmat seks melakukan kegiatan seks dgn tujuan utama menikmati seks itu sendiri. Ibarat orang makan itu dia lebih mementingkan cita rasa makanannya. Kadang sekalipun dia tidak makan kenyang tapi bisa menikmati apa yg dia makan. Agak susah memang menerangkan hal ini, tapi itu lah yg aku simpulkan.</p> <p>Mbak Wulan (dan aku) adalah para penikmat seks. Kami sangat menikmati apa yg kami lakukan tanpa harus berbuat berlebihan.</p> <p>Berbeda dgn para wanita lain yg pernah berhubungan seks dgnku, mereka semua masuk kategori pelahap seks. Memang selama melakukan kegiatan seks dgn mereka aku selalu “kenyang” tapi hampir² tidak bisa menikmatinya secara lahir bathin. Semuanya berlalu tanpa kesan. Aku sampai agak pesimis apakah aku akan menjumpai seorang wanita penikmat seks seperti Mbak Wulan. Sampai satu saat aku bercinta dgn Yuni.</p> <p>Maaf kepada para pembaca kalau pendahuluanku terlampau panjang dan berlarut. Se-mata² aku hanya ingin memberikan gambaran bathin apa yg aku rasakan sehingga para pembaca bisa lebih memahami apa yg aku rasakan dalam cerita pengalaman nyataku berikut ini.</p> <p>Hubunganku dgn Yuni sebetulnya cukup dekat. Kami adalah teman kuliah satu angkatan dan satu jurusan. Jadi hampir setiap hari kami bertemu. Kami sering mengerjakan tugas² bersama. Saling menceritakan kehidupan pribadi kami bukan hal yg asing antara aku dan Yuni. Kami sudah menjadi sahabat yg cukup akrab. Aku juga tahu bahwa Yuni sudah punya pacar sejak SMA dan mereka sudah merencanakan untuk menikah setelah Yuni lulus nanti. Saat itu kami masih di semester 6.</p> <p>Secara fisik Yuni cukup menarik. Wajahnya berbentuk oval dan manis. Tidak terlalu cantik tapi jelas tidak bisa dikatakan jelek. Tingginya sekitar 160 cm, beratnya seimbang. Rambutnya dipotong pendek dgn poni di dahinya. Kulitnya cukup putih untuk ukuran orang Indonesia. Pokoknya tidak memalukan lah kalau kita ajak jalan dia di tempat umum. Sayang ada satu kekurangannya, Yuni kurang bisa bersolek, kesannya malah agak tomboy. Ke-mana² dia hampir selalu pakai celana jeans dgn kemeja agak longgar. Padahal perilakunya sangat feminin, jadi agak kontras dan kurang cocok.</p> <p>Sore itu aku sedang mengerjakan tugas di perpustakaan kampus. Yuni juga kebetulan ada disana, tapi dia di meja lain dgn beberapa teman. Aku asyik mengerjakan tugasku sendiri sehingga aku tidak memperhatikannya. Tiba² ada orang yg duduk di seberang meja. Aku lihat ternyata Yuni.</p> <p>“Ngerjain apa Ben? Kok asyik banget”<br />“Eh … ini tugas makalah metodologi. Kamu udah selesai Yun?”<br />“Yuni mah udah kelar kemarin².”<br />“Enak dong udah bisa santai, aku juga udah hampir selesai kok.”<br />“Ben ke kantin yuk … haus nih.”</p> <p>Aku bereskan kertas² tugasku lalu aku kembalikan buku² referensi ke raknya. Kami berdua berjalan bareng ke kantin. Obrolan kami lanjutkan di kantin sambil minum.</p> <p>“Yun, aku kok udah lama ndak liat kamu sama Mas Robby. Kemana dia?”</p> <p>Mas Robby adalah pacar Yuni. Dia sudah bekerja tapi biasanya suka menjemput Yuni di kampus. Aku tidak terlalu kenal dia cuman sebatas “say hello” saja.</p> <p>Mendengar pertanyaanku tadi Yuni cuma menghela napas panjang. Wajahnya yg manis tiba² tampak muram. Dgn agak lirih dia menjawab,</p> <p>“Kami sudah putus Ben.”<br />“Oh … sorry Yun. Kalau boleh tahu, kenapa Yun?”</p> <p>Yuni kembali menghela napas panjang. Aku tahu mereka sudah pacaran cukup lama, mungkin ada lebih dari 3 thn. Jadi aku tahu bagaimana perasaan Yuni saat itu. Pasti berat buat dia.</p> <p>Akhirnya Yuni bercerita kalau Mas Robby ternyata dekat dgn wanita lain. Ketika Yuni minta penjelasan dari dia ternyata Mas Robby malah marah². Akhirnya dua minggu yg lalu Yuni tidak mau lagi ketemu dgn dia. Sungguh malang nasib Yuni, padahal mereka sudah begitu dekat dan mereka sudah melakukan hubungan layaknya suami istri. Secara eksplisit memang Yuni tdk pernah bicara ttg hal ini kepadaku, tapi dari gelagatnya aku yakin itu.</p> <p>Pembicaraan kami sore itu jadi melankolis dan kelabu. Seperti mendung kelabu yg menggelayut di langit. Satu hal yg aku kagumi dari Yuni, dia begitu tegar menerima kenyataan ini. Tak ada setitik air mata pun yg mengambang di matanya saat menceritakan perpisahannya dgn Mas Robby.</p> <p>Langit sudah agak gelap pertanda datangnya senja ketika kami keluar dari kantin untuk pulang. Aku tawarkan Yuni untuk mengantarnya pulang dan dia setuju. Dalam perjalanan pulang, Yuni yg duduk di boncengan motorku tak berkata sepatah pun. Kami pun sampai di rumah Yuni.</p> <p>“Masuk dulu yuk Ben,” ajak Yuni sambil membuka kunci pintu rumahnya.</p> <p>Beberapa kali aku pernah mengantar pulang Yuni tapi aku tidak pernah mampir ke rumah Yuni. Kali ini kebetulan aku kebelet kencing, jadi aku mau diajak masuk rumahnya.</p> <p>“Aku mau numpang ke kamar mandi Yun.”<br />“Disitu Ben,” Yuni menunjuk ke salah satu pintu.</p> <p>Aku segera menuntaskan urusanku di kamar mandi. Rumah Yuni sangat sederhana tapi sangat bersih dan tertata rapi. Keluarga Yuni memang bukan golongan orang yg berada. Senja itu suasana rumah Yuni sepi² saja.</p> <p>“Kok ndak ada orang Yun. Orangtuamu kemana?”<br />“Sudah 2 hari di rumah Mbak Dewi di Solo. Dia kan baru saja melahirkan anak pertama.”</p> <p>Yuni pernah cerita kalau dia hanya dua bersaudara. Kakaknya, Mbak Dewi, sudah menikah dan tinggal di Solo. Jadi saat itu Yuni sendirian di rumah.</p> <p>Aku baru saja hendak berpamitan dgn Yuni ketika tiba² mendung tebal yg sedari tadi menggantung di langit turun menjadi hujan yg cukup lebat.</p> <p>“Pulang ntar aja Ben, Hujan tuh. Yuni bikinin kopi ya.”</p> <p>Tanpa menunggu jawabanku Yuni segera ke dapur dan aku dengar detingan cangkir beradu dgn sendok. Aku duduk di sofa di ruang tamu yg sekaligus berfungsi sebagai ruang keluarga itu. Tak berapa lama Yuni muncul dgn secangkir kopi yg masih mengebul di tangannya.</p> <p>“Kamu ngopi dulu Ben. Yuni mau mandi dulu bentar.”</p> <p>Yuni kembali ke dalam dan sejenak kemudian aku dengar deburan air di kamar mandi. Aku duduk santai sambil menghirup kopi hangat yg dibuatkan Yuni. Di luar hujan semakin bertambah lebat sambil sesekali terdengar bunyi guruh di kejauhan. Suasana sudah bertambah gelap, apalagi lampu rumah belum dihidupkan.</p> <p>Tiba² lampu jadi hidup terang benderang menerangi ruang tamu itu. Ternyata Yuni yg telah selesai mandi menghidupkan lampu. Aku menatap Yuni dgn pangling. Sekarang dia mengenakan kaos ketat berwarna biru tua dipadu dgn celana pendek yg sewarna. Aku melihat Yuni yg lain dari yg aku kenal. Kaos ketatnya memperlihatkan lekuk tubuhnya yg nyaris sempurna yg biasanya tersembunyi di balik kemeja longgarnya. Kulit pahanya yg putih mulus biasanya terbungkus celana jeans. Tanpa aku sadari dari mulutku terlontar kata,</p> <p>“Kamu cakep dan seksi sekali Yun.”</p> <p>Yuni tampak tersipu mendengar kata²ku. Dia sedikit tersenyum, guratan kepedihan sudah tak tampak lagi di wajahnya.</p> <p>“Ngerayu apa ngerayu nih …,” Yuni mencoba menutupi ketersipuannya dgn canda.<br />“Bener kok Yun … kamu cakep banget.”</p> <p>Yuni duduk di sofa di ujung yg lain. Kebetulan aku duduk di ujung sofa yg dekat dgn bagian dalam rumah, sedang Yuni di ujung satunya yg dekat pintu. Kami duduk ngobrol sambil mataku tak hentinya mengagumi kemolekan tubuh Yuni. Yuni pun kayaknya suka aku perhatikan seperti itu. Entah sengaja atau tidak, kakinya disilangkan sehingga pahanya yg mulus makin tampak jelas.</p> <p>Kami masih ngobrol ngalor ngidul ketika kami dikagetkan dgn bunyi guntur yg begitu keras. Seketika itu pula suasana jadi gelap gulita. Ternyata listrik mati. Secara reflek aku berdiri. Aku beranjak ke pintu hendak menyalakan lampu motorku yg aku parkir di teras untuk menerangi sementara. Belum selangkah aku beranjak, aku merasakan tubrukan dgn tubuh Yuni yg ternyata juga sudah berdiri hendak masuk ke dalam.</p> <p>Tubrukan itu pelan saja sebenarnya, tapi krn terkejut Yuni jatuh tertelentang di sofa dgn kakinya menjuntai ke lantai. Aku pun kehilangan keseimbangan dan menindih tubuh Yuni. Untung siku kiriku masih sempat berjaga di sandaran sofa sehingga Yuni tidak tertindih seluruh berat tubuhku.</p> <p>Aku rasakan tubuh hangat Yuni menempel di tubuhku. Tanpa sadar dan semuanya terjadi begitu tiba², aku peluk Yuni sambil kukecup keningnya dgn lembut. Yuni tidak bereaksi menolak, dia malah melingkarkan kedua lengannya ke leherku. Aku cium lembut pipi kiri Yuni, dia pun membalas mencium pipi kananku tak kalah lembutnya. Dalam gelap gulita itu, secara alami dan terjadi begitu saja, bibir kami saling bertemu.</p> <p>Aku cium bibir Yuni dgn sangat lembut. Tidak ada penolakan dari Yuni, dia malah membalas mengulum bibirku. Bibir kami saling berpautan dan melepaskan kemesraan. Aku mulai berinisiatif menjulurkan lidahku dan membelai gigi seri Yuni. Yuni pun membuka mulutnya lebih lebar dan menjulurkan lidahnya saling beradu dgn lidahku. Kami terus berciuman dalam gelap. Petir yg me-nyambar² sudah tidak kami hiraukan lagi. Lidah Yuni yg masih menjulur ke mulutku aku kulum dgn mesra. Sesaat ganti Yuni yg mengulum lidahku.</p> <p>Entah berapa lama kami saling menikmati ciuman mesra itu. Rasanya aku sangat ingin kejadian itu berlangsung selamanya. Perlahan aku alihkan sasaran ciumanku. Aku mulai menciumi bagian bawah dagu Yuni. Kemudian secara sangat perlahan ciumanku mengarah ke lehernya yg jenjang itu. Aku tidak bisa melihat reaksi Yuni karena gelap, yg aku rasakan hanya belaian lembut di rambutku. Belakang telinga kanan Yuni aku ciumi dgn mesra sambil sesekali aku gigit lembut daun telinganya. Yuni sedikit meronta kegelian.</p> <p>Dia bereaksi dgn mendengus pelan di dekat telinga kananku. Hembusan nafasnya membuat aku kegelian. Lalu aku rasakan benda lembut yg hangat menggelitik lubang telingaku. Ternyata itu lidah Yuni. Sungguh geli rasanya tapi sangat menggairahkan. Bagi yg belum pernah mengalaminya sendiri tentu susah menggambarkannya. Kami masih saling menggelitik telinga dgn lidah.</p> <p>Aku agak mengangkat tubuh sedikit ketika tangan Yuni aku rasakan mencari ruang untuk membuka kancing kemejaku. Dalam posisi sulit dan gelap seperti itu Yuni berhasil membuka dua kancing kemejaku yg paling atas. Dia agak merubah posisi sehingga kepalanya tepat berada di bawah dadaku yg sudah terbuka sebagian. Dgn lembut Yuni mulai menciumi dadaku. Tangannya sambil beraksi membuka semua kancing kemejaku. Sekarang dadaku sudah terbuka lebar tanpa terhalang kemeja yg masih aku pakai. Jari² lembut Yuni mulai menggerayangi punggungku. Bibirnya masih menciumi seluruh permukaan dadaku.</p> <p>Aku agak meronta kegelian ketika kedua bibir Yuni mengulum puting kiriku. Aku belum pernah diperlakukan seperti ini oleh wanita manapun. Biasanya aku yg melakukan ini terhadap wanita. Sensasinya sungguh sulit di gambarkan. Birahiku mulai bangkit. Tangan kananku mulai meremas lembut payudara kiri Yuni dari luar kaosnya. Buah dada Yuni terasa sangat kenyal dan padat.<br />Yuni terus menciumi, menjilati dan mengulum kedua putingku, menghantarkan kegelian dan rangsangan ke seluruh tubuhku. Aku masih me-remas² buah dada Yuni. Waktu terus berlalu tanpa kami sadari.</p> <p>Tiba² mata kami dibutakan oleh terang yg menerpa retina kami. Ternyata listrik telah hidup kembali. Secara reflek kami melepaskan diri satu sama lain. Sambil mengerjapkan mata aku berdiri dan melihat Yuni masih dalam posisi seperti tadi, telentang di sofa dgn kaki menjuntai di lantai. Yuni menatapku dgn penuh kemesraan, tatapan yg belum pernah aku lihat di mata Yuni ditujukan kepadaku. Untuk sesaat aku tak tahu harus berbuat apa.</p> <p>“Di kamarku aja yuk Ben.” Suara Yuni memecah kebuntuanku.</p> <p>Yuni bangkit menutup pintu depan dan kami berjalan bergandengan tangan masuk kamar Yuni. Yuni mematikan lampu utama kamarnya lalu ke meja riasnya dan menghidupkan lampu kecil disana. Suasana jadi agak temaram dan makin syahdu.</p> <p>Kali ini aku ambil inisiatif. Aku peluk Yuni dari depan, aku cium lembut bibirnya. Tanganku memeluk punggungnya. Dengan ibu jari dan jari tengah tangan kananku aku pegang kaitan BH Yuni dari luar kaosnya, dgn gerakan sedikit mengatup dan memelintir lepaslah kaitan BH Yuni. Sepertinya Yuni cukup terkesan dgn “keahlianku”, dia makin mempererat pelukannya sambil mulut kami masih saling berpagut.</p> <p>Dengan lembut tangan kiriku aku selipkan di balik tepi bawah kaos Yuni lalu aku raba punggungnya. Aku belai² punggung Yuni yg rata, aku nikmati kehalusan kulitnya yg seperti sutera itu. Yuni sedikit meronta sehingga aku melepaskan pelukanku. Kesempatan itu digunakannya untuk melepas kemejaku dgn kedua tangannya. Tak ku sia² peluang itu, aku pun menggamit tepi bawah kaos Yuni menariknya ke atas bersama dgn BH hitam yg sudah lepas kaitannya. Sedetik kemudian kami berdua sudah bertelanjang dada.</p> <p>Apa yg aku lihat di hadapanku sungguh luar biasa. Sepasang payudara yg benar² indah bentuknya. Penerangan lampu yg redup makin memepertegas silhouette dari buah dada yg padat berisi. Putingnya yg kecil dan bulat menyembul di puncak bukit yg menantang itu. Harus aku akui bahwa sampai saat itu payudara Yuni adalah yg terindah yg pernah aku lihat. Ukurannya tidak terlalu besar meskipun tidak bisa dikatakan kecil. Tapi bentuknya sungguh luar biasa. Seperti sepasang mangkuk yg ditangkupkan di dada tanpa ada kesan melorot sedikit pun.</p> <p>Rupanya Yuni sadar kalau aku sedang mengagumi payudaranya. Tanpa canggung dia menyangga buah dada kanannya dgn telapak kirinya sambil lengannya menyangga yg kakan. Dgn jari² yg menangkup di dekatkannya kedua bukit indahnya. Tangan kanannya terangkat diletakkan di belakang lehernya. Tubuhnya sedikit meliuk ke belakang. Gerakan ini makin mempertegas keindahan bentuk buah dadanya. Ditambah terpaan sinar lampu lembut dari arah samping, sungguh pemandangan yg tidak pernah aku lupakan sampai hari ini. Tanpa sepatah kata pun terucap dari mulut Yuni, tapi aku tahu dalam hati dia pasti berkata: “Nikmatilah pemandangan indah buah dadaku Ben.”</p> <p>Sebenarnya aku masih ingin terus menikmati pemandangan itu, tapi aku tahu aku harus mulai berbuat sesuatu. Aku duduk di tepi ranjang Yuni, aku tarik Yuni mendekat sehingga dadanya tepat ada di hadapanku. Aku ciumi buah dada Yuni secara bergantian. Kadang aku katupkan kedua bibirku di putingnya dan aku pelintir dgn gerakan bibirku ke kiri dan kanan. Yuni menggelinjang penuh kenikmatan. Tangannya me-remas² rambut di kepalaku. Dadanya semakin dibusungkan tanda dia menikmati apa yg aku lakukan.</p> <p>Aku perhatikan ternyata Yuni bukan orang yg “ribut” kala bercinta. Mulutnya tidak bersuara apa² kecuali desahan lembut nafasnya yg semakin cepat.</p> <p>“sssssshhhhh …. sssshhhhh …. ssssshhhhhh”</p> <p>Kedua tanganku me-remas² kedua buah dada Yuni dan mulutku masih sibuk dgn putingnya. Liukan tubuh Yuni semakin menggila tanda rangsanganku semakin tak bisa ditahannya. Sambil masih mengulum putingnya, tanganku menggapai kancing celana pendeknya. Tanpa banyak kesulitan aku berhasil membuka kancing itu krn Yuni juga membantu dgn mengecilkan perutnya sehingga tugasku semakin mudah. Perlahan aku turunkan ritsleting celananya terus aku tarik ke bawah sampai celana pendek Yuni terlepas dan tersangkut di kedua lututnya.</p> </div>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-89565493128560311412010-07-15T21:29:00.000-07:002010-07-15T22:35:22.489-07:00Bermain seks dengan kakak temanku<div class="entry"> <p>Cerita ini terjadi waktu aku masih berumur 13 tahun. Walau cerita ini udah lama terjadi, tapi peristiwa ini masih membekas dipikiranku. Tentu aja masih membekas, soalnya peristiwa inilah yang membentuk aku jadi maniak seks seperti sekarang.</p> <p>Mba Susis adalah kakak temanku, Kejadian ini terjadi saat mba susis duduk di kelas 3 SMA</p> <p>Mba Susis adalah seorang perempuan yang sangat menarik. Wajahnya cantik, rambutnya panjang, kulitnya putih dan bodynya… hmmm.. masih tergambar jelas bodynya yang aduhai. Aku masih ingat bagaimana dulu aku sering sekali memelototi dadanya yang ranum. Sebenarnya dadanya tidak terlalu besar, tapi membusung kedepan, benar-benar bulat sempurna. Aku juga senang sekali memperhatikan lekukan pinggangnya yang seperti gitar spanyol itu, pantatnya yang membulat dan pahanya yang putih. Apalagi kalau dia memakai celana pendek favoritnya, terlihat jelas paha mulusnya dan betis bulir padinya yang aduhai. Hmmm…. Pantas saja banyak teman prianya yang mengejar-ngejarnya.</p> <p>Waktu itu turun hujan lebat dan kebetulan aku saat itu dekat dengan rumah temanku. Akupun pergi ke rumah temanku dengan niat mau berteduh dan meminjam baju dan celanananya. Namun waktu itu temanku tidak ada dirumah tapi aku disuruh menunggu oleh mba susis kakaknya temanku. Akupun masuk kedalam karena diluar kedinginan sekali. Setelah aku masuk, mba susis membawakanku handuk dan secangkir teh hangat.</p><p>"Ni Rian mba bawain handuk sama teh hangat, lekas minum agar badanmu hangat atau mau yang lebih hangat? Tanya ba Susis<br /></p><p>Lek lek lek, sambil menggigil kedinginan.<br /></p> <p>“Maksudnya pa mba ?” tanyaku.</p> <p>“Iya mau mba peluk ga ?"</p><p>"Jangan ah mba dosa, lagian ada orang tua mba " jawabku</p><p>"ah ga papa rian, dirumah ga ada siapa-siapa Rian hanya kita berdua saja"</p><p>"Owh" jawabku</p><p>"Ya sudah sekarang ikut mba ke kamar yuk"</p><p>Sambil malu-malu aku jawab "Mau ngapain di kamar mba ?"</p><p>" kita dokter-dokteran" Mba menjawab sambil menarik tangank, dan akhirnya aku pun berada di kamar berdua. Setelah itu tiba-tiba mba susis mengunci pintu...</p><p>"Kenapa dikunci mba ?" Tanyaku yang berpura-pura polos</p><p>"Kan kita mau dokter-dokteran jadi dikunci" Sambil tertawa mba susis menjawab</p><p>"Dokter-dokteran itu kan untuk anak kecil, masa kaya adik saya saja main dokter-dokteran ?" Tanya polosku<br /></p> <p>"Ini beda, kan mba udah dapet pelajarannya di SMA" katanya merayuku.</p> <p>"Hmmm… ya udah, jadi gimana mainnya ?" tanyaku.</p> <p>"Mba yang jadi dokternya, kamu yang jadi pasiennya. Sudah kamu tiduran dulu ditempat tidur, mba siap-siap" suruhnya.</p> <p>Kemudian aku naik ke tempat tidurnya dan berbaring terlentang.</p> <p>"Sakit apa de ? saya periksa dulu ya…" kata mba susis berakting. Kemudian dia menaikkan bajuku dan mengetuk-ngetuk dadaku layaknya seorang dokter.</p> <p>"Wah de ini sakitnya parah" katanya. Aku tertawa kecil karena mba susis pandai sekali meniru seorang dokter. Kemudian tangannya turun mengetuk-ngetuk perutku sambil berkata "Sepertinya penyakitnya ada dibawah sini" kemudian dia berusaha membuka kancing celanaku.</p> <p>Tanganku memegang tangannya, menahan dia membuka celanaku. "Kok celananya dibuka mba ?" tanyaku yang berpura-pura menolak<br /></p> <p>"Mau disembuhin penyakitnya gak ?" katanya sambil pura-pura melotot. Aku terdiam, kemudian melepaskan tangannya. Dia tersenyum kemudian berkata “Gitu dong, kan mau diobatin”.</p> <p>Kemudian dia melepas kancing celanaku dan resletingnya. Kemudian dia melorotkan celanaku hingga terpampanglah burung mudaku. Aku hanya diam menahan malu.</p> <p>"Wah ini dia sumber penyakitnya" katanya riang kemudian memegang burungku. Kemudian dia duduk disebelahku. Mukaku semakin merah, apalagi burungku secara perlahan tapi pasti menegang membesar.Mba susis malah tertawa "Nah aku bilang apa, ini dia masalahnya, tuh dia makin keras, makin besar !" sambil mengelus-ngelus lembut burungku.</p> <p>Tubuhku tergetar karena nikmat yang menjalari tubuhku. Burungku makin tegang dan makin membesar.</p> <p>"Mba…" kataku lemah karena keenakan. "Tenang ya rian, mba obatin dulu ya" katanya. Celanaku dibuka secara penuh kemudian dia menaruhnya di kursi dekat meja belajarnya. Selangkanganku dilebarkan, kemudian dia berpindah posisi, dia duduk diantara kedua pahaku.</p> <p>Kemudian mba susis mulai mengulum penisku. Aku semakin menerawang, inilah kenikmatan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.</p> <p>Saat mba susis mengulum dan menyedot-nyedot penisku, dia mengeluarkan suara-suara erotis diantara keluar masuknya penisku di mulutnya. Ternyata saat aku melihat, tangan kirinya meremas-remas payudaranya. Hmm tak heran badannya ikut bergetar saat mengulum penisku.</p> <p>Tiba-tiba mba susis berhenti mengulum penisku. “Sebentar ya” kata mba susis yang kemudian berdiri. Aku hanya menatapnya dengan tatapan tidak rela karena tidak ingin kehilangan kenikmatan tadi.</p> <p>Ternyata mba susis melorotkan celana dalamnya. Karena dia memakai rok, celana dalamnya langsung turun, kemudian dia membuangnya kelantai. Dia kembali duduk diantara selangkanganku, tapi kali ini dia agak melebarkan pahanya.</p> <p>Mba Susis kembali mengulum penisku. Badanku kembali bergetar keenakan. Diantara sadar dan tidak, aku mulai mencium suatu bau khas, yang sekarang aku tau kalau bau itu adalah vagina.</p> <p>Aku melihat mba Susis yang terus mengulum penisku. Tangan kirinya yang tadi meremas-remas payudaranya sekarang berada di selangkangannya, tapi aku tidak bisa melihat apa yang dilakukan tangan itu sebab tertutup kain rok yang masih dipakainya. Tapi aku menduga bau khas tadi pasti berasal dari selangkangannya itu.</p><p>Kemudian mba Susis membuka Rok dan bajunya, akhirnya mba susis telanjang bulat. "diam ya" kata ba susis kemudian mba susis memasukan batang kemaluanku ke vaginanya. Mba susis pun mulai bergoyang diatasku, sambil berdesah "ahh,,,,,ahh,,,,ahhh,,aaahh. Rian kamu juga bergoyang donk biar lebih enak..! " Karena sangat nikmatnya akupun ikut bergoyang dan merasakan nikmat yang luar biasa.</p> <p>Sleeeeeeeep"ah,,,,, ah,,,ah,,ah,, rian nikmat banget" desahannya mba susis sambil mengarahkan tanganku ke payudaranya. Aku pun langsung merames payudaranya dan bertambahlah nafsu birahiku. Kenikmatan itu semakin naik, semakin naik, semakin naik, sampai ubun-ubunku, badanku bergetar hebat.</p> <p>“Mba… aku mau pipis…” kataku sambil menahan dorongan hebat dari vaginanya. Tapi mba Susis tidak memperdulikan, bahkan mempercepat goyangannya. Aku merasa gila karena keenakan.. “Crotz… Crotz.. Crot..” akhirnya maniku keluar didalam.</p> </div>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-8381953639074685542.post-33879279521738278422010-07-15T21:11:00.000-07:002010-07-15T22:34:37.635-07:00Bermain seks dengan ibu guru b. InggrisSejalan dengan waktu, kini aku bisa kuliah di universitas keinginanku. Namaku Jack, sekarang aku tinggal di Yogyakarta dengan fasilitas yang sangat baik sekali. Kupikir aku cukup beruntung bisa bekerja sambil kuliah sehingga aku mempunyai penghasilan tinggi.<p></p> <p>Berawal dari reuni SMA-ku di Jakarta. Setelah itu aku bertemu dengan guru bahasa inggrisku, kami ngobrol dengan akrabnya. Ternyata Ibu Shinta masih segar bugar dan amat menggairahkan. Penampilannya amat menakjubkan, memakai rok mini yang ketat, kaos top tank sehingga lekuk tubuhnya nampak begitu jelas. Jelas saja dia masih muda sebab sewaktu aku SMA dulu dia adalah guru termuda yang mengajar di sekolah kami. Sekolahku itu cuma terdiri dari dua kelas, kebanyakan siswanya adalah wanita. Cukup lama aku ngobrol dengan Ibu Shinta, kami rupanya tidak sadar waktu berjalan dengan cepat sehingga para undangan harus pulang. Lalu kami pun berjalan munuju ke pintu gerbang sambil menyusuri ruang kelas tempatku belajar waktu SMA dulu.</p> <p>Tiba-tiba Ibu Shinta teringat bahwa tasnya tertinggal di dalam kelas sehinga kami terpaksa kembali ke kelas. Waktu itu kira-kira hampir jam dua belas malam, tinggal kami berdua. Lampu-lampu di tengah lapangan saja yang tersisa. Sesampainya di kelas, Ibu Shinta pun mengambil tasnya kemudian aku teringat akan masa lalu bagaimana rasanya di kelas bersama dengan teman-teman. Lamunanku buyar ketika Ibu Shinta memanggilku.</p> <p>“Kenapa Jack”<br />“Ah.. tidak apa-apa”, jawabku. (sebetulnya suasana hening dan amat merinding itu membuat hasratku bergejolak apalagi ada Ibu Shinta di sampingku, membuat jantungku selalu berdebar-debar).<br />“Ayo Jack kita pulang, nanti Ibu kehabisan angkutan”, kata Ibu Shinta.<br />“Sebaiknya Ibu saya antar saja dengan mobil saya”, jawabku dengan ragu-ragu.<br />“Terima kasih Jack”.</p> <p>Tanpa sengaja aku mengutarakan isi hatiku kepada Ibu Shinta bahwa aku suka kepadanya, “Oh my God what i’m doing”, dalam hatiku. Ternyata keadaan berkata lain, Ibu Shinta terdiam saja dan langsung keluar dari ruang kelas. Aku panik dan berusaha minta maaf. Ibu Shinta ternyata sudah cerai dengan suaminya yang bule itu, katanya suaminya pulang ke negaranya. Aku tertegun dengan pernyataan Ibu Shinta. Kami berhenti sejenak di depan kantornya lalu Ibu Shinta mengeluarkan kunci dan masuk ke kantornya, kupikir untuk apa masuk ke dalam kantornya malam-malam begini. Aku semakin penasaran lalu masuk dan bermaksud mengajaknya pulang tapi Ibu Shinta menolak. Aku merasa tidak enak lalu menunggunya, kurangkul pundak Ibu Shinta, dengan cepat Ibu Shinta hendak menolak tetapi ada kejadian yang tak terduga, Ibu Shinta menciumku dan aku pun membalasnya.</p> <p>Ohh.., alangkah senangnya aku ini, lalu dengan cepat aku menciumnya dengan segala kegairahanku yang terpendam. Ternyata Ibu Shinta tak mau kalah, ia menciumku dengan hasrat yang sangat besar mengharapkan kehangatan dari seorang pria. Dengan sengaja aku menyusuri dadanya yang besar, Ibu Shinta terengah sehingga ciuman kami bertambah panas kemudian terjadi pergumulan yang sangat seru. Ibu Shinta memainkan tangannya ke arah batang kemaluanku sehingga aku sangat terangsang. Lalu aku meminta Ibu Shinta membuka bajunya, satu persatu kancing bajunya dibukanya dengan lembut, kutatap dengan penuh hasrat. Ternyata dugaanku salah, dadanya yang kusangka kecil ternyata amat besar dan indah, BH-nya berwarna hitam berenda yang modelnya amat seksi.</p> <p>Karena tidak sabar maka kucium lehernya dan kini Ibu Shinta setengah telanjang, aku tidak mau langsung menelanjanginya, sehingga perlahan-lahan kunikmati keindahan tubuhnya. Aku pun membuka baju sehingga badanku yang tegap dan atletis membangkitkan gairah Ibu Shinta, “Jack kukira Ibu mau bercinta denganmu sekarang.., Jack, tutup pintunya dulu dong”, bisiknya dengan suara agak bergetar, mungkin menahan birahinya yang juga mulai naik.</p> <p>Tanpa disuruh dua kali, secepat kilat aku segera menutup pintu depan. Tentu agar keadaan aman dan terkendali. Setelah itu aku kembali ke Ibu Shinta. Kini aku jongkok di depannya. Menyibak rok mininya dan merenggangkan kedua kakinya. Wuih, betapa mulus kedua pahanya. Pangkalnya tampak menggunduk dibungkus celana dalam warna hitam yang amat minim. Sambil mencium pahanya tanganku menelusup di pangkal pahanya, meremas-remas liang senggamanya dan klitorisnya yang juga besar. Lidahku makin naik ke atas. Ibu Shinta menggelinjang kegelian sambil mendesah halus. Akhirnya jilatanku sampai di pangkal pahanya.</p> <p>“Mau apa kau sshh… sshh”, tanyanya lirih sambil memegangi kapalaku erat-erat.<br />“Ooo… oh.. oh..”, desis Ibu Shinta keenakan ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan liang kenikmatannya. Tampak dia keenakan meski masih dibatasi celana dalam.</p> <p>Serangan pun kutingkatkan. Celananya kulepaskan. Sekarang perangkat rahasia miliknya berada di depan mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai dengan dugaanku. Di sekelilingnya ditumbuhi rambut yang tidak begitu lebat. Lidahku kemudian bermain di bibir kemaluannya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam dengan gerakan-gerakan melingkar yang membuat Ibu Shinta makin keenakan, sampai harus mengangkat-angkat pinggulnya. “Aahh… Kau pintar sekali. Belajar dari mana hh…”</p> <p>Tanpa sungkan-sungkan Ibu Shinta mencium bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku yang menonjol akibat batang kemaluanku yang ereksi maksimal, meremas-remasnya beberapa saat. Betapa lembut ciumannya, meski masih polos. Aku segera menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia seperti hendak tersendak. Semula Ibu Shinta seperti akan memberontak dan melepaskan diri, tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di mulutnya. “Uh kamu pengalaman sekali ya. Sama siapa? Pacarmu?”, tanyanya diantara kecipak ciuman yang membara dan mulai liar. Aku tak menjawab. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya yang tampak menggairahkan itu. Biar tidak merepotkanku, BH-nya kulepas. Kini dia telanjang dada. Tak puas, segera kupelorotkan rok mininya. Nah kini dia telanjang bulat. Betapa bagus tubuhnya. Padat, kencang dan putih mulus.</p> <p>“Nggak adil. Kamu juga harus telanjang..” Ibu Shinta pun melucuti kaos, celanaku, dan terakhir celana dalamku. Batang kemaluanku yang tegak penuh segera diremas-remasnya. Tanpa dikomando kami rebah di atas ranjang, berguling-guling, saling menindih. Aku menunduk ke selangkangannya, mencari pangkal kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Ibu Shinta mulai mengeluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Hampir lima menit kami menikmati permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik. Menyorongkan batang kemaluanku ke mulutnya.</p> <p>“Gantian dong..” Tanpa menunggu jawabannya segera kumasukkan batang kemaluanku ke mulutnya yang mungil. Semula agak kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa menyesuaikan diri sehingga tak lama batang kemaluanku masuk ke rongga mulutnya. “Justru di situ nikmatnya.., Selama ini sama suami main seksnya gimana?”, tanyaku sambil menciumi payudaranya. Ibu Shinta tak menjawab. Dia malah mencium bibirku dengan penuh gairah. Tanganku pun secara bergantian memainkan kedua payudaranya yang kenyal dan selangkangannya yang mulai basah. Aku tahu, perempuan itu sudah kepengin disetubuhi. Namun aku sengaja membiarkan dia menjadi penasaran sendiri.</p> <p>Tetapi lama-lama aku tidak tahan juga, batang kemaluanku pun sudah ingin segera menggenjot liang kenikmatannya. Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang kaku dan keras itu ke arah selangkangannya. Ketika mulai menembus liang kenikmatannya, kurasakan tubuh Ibu Shinta agak gemetar. “Ohh…”, desahnya ketika sedikit demi sedikit batang kemaluanku masuk ke liang kenikmatannya. Setelah seluruh barangku masuk, aku segera bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku makin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan serta kedua payudaranya yang ikut bergoyang-goyang.</p> <p>Tiga menit setelah kugenjot, Ibu Shinta menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku. Pinggulnya dinaikkan. Tampaknya dia akan orgasme. Genjotan batang kemaluanku kutingkatkan. “Ooo… ahh… hmm… ssshh…”, desahnya dengan tubuh menggelinjang menahan kenikmatan puncak yang diperolehnya. Kubiarkan dia menikmati orgasmenya beberapa saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya yang berkeringat. “Sekarang Ibu Shinta berbalik. Menungging di atas meja.., sekarang kita main dong di atas meja ok!” Aku mengatur badannya dan Ibu Shinta menurut. Dia kini bertumpu pada siku dan kakinya. “Gaya apa lagi ini?”, tanyanya.</p> <p>Setelah siap aku pun mulai menggenjot dan menggoyang tubuhnya dari belakang. Ibu Shinta kembali menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan yang tiada taranya, yang mungkin selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia orgasme sampai dua kali, kami istirahat.<br />“Capek?”, tanyaku. “Kamu ini aneh-aneh saja. Sampai mau remuk tulang-tulangku”.<br />“Tapi kan nikmat Bu..”, jawabku sambil kembali meremas payudaranya yang menggemaskan.<br />“Ya deh kalau capek. Tapi tolong sekali lagi, aku pengin masuk agar spermaku keluar. Nih sudah nggak tahan lagi batang kemaluanku. Sekarang Ibu Shinta yang di atas”, kataku sambil mengatur posisinya.</p> <p>Aku terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang batang kemaluanku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya kunaik-turunkan seirama genjotanku dari bawah. Ibu Shinta tersentak-sentak mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi diiringi dengan lenguhan dan jeritannya saat menjelang orgasme. Ketika dia mencapai orgasme aku belum apa-apa. Posisinya segera kuubah ke gaya konvensional. Ibu Shinta kurebahkan dan aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks aku meningkatkan frekuensi dan kecepatan genjotan batang kemaluanku. “Oh Ibu Shinta.., aku mau keluar nih ahh..” Tak lama kemudian spermaku muncrat di dalam liang kenikmatannya. Ibu Shinta kemudian menyusul mencapai klimaks. Kami berpelukan erat. Kurasakan liang kenikmatannya begitu hangat menjepit batang kemaluanku. Lima menit lebih kami dalam posisi rileks seperti itu.</p> <p>Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan kenikmatan beruntun yang baru saja kami rasakan. Setelah itu kami bangun di pagi hari, kami pergi mencari sarapan dan bercakap-cakap kembali. Ibu Shinta harus pergi mengajar hari itu dan sorenya baru bisa kujemput.</p> <p>Sore telah tiba, Ibu Shinta kujemput dengan mobilku. Kita makan di mall dan kami pun beranjak pulang menuju tempat parkir. Di tempat parkir itulah kami beraksi kembali, aku mulai menciumi lehernya. Ibu Shinta mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya. Nafas Ibu Shinta makin terengah, dan tanganku pun masuk di antara kedua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang. “Uuuhh.., mmmhh..”, Ibu Shinta menggelinjang, tapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun membuka dengan paksa baju dan rok mininya.</p> <p>Aaahh..! Ibu Shinta dengan posisi yang menantang di jok belakang dengan memakai BH merah dan CD merah. Aku segera mencium puting susunya yang besar dan masih terbungkus dengan BH-nya yang seksi, berganti-ganti kiri dan kanan. Tangan Ibu Shinta mengelus bagian belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tidak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan nampaklah bukit kemaluannya. Akupun segera membenamkan kepalaku ke tengah ke dua pahanya. “Ehhh…, mmmhh..”. Tangan Ibu Shinta meremas jok mobilku dan pinggulnya bergetar ketika bibir kemaluannya kucumbui. Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan menjilatinya dengan perlahan.</p> <p>“Ooohh.., aduuuhh..”. Ibu Shinta mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat. Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai klitorisnya yang membuat tubuh Ibu Shinta terlonjak dan nafas Ibu Shinta seakan tersendak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya membesar dan mengeras. Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Ibu Shinta tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Ibu Shinta. “Mmmhh…, mmmhh.., ooohhm..”. Ketika Ibu Shinta membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku, kini iapun mulai menyedot. Tanganku bergantian meremas dadanya dan membelai kemaluannya. “Oouuuh Ibu Shinta.., enaaaak.., teruuuss…”, erangku.</p> <p>Ibu Shinta terus mengisap batang kemaluanku sambil tangannya mengusap liang kenikmatannya yang juga telah banjir karena terangsang menyaksikan batang kemaluanku yang begitu besar dan perkasa baginya. Hampir 20 menit dia menghisap batang kemaluanku dan tak lama terasa sekali sesuatu di dalamnya ingin meloncat ke luar. “Ibu Shinta.., ooohh.., enaaak.., teruuus”, teriakku. Dia mengerti kalau aku mau keluar, maka dia memperkuat hisapannya dan sambil menekan liang kenikmatannya, aku lihat dia mengejang dan matanya terpejam, lalu.., “Creet.., suuurr.., ssuuur..”</p> <p>“Oughh.., Jack.., nikmat..”, erangnya tertahan karena mulutnya tersumpal oleh batang kemaluanku. Dan karena hisapannya terlalu kuat akhirnya aku juga tidak kuat menahan ledakan dan sambil kutahan kepalanya, kusemburkan maniku ke dalam mulutnya, “Crooot.., croott.., crooot..”, banyak sekali maniku yang tumpah di dalam mulutnya.</p> <p>“Aaahkk.., ooough”, ujarku puas. Aku masih belum merasa lemas dan masih mampu lagi, akupun naik ke atas tubuh Ibu Shinta dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Ibu Shinta dan aroma kemaluan Ibu Shinta di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit. Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Ibu Shinta, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Ibu Shinta menekan pantatku dari belakang. “Ohm, masuk.., augh.., masukin”</p> <p>Perlahan kemaluanku mulai menyeruak masuk ke liang kemaluannya dan Ibu Shinta semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku terasa tertahan oleh sesuatu yang kenyal. Dengan satu hentakan, tembuslah halangan itu. Ibu Shinta memekik kecil. Aku menekan lebih dalam lagi dan mulutnya mulai menceracau, “Aduhhh.., ssshh.., iya.., terus.., mmmhh.., aduhhh.., enak.., Jack”</p> <p>Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Ibu Shinta, lalu membalikkan kedua tubuh kami sehingga Ibu Shinta sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak kemaluanku menancap hingga pangkal di kemaluannya. Tanpa perlu diajari, Ibu Shinta segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku bergantian meremas dan menggosok payudaranya, klitoris dan pinggulnya, dan kamipun berlomba mencapai puncak.</p> <p>Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Ibu Shinta makin menggila dan iapun membungkukkan tubuhnya dengan bibir kami saling melumat. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya berhenti menyentak. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku. Setelah tubuh Ibu Shinta melemas, aku mendorongnya hingga telentang, dan sambil menindihnya, aku mengejar puncak orgasmeku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Ibu Shinta tentu merasakan siraman air maniku di liang kenikmatannya, dan iapun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua. Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.</p><p>sumber: <a href="http://www.ceritadewasaindo.com/">cerita dewasa</a><br /></p>Inaleazthttp://www.blogger.com/profile/14718592249842360977noreply@blogger.com5